Korban Talangsari Lampung Timur Kekeh Minta Penyelesaian Lewat Pengadilan HAM

BANDARLAMPUNG –
Korban tragedi Talangsari, Lampung Timur tetap teguh menginginkan penyelesaian
pelanggaran HAM berat lewat Pengadilan HAM.
Mereka menolak penyelesaian yang ditawarkan Presiden Jokowi
lewat Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (TPPHAM).
Hal itu disampaikan tiga wakil korban tragedi Talangsari
saat menyambangi Rumah Siber JMSI Lampung, Selasa (15/11/2022). Mereka, Nurdin,
Hardiwan, dan Edy Arsadat mewakili 246 korban.
"Cara penyelesaian yang ditawarkan merupakan kamuflase
dari lemahnya negara menindak para pelaku pelanggaran HAM berat," kata Edy
Arsadat kepada Dewan Pakar JMSI Lampung Herman
Batin Mangku.
Menurut dia, klaim pemerintah sudah memberikan hak korban
dengan pembangunan jalan, pemberian bantuan sosial (bansos) dan sebagainya
merupakan kewajiban pemerintah. Soal pelanggaran HAM adalah hak mendapatkan
keadilan.
"Jangan main disamakan saja," tandasnya. Mereka
juga menuntut pemerintah meminta maaf, mengakui pelanggaran HAM berat,
mengembalikan hak-hak korban dan memulihkan martabat korban.
Agustus 2022, Presiden Jokowi telah menandatangani Keputusan
Presiden No. 17 Tahun 2022 tentang pembentukan TPPHAM yang salah satunya
"Tragedi Talangsari" yang terjadi pada tahun 1989.
Kasus tersebut merupakan pelanggaran HAM berat masa lalu
yang telah selesai diselidiki oleh Komnas HAM sebagaimana tertuang dalam
rekomendasinya agar pemerintah melakukan penyidikan serta dengan DPR membentuk
peradilan HAM .
Pembentukkan TPPHAM justru
bertentangan dengan Undang-Undang HAM dan Pengadilan HAM. Langkah
penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM dilakukan untuk kebutuhan
projusticia yang secara langsung beririsan dengan kepentingan pemenuhan hak
korban.
Siang sebelum ke JMSI, YLBHI LBH Bandarlampung menggelar
konferensi pers terkait sikap Pembentukan TTPHAM di Rumah Keadilan Kantor YLBHI
LBH Bandarlampung Jl. Sam Ratulangi, Gg.
Mawar 1, Kel. Gedongair, Kecamatan Tanjungkarang Barat.