Selayang Pandang Tentang Pajak Restoran Atau Pajak Pembangunan

Selayang Pandang Tentang Pajak Restoran Atau Pajak Pembangunan

Oleh: Ahmad Muslimin, S.E*

Dasar utama penerapan Pajak Restoran atau Pajak Pembangunan 1 (PB-1) yang di kenakan kepada Restoran dan/atau usaha kuliner adalah Undang-Undang(UU) Nomor: 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retsibusi daerah(PDRD) dan adanya PERDA di tiap daerah dalam menentukan objek pajak restoran atau sejenisnya.

Tarif pajak restoran/PB-1 paling besar di kenakan 10% atas jumlah pembayaran yang di terima oleh restoran dari konsumen yang membeli produk yang di jualnya.

Restoran sebagai objek pajak PB-1 dapat di artikan berupa penyedia fasilitas yang menjual makanan dan minuman dengan di pungut bayaran yang meliputi; rumah makan, kantin, warung, bar, caffe, pub, wisata kuliner dan/atau sejenisnya, termasuk jasa boga atau usaha katering.

Pajak restoran/Pajak pembagunan 1/PB-1 hanya di pungut oleh PEMDA Kota/kabupaten kepada pelaku usaha restoran/kuliner yang nilai penjualannya melebihi batas tertentu sesuai peraturan perundangan yang telah di tetapkan oleh PEMDA di sebuah kota/kabupaten. Setiap PEMDA di sebua kota/kabupaten dalam menetapkan nilai penjualannya bervariasi.

Kemudian Pajak restoran/pajak pembangunan/PB-1 pengadministrasiannya berada pada PEMDA kota/kabupaten sebagai penerima PB-1 yang jadi Pendapatan Asli Daerah(PAD) dan masuk ke KAS Daerah baik secara langsung maupun via bank yang di tunjuk sehingga terakumlasi jadi APBD.

Dan di provinsi Lampung dalam hal pengadministrasian PB-1 di tiap PEMDA pada kota dan kabupaten pengadministrasian awal mengunakan taping box sesuai ketentuan dan arahan dari KPK RI. Sedangkan mesin taping box di sediakan oleh Bank Lampung yang di sewa dari sebuah vendor. Kemudian Wajib pajak PB-1 menyetorkan PB-1 yang di terimanya dari konsumen ke rekening bank Lampung. Dengan adanya setoran PB-1 yang pengadministrasian awalnya gunakan taping box yang di pasang pararel pada mesin hitung kasir dan printer struk di tempat lokasi usaha resto/kuliner dan para pengusaha restoran/kuliner secara tertib, berkala, sadar sebagai salah satu garda terdepan perekonomian nusabangsa dan penuh rasa bertanggung jawab untuk menyetorkan PB-1 ke bank lampung maka PAD tiap PEMDA di kota dan kabupaten dalam provinsi Lampung - Indonesian jadi meningkat. Dan PAD yang berasal dari PB-1 yang terhimpun dalam APBD kembali lagi kepada konsumen atau seluruh warga yang bermukim di kota/kabupaten dan dapat di rasakan pula oleh konsumen yang tidak bermukim di kota/kabupaten tempat si konsumen belanja pada resto yang jadi wajib pajak PB-1.

Pajak restoran/pajak pembangunan 1(PB-1) yang di kenakan kepada sebuah restoran/usaha kuliner di tetapkan oleh PEMDA Kota/kabupaten setelah biaya service yang di bebankan kepada konsumen yang belanja, yang kemudian jadi pajak terutang setelah ada transaksi yang wajib di setor oleh pihak pengelola usaha restoran/kuliner kepada PEMDA di kota/kabupaten tempatnya berusaha.

Sebagai catatan bersama, Tidak semua usaha restoran/kuliner di kenakan pajak restoran/PB-1. Hanya usaha restoran/kuliner yang sudah mencapai bruto tertentu saja yang jadi objek PB-1. Sesuai dengan peraturan pajak yang akan di kenakan atas pajak restoran. Dan usaha restoran/kuliner yang sudah kena pungutan PB-1 tidak perlu lagi di kenakan Pajak Pertambahan Nilai(PPN) 10% yang pengadministrasiannya di laksanakan oleh pemerintah pusat Via Direktorat Jenderal Pajak di tiap daerah.

Adapun objek pajak restoran/PB-1 adalah pelayanan yang di sediakan oleh pengusaha resto/kuliner yang meliputi; pelayanan penjualan makanan dan minuman yang di beli atau di konsumsi oleh pembeli, baik yang langsung di nikmati oleh