PBB : India Pakistan Tidak Seharusnya Ubah Status Khasmir

PBB : India Pakistan Tidak Seharusnya Ubah Status Khasmir
(foto: Volkan Bozkir/Reuters)

Monologis.id-Presiden Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan bahwa kedua negara (India-Pakistan) harus  menahan diri dalam mengambil langkah yang akan mengubah status wilayah (Khasmir) yang disengketakan. Demikian kata presiden Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNGA), saat kedua negara saling bertukar tuduhan atas Wilayah (Kashmir) yang ada di Himalaya pada minggu ini. Seperti dilansir dari kantor berita Aljazeera pada (28/5).

 

Pernyataan Presiden UNGA Volkan Bozkir dijelaskan pada konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mehmood Qureshi di ibu kota Pakistan, Islamabad pada hari Kamis (27/5).  saat dia melakukan akhir kunjungan selama tiga hari di negara mayoritas Muslim itu.

 

"Kedua partai berkuasa, semua pihak yang ada, harus menahan diri dalam mengambil langkah-langkah yang dapat mempengaruhi status perdamaian di wilayah Jammu dan Kashmir," kata Bozkir, mantan diplomat dan politisi Turki yang menjabat presiden Majelis Umum PBB (UNGA) pada September 2020.

“Menurut saya, inilah bagian yang paling penting dari cara kami memandang kasus ini.” Lanjut Bozkir.

 

Secara historis India dan Pakistan telah berperang sebanyak dua dari tiga perang berskala besar sejak memperoleh kemerdekaan pada tahun 1947 atas Kashmir, yang keduanya mengklaim secara penuh atas wilayah tersebut tetapi mengelola bagian-bagian yang terpisah.

 

Pada Agustus 2019 lalu, India mencabut status konstitusional (wilayah) khusus kepada Kashmir yang dikelola India. Yang menurut Perdana Menteri India Narendra Modi saat itu ditujukan guna meningkatkan pembangunan dan membawa wilayah itu ke dalam arus utama administratif negara  mereka.

 

Sementara Pakistan menentang langkah tersebut, kemudian menuduh India berusaha untuk menyerap wilayah tersebut tanpa resolusi bilateral dari perselisihan yang sedang berlangsung.

Pakistan juga menuduh India berusaha mengubah demografi wilayah mayoritas Muslim, melalui undang-undang domisili baru, yang disahkan oleh pemerintah Modi pada tahun lalu.

 

Dalam merespon hal ini, Bozkir sebagai presiden majelis Umum PBB, tidak merinci apakah pernyataannya itu merujuk pada aksi 2019 dan 2020 yang dilakukan pemerintah India.

"Saya harus menegaskan kembali bahwa posisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jammu dan Kashmir diatur oleh piagam PBB, dan resolusi Dewan Keamanan yang masih berlaku," katanya.

“Perjanjian Simla India dan Pakistan tahun 1972 yang menyatakan bahwa status akhir Jammu dan Kashmir harus diselesaikan dengan cara damai sesuai dengan Piagam PBB.” Tambahnya.

Bozkir juga mendesak Pakistan untuk mengangkat masalah Kashmir di PBB "lebih kuat"  melobby dan meminta sesi khusus tentang masalah tersebut, sehingga dapat meraih dukungan negara lainguna  mengajukan petisi untuk masalah ini.

 

Sementara Pada hari Kamis (27/5), kementerian luar negeri Pakistan mengeluarkan bantahan atas komentar yang dibuat oleh Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar sehari sebelumnya, yang menuduh Islamabad mengizinkan "infiltrasi" pejuang pro-kemerdekaan ke Kashmir yang dikelola India menjadi bagian wilayah Pakistan.

“Alasan penembakan (di perbatasan de facto telah dibagi wilayah] adalah infiltrasi, jadi jika tidak ada infiltrasi jelas tidak ada alasan untuk menembak,” kata Jaishankar dalam seminar yang diselenggarakan oleh Hoover Institution di Amerika Serikat pad kamis (27/5).

Jaishankar juga menyebut bahwa ada  terorisme lintas batas  sebagai salah satu isu antara kedua negara (india Pakistan).

 

Atas pernyataan tersebut, Kementerian luar negeri Pakistan dengan tegas menolak  tuduhan Jaishankar dalam sebuah pernyataan lain pada hari Kamis (27/5).

“ kami menolak tuduhan infiltrasi lintas batas dan menyatakan bahwa perdamaian dan keamanan di wilayah itu terancam karena kebrutalan India terhadap orang-orang Kashmir. mendukung untuk menyelesaikan sengketa Jammu dan Kashmir sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa”. Demikian bunyi pernyataan dari kementrian luar negri Pakistan.

 

Sebelumnya Hubungan antara India dan Pakistan hampir dibekukan sejak serangan Februari 2019, terhadap konvoi pasukan keamanan India di kota Pulwama, Kashmir yang dikelola India. Kejadian ini menewaskan lebih dari 40 orang. India saat itu menyalahkan kelompok bersenjata yang berbasis di Pakistan atas serangan itu.

Kelanjutan atas peristiwa tersebur di respon oleh India dengan mengebom wilayah Pakistan, lalu tentara Pakistan melakukan serangan udara balasan di Kashmir yang dikelola India.

Ketegangan mereda setelah pilot jet tempur India yang ditembak jatuh oleh angkatan udara Pakistan dikembalikan ke India, tetapi hubungan formal tetap tenang.

Akhirnya secara mengejutkan, militer kedua negara menegaskan kembali komitmen mereka terhadap perjanjian gencatan senjata tahun 2003 di Garis Kontrol. yang membagi Kashmir yang dikelola India dan yang dikelola Pakistan.

 

Sejak saat itu, beberapa pejabat senior Pakistan. termasuk panglima militer negara itu, mengatakan Pakistan sedang berusaha untuk menyelesaikan semua sengketa bilateral yang luar biasa dengan tetangganya melalui jalan dialog.

Pada bulan April lalu, sumber dari senior Pakistan menguraikan ada beberapa langkah spesifik yang diharapkan pakistan dari India jika dialog bilateral akan dilanjutkan.

 

Sementara Di India, menyiratkan bahwa semua  pernyataan publik oleh para pejabat tentang pertanyaan pembicaraan bilateral lebih dingin.

“Saya pikir saat ini penting jika ada pemikiran yang sejalan bahwa perlu ada hubungan (dengan Pakistan) yang lebih baik dengan India,” tegas kata Jaishankar Mentri luar negri India pada hari Rabu (26/5).