11 Puisi Esai "Suara dari Lampung"
BANDARLAMPUNG - Menyambut
Desember sebagai Bulan Puisi Esai, sejumlah penulis dari berbagai provinsi di
Indonesia menerbitkan buku puisi esai yang akan diluncurkan minggu ketiga bulan
ini.
Penggagas puisi esai, Denny JA menjelaskan, setiap provinsi
menghimpun 11 penulis puisi esai dan 1 naskah dari "kakak asuh" yang
merangkap kurator dan editor.
Istilah "kakak asuh" ini dikatakan Denny, adalah
sastrawan senior di daerah masing-masing dan sudah sering terlibat dalam puisi
esai. "Para 'kakak asuh' tersebut memilih penulis, berdiskusi tentang
tema, mengoreksi atau mengedit hingga menjadi puisi esai yang baik," jelas
Denny, Jumat (16/12/2022).
Dia menunjuk dari Sumsel adalah Anwar Putra Bayu sebagai
kakak asuh, Aceh (D. Kemalawati), DKI Jakarta (Fatin Hamama), Lampung ditunjuk
Isbedy Stiawan ZS, dan provinsi lainnya.
Untuk Provinsi Lampung, Isbedy telah memilih 10 penulis
puisi esai dan menghimpunnya menjadi antologi puisi esai berjudul "Suara
dari Lampung".
Isbedy Stiawan ZS menerangkan, naskah puisi esai dari
Lampung sudah dikirim ke Denny JA, dan saat ini tengah diolah layout dalam
bentuk ebook PDF oleh penerbit CBI.
Lanjut Isbedy, ketika dipercaya menjadi kakak asuh bagi
penulis puisi esai, dirinya langsung mencari penulis yang dinilai masih baru
dan belum pernah menulis puisi esai.
"Saya memilih penulis dari berbagai kalangan atau
profesi. Seperti mahasiswa, guru, dosen, jurnalis, wurausaha, dan karyawan
swasta," ujar Isbedy, Jumat (23/12/2022).
Adapun ke 11 penulis puisi esai "Suara dari
Lampung" adalah Abdurobbi Fadillah, Chandra Wiguna, Devin Cumbuan Putri,
Fitri Angraini, Isbedy Stiawan ZS, M. Yanuardi Zain, Rio Fauzul, Stenly
Octavianus, Suherdi, Teguh, dan Wulan
Octi Pratiwi.
Berikut sinopsis puisi esai dari Lampung.
Abdurrobbi Fadilah, "Tanah yang Dijanjikan"
Bagi masyarakat adat, (tanah) ulayat yang diterima dan
diolah turun temurun menjadi "tempat hidup" keluarga besar.
Di Provinsi Lampung tanah/lahan yang diklaim oleh masyarakat
sebagai ulayat sangat banyak. Dari Mesuji, Tulangbawang, hingga Lampung Tengah.
Tetapi kebanyakan pula tanah yang ditengarai punya masyarakat adat tersebut
"dikuasai' perusahaan/pengusaha. Dan "kepengolalaan" itu
berpuluh tahun, dengan atas nama HGU (hak guna usaha) maupun "hak hak
lain". Masyarakat (adat) hanya bisa menatap tanpa menikmati hasilnya.
Akibatnya, kerap warga memberontak dan ingin kembali
menguasai lahan yang diklaim miliknya turun temurun. Acap berujung berhadapan
dengan aparat keamanan dan berakibat tumbangnya korban di kedua belah pihak.
Kasus Mesuji, tambak udang, dan baru-baru ini di Lampung Tengah: mes perusahaan
dibakar warga.
Chandra Wiguna, "Kutemui Jalan Buntu"
Pinjaman (lewat) online marak. Cara mendapatkan pinjaman
dianggap mudah, masyarakat berlomba ke pinjol.
"Tengkulak" gaya modern ini semakin mencekik
masyarakat yang hidup di bawah kemakmuran. Sehingga pelunasan amat sulit
dibanding memerolehnya.Pinjol satu sisi dianggap tidak ribet saat mengajukan
peminjaman, tapi menjadi masalah ketika hendak melunasi.
Tak ayal sampai ke meja hijau dan dijebloskan ke bilik
jeruji. Seperti nasib guru TK baru-baru ini.
Devin Cumbuan Putri,
"Aku, Rumini, dan Semeru"
Semeru telah menelan banyak korban. Saat semeru erupsi
menyebarkan lahar panas maupun dingin, saat itulah terasa berbahayanya memilih
lereng pegunungan yang aktif sebagai tempat tinggal.
Bencana erupsi Semeru menyimpan dramatik yang akan dikenang
sepanjang zaman. Adalah Rumini dan Salamah, anak dan ibu yang mati berpelukan
tertimbun lumpur erupsi Semeru.
Kisah ibu dan anaknya yang menjadi korban erupsi ini
diungkap sangat dramatik.
