Ribuan Jemaah Hadiri Pengajian Akbar Ponpes Darussalam Syafa’at
TULANGBAWANG – Ribuan
jemaah menghadiri pengajian akbar di Pondok Pesantren (Ponpes) Darussalam
Syafa’at, Kampung Morisjaya, Kecamatan Banjaragung, Kabupaten Tulangbawang, Lampung,
Senin (15/5/2023).
Pengajian akbar digelar dalam rangka wisuda dan tasyakuran
kelas akhir Madrasah Diniyah TPQ, TK, SD, SMP, SMK di Ponpes tersebut.
Acara dihadiri Staff Ahli Bidang Kemasyarakatan dan
Sumberdaya Manusia (SDM) Indra Permana, mewakili Penjabat Bupati Tulangbawang Qudrotul
Ihwan, Kabag Kesra, Camat Banjaragung, dan penceramah KH Achmad Chalwani
Nawawi, Pengasuh PP An Nawawi, Berjan, Purworejo, Jawa Tengah dan Mursyid
Thoriqoh Qadiriyah wa Naqsabandiyah, Pembina PP Darussalam Syafa’at KH. Solihin
Ahmad, Pengasuh PP Darussalam Syafa’at, DR (C) Kiyai M. Ilham Fanani.
KH Achmad Chalwani Nawawi, dalam ceramahnya mengatakan,
bahwa komponen keberhasilan doa tergantung tiga hal. Pertama, orang yang
berdoa. Kedua, tempat berdoa. Ketiga, waktu berdoa.
“Kalau orang hatinya bersih, berdoa langsung diterima oleh
Allah swt,†ungkap Kiai Chalwani.
Kalau orang berdoa hatinya masih kotor, sambung Kiai
Chalwani, perlu dibersihkan dulu hatinya, jangan keburu meminta yang
macam-macam.
â€Padahal sudah ingin minta yang macam-macam, coba.
(Misalnya) ingin honornya naik,†terangnya.
Mursyid Tarekat Qadiriyyah/Naqasyabandiyyah itu menjelaskan,
tempat ikut menentukan keberhasilan doa. “Tempat-tempat yang mustajab, hanya
ada di Makkah dan Madinah: Hijir Ismail, Maqam Ibrahim, Zam-zam, Shofa, Marwah,
Raudlah (Madinah), Baabu Jibril (Madinah),†terangnya.
Di luar kota suci umat Islam itu, sambungnya, tidak ada
tempat yang mustajab, akan tetapi, ada saa’ah-saa’ah mustajabah (waktu-waktu
yang mustajab).
“Pertama, Nabi mengatakan, maa qubailal maghrib; menjelang
magrib itu untuk berdoa mustajab,†kata putra KH Nawawi itu.
Lalu ia mengungkapkan amalan di dalam Kitab Tanwirul Ma’ali,
manaqib (biografi) pendiri Thariqah Syadziliyyah karya Simbah KH Dalhar bin
Abdurrahman, Watucongol, Muntilan, Magelang. Dalam kitab itu, lanjutnya, Mbah
Dalhar mengatakan: “Barangsiapa menjelang maghrib mau merutinkan baca Surat
Al-Falaq tujuh kali, tiap-tiap hari, enggak pernah sepi dari rezeki.
“Menjelang magrib baca Surat Al-Falaq. Insyaallah tidak sepi
dari rezeki. Surat Al-Falaq. Bukan menjelang shalat maghrib, (tetapi) menjelang
waktu maghrib,†pintanya.
“Kedua, waktu yang mustajab, kata Nabi, maa baynal adzan wal
iqaamah. (Waktu) di antara adzan dan iqamah, ini mustajab untuk berdoa,â€
imbuhnya.
Kiai Chalwani pun menjelaskan tradisi Islam di Nusantara:
setelah selesai adzan, orang berdoa bareng-bareng sambil menunggu pak kiai
datang mengimami. “Biar tidak bosan memakai lagu, namanya pujian. Tidak ada masalah, no problem. Pujian memakai
lagu boleh, Al-Qur’an saja memakai lagu boleh, kok,†tegasnya.
Sebagai argumentasi, ia pun mengutip hadis Nabi Muhammad riwayat
Imam Bukhari: laysa minnaa man lam yataghanna bil Qur’aan (Bukan termasuk
golonganku orang yang tidak mau melagukan Al Qur’an).
“Ini hadis targhib, bukan tahkim. Maksudnya golonganku: ‘aku
enggak sependapat kalau orang baca Qur’an enggak memakai lagu.’ Bukan berarti
kalau enggak pakai lagu bukan umat Islam, enggak begitu. Ini hadits targhib,â€
imbuhnya, menjelaskan.
Ketiga, maa ba’da shalaatil maktubah, yaitu waktu setelah
menegakkan shalat fardlu. “Maka setelah shalat berjamaah, jangan pergi dulu,
berdoa setelah shalat. Namanya wiridan. Biar rutin, memakai guru, namanya
tarekat (thariqah),†kata sang mursyid.
Keempat, maa fi jaufillaili, yaitu malam hari setelah jam
dua belas. Waktu itu, katanya, untuk berdoa mustajab.
Kelima, waqtazdihaami zaairiina fi maqaabiril auliya’ awil
‘ulamaai, waktu ramai-ramainya orang berziarah di makam para wali atau para
ulama. “Itu untuk berdoa manjur. Makanya, kiai-kiai sering mengadakan rombongan
ziarah Wali Songo,†paparnya.
YANTO SUSILO ANWAR








