Mahasiswa di ‘Prank’ PN Serang

SERANG – Sejumlah
mahasiswa gagal menggelar unjuk rasa di depan gedung Pengadilan Negeri Serang,
Banten.
Aksi unjuk rasa yang dilakukan kader HMI MPO Cabang Serang untuk
mengawal sidang gugatan perdata yang dihadapi oleh Ketua Umum HMI MPO Cabang
Serang oleh Moch Ojat Sudrajat selaku juru bicara Penjabat Gubernur Al Muktabar
itu ternyata salah tanggal.
Pasalnya, dalam relaas atau surat penggilan yang diterima,
tertulis tanggal sidang pada 2 Mei. Sedangkan, persidangan dilaksanakan pada 11
Mei.
Padahal, mahasiswa telah menyiapkan spanduk diantaranya
bertuliskan 'Anda Digugat, Berarti Anda Dibungkam', 'Korban Pembungkaman Pj
Gubernur', Mengkritik Pemprov Banten Dibayangi Oknum LSM' dan 'Menolak
Dibungkam Orang Dekat Al Muktabar'.
Massa aksi akhirnya membubarkan diri setelah tahu bahwa
relaas pemberitahuan sidang yang dikirimkan oleh PN Serang, salah tanggal.
Rizal Hakiki selaku Kuasa hukum Ega Mahendra mengatakan
bahwa pihaknya mendapati jika pelaksanaan persidangan kliennya ternyata
dilaksanakan pada Kamis, 11 Mei 2023. Hal itu sama dengan tanggal yang
terpampang pada SIPP PN Serang. Kesalahan relaas itu pun disayangkan oleh
pihaknya.
"Hal ini tentu sangat merugikan klien kami karena
kekeliruan teknis yang dilakukan oleh jurusita PN Serang. Kami berharap PN
Serang memberikan sanksi kepada jurusita yang bersangkutan, dan melalukan
evaluasi terhadap seluruh kinerja pegawai PN Serang," ujarnya, Selasa (2/5/2023).
Terkait aksi yang dilaksanakan oleh kader HMI MPO Cabang
Serang, Rizal menuturkan bahwa hal iti merupakan bentuk solidaritas dari para
kader, atas gugatan yang diterima oleh Ketua Umum mereka. Di sisi lain, hal itu
disebut juga sebagai bentuk perlawanan terhadap pembungkaman kebebasan
berekspresi.
"Gugatan ini juga bukan hanya ditujukan kepada Ega
Mahendra sebagai individu, tetapi Ega Mahendra sebagai Ketua Umum HMI MPO
Cabang Serang. Sehingga sudah seharusnya HMI MPO Cabang Serang melakukan
perlawanan terhadap motif di balik gugatan ini," katanya.
Terkait dengan motif, pihaknya menduga bahwa gugatan
tersebut merupakan bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi dan
berpendapat, bagi masyarakat sipil. Terlebih dalih yang digunakan oleh
penggugat adalah pernyataan Ega dalam sebuah karya jurnalistik.
"Dasar pencemaran nama baik yang dijadikan objek oleh
saudara Ojat Sudrajat selaku Penggugat adalah pendapat Ega di salah satu media
pers yang mengungkapkan mengenai peristiwa kriminalisasi seorang guru yang
dituduh mencuri listrik sekolah," ucapnya.
Ia menuturkan bahwa Ega Mahendra dalam hal memberikan
pernyataan itu, memiliki kedudukan sebagai Public Defender dalam sudut pandang
Hak Asasi Manusia. Sebab, pernyataan Ega dalam rangka membela kepentingan
publik.
"Selaras dengan hal itu, ada beberapa instrumen HAM
baik internasional dan nasional yang melindungi kedudukan public defender dari
ancaman pembungkaman dan kriminalisasi," terangnya.
Advokat LBH Pijar Harapan Rakyat itu menuturkan, hukum
memang mengenal asas actio popularis, yang menyatakan bahwa setiap warga negara
berhak untuk mengajukan gugatan. Namun menurutnya dalam perkara yang melibatkan
klien dia, terdapat itikad buruk atau vexatious lawsuit.
Maka dari itu, pihaknya yang memandang bahwa gugatan
tersebut merupakan bentuk upaya kriminalisasi dan pembungkaman terhadap hak
demokratis masyarakat, akan menempuh jalur hukum agar hal itu tidak kembali
terjadi di kemudian hari. Tindakan hukum yang akan dilakukan antara lain
melakukan laporan polisi dugaan tindak pidana pengancaman dengan pencemaran
nama baik.
"Selain itu, tidak menutup kemungkinan kami akan ajukan
gugatan di Pengadilan Negeri. Pada pokoknya seluruh instrumen hukum dan HAM
akan kita maksimalkan tempuh guna menjadikan pelajaran kepada yang bersangkutan
dan publik, bahwa kebebasan berpendapat dan berekspresi kita semua saat ini
sedang diujung tanduk," tegasnya.
Sementara itu, Al Muktabar saat dikonfirmasi mengaku enggan
berkomentar banyak. Sebab, hal itu sudah masuk ke ranah pribadi sang penggugat.
Dirinya sebagai Penjabat Gubernur maupun pribadi,
"Dalam konteks itu saya tidak tahu menahu. Dalam
kerangka itu, hak-hak pribadi gitu yah, saya tidak ada hubungannya dengan itu.
Itu yang menjadi hal mendasar dari apa yang terjadi. Oleh karenanya karena ini
dalam kerangka hukum, maka hukum yang paling pas ya," tandasnya.