Kasus TOKOPIKA Digantung, SEMMI Desak Kajari Aceh Barat Daya Dicopot

Kasus TOKOPIKA Digantung, SEMMI Desak Kajari Aceh Barat Daya Dicopot
Ketua Umum SEMMI Abdya, Akmal Al-Qarasie (Foto: Istimewa)

ACEH BARAT DAYA - Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Cabang Aceh Barat Daya (Abdya) mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh mencopot Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Abdya dari jabatannya karena dinilai lamban dalam mengungkapkan kasus pengadaan aplikasi toko online (TOKOPIKA) yang diduga terjadi mark-up alias penggelembungan harga.

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum SEMMI Abdya, Akmal Al-Qarasie, melalui keterangan tertulisnya, Minggu (26/09).

“Kasus tersebut terkesan digantung, saya akan surati Kajati Aceh untuk mencopot Kajari Abdya apabila kasus ini tidak di ungkapkan secepatnya. Kabarnya anak sekda Abdya berinisial YP juga ikut terlibat dalam proses pengadaan Tokopika, anak sekda tersebut itu pun juga harus di periksa karena dia sebagai pengelola,” tegas Akmal.

Akmal menilai tidak ada alasan bagi Kajari Abdya untuk tidak menetapkan PPK dan Penyedia TOKOPIKA sebagai tersangka. Menurut dia, pada Mei 2021 lalu Kajari Abdya Nilawati mengatakan telah melakukan ekpose ke tingkat penyidikan terkait kasus aplikasi toko online itu dan Kejari Abdya telah memperoleh temuan kerugian negara sejumlah Rp500 juta.

“Seharusnya kajari Abdya sudah mengantongi nama-nama untuk di tetapkan sebagai tersangka seperti PPK dan Penyedia. Dalang di balik pengadaan Tokopika ini juga harus ikut di tangkap dan diperiksa,” tegas Akmal.

Dalam kesempatan itu, Akmal mengakui pihaknya yang memasang spanduk tuntutan untuk mencopot Kajari Abdya dari jabatannya. Diterangkan olehnya, spanduk tersebut terpasang pada beberapa titik di Blangpidie.

“Di tengah pandemi seperti ini agak sulit kita turun kejalan melakukan aksi demontrasi di khawatirkan terjadi kerumunan. Hal ini kami lakukan atas dasar Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjamin bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan,” jelas dia.

Pada akhir keterangannya, Akmal kembali menegaskan hukum di Aceh Barat Daya harus menjadi panglima. Dia juga berharap konsep ‘equality before the law’ harus ada di intansi penegak hukum.

“Setiap kita mempunyai hak yang sama di mata hukum, hukum tidak memandang bulu, mau itu pejabat, pengusaha, rakyat jelata, bahkan anak Sekda sekalipun kalau memang pengadilan memutuskan mereka bersalah, wajib dihukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di negara kesatuan republik Indonesia,” tutup Akmal.