Fitri Angraini "Si Hijau yang Seksi"
Aplikasi michat yang sejatinya positif sebagai alat
komunikasi seperti juga whatsapp dan messenger, berubah menjadi alat prostitusi
(prostitusi online).
Gambar di iklan tak seindah aslinya, membuat
"pembeli" pun kecewa. Terjadi komplain. Si perempuan bertahan untuk
tidak mengembalikan uang yang sudah deal, sedangkan si pembeli minta
dipulangkan karena tak sesuai keinginan. Seakan tertipu: membeli kucing dalam
karung.
Pejantan mati di tangan prostitusi michat di kamar hotel di
Bali di saat negara menerima tamu kehormatan G 20.
Isbedy Stiawan ZS, "Susi di Kursi Saksi"
Kasus penembakan Joshua di rumah dinas Sambo mengantar
sejumlah saksi dari polisi hingga ART. Salah satunya Susi, ART yang ditengarai
banyak tahu sejak di Magelang hingga Saguling. Hanya di Duren Tiga Susi tak
akan tahu.
Susi dianggap tidak jujur. Susi dicecar saat memberi
kesaksian. Persoalannya, apakah Susi benar-benar dusta atau sesungguhnya dia
jujur? Tetapi karena ia dalam relasi kekuasaan, maka dicurigai turut dalam
skenario yang dibuat sang majikan. Seperti juga ART Kodir.
Apakah begini nasib rakyat kecil dan tak terpelajar: jujur
saja diklaim bohong, bagaimana jika ia berdusta?
M. Yanuardi Zain, "Bintang Jatuh di Tanah Basah"
Ini kisah sang bintang yang jatuh. Begitu cepat.
Kejatuhannya pun di tanah basah.
Bertahun-tahun karier dirintis dan diperjuangkan hingga
mencapai bintang di pundak. Namun, setinggi bangau terbang suatu kelak terjatuh
pula. Pepatah lain selihai-lihai pesilat bisa terpeleset oleh kerikil.
Kejatuhan sang bintang kini menjadi pembicaraan…
Rio Fauzul, "Setoran Bangku Kuliah''
Biaya pendidikan mahal di Indonesia. Bukan lagi rahasia
umum. Akan tetapi, adanya setoran bangku kuliah? Mungkin praktik ini sudah lama
dengan menggunakan istilah "cara berterima kasih" orang tua kepada
pihak kampus – dalam hal ini pejabat yang telah menolong calon mahasiswa lolos.
Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani hanya apes.
Rektor itu terendus KPK "meminta setoran bangku kuliah" kepada orang
tua calon mahasiswa kedokteran. Cara ini dilakukan berjamaah. Ia libatkan
bawahannya.
Lalu, bagaimana nasib rakyat tak punya uang?
Stenly Octavianus,
"Ihwal Kerangkeng"
Kerangkeng atau ruang tahanan di dalam rumah Bupati Langkat
tidak akan terekspos seandainya sang bupati tak berurusan dengan anti rasuah.
Bupati Langkat tertangkap karena korupsi. Rumah pribadinya
pin digeledah. Ternyata ada bilik tahanan di rumah tersebut bersama para
tahanan.
Dari situ terkuak para tahanan itu adalah buruh di ladang
sawit yang 'nakal" lalu dikerangkeng. Perlakuan sang bupati jelas
menyalahi aturan.
Suherdi, "Izinkan Aku Memilih Childfre"
Feminisme! Itulah yang tengah diperjuangkan kaum perempuan
untuk mendapatkan hak yang lebih besar dalam relasi lelaki-perempuan. Bukan
saja di bidang karier, melainkan domestik.
Bukan saja hak yang sama dengan lelaki dalam hal bekerja,
mengasuh anak, juga pilihan untuk tidak menjadi ibu bagi anak-anak.
Perkawinan hanya sertifikasi untuk tidak disebut lajang.
Tetapi menjadi ibu, bukan semata pilihan. Rumah tangga bisa hanya dihuni
pasangan.
Meski timbul masalah kelaknya; di masa tua. Sunyi tanpa
anak. Atau kesepian di kala pasangan tiada di rumah
Teguh, "Requeim 'Omar Bakrie''
Nasib "Oemar Bakrie* sepertinya tak ada perubahan. Gaji
yang dikebiri, hidup pas-pasan, dan karier yang berjalan lambat.
Kini rasanya langka jika ada anak yang bercita-cita menjadi
guru. Profesi yang dinilai kelam. Para guru kontrak yang telat mendapatkan
gaji, SK kontrak yang tak jelas. Akibatnya sejumlah guru di Bandar Lampung
mengadukan nasibnya kepada pengacara Hotman Paris.
Wulan Octi Pratiwi, "Perempuan, Berlian di Jalan".
Kesetaraan gender selalu diperjuangkan kaum perempuan. Kuota
dalam politik antara perempau dan lelaki sebenarnya sudah menguntungkan.
Tetapi di lapangan, nyatanya relasi perempuan dan lelaki
masih belim seimbang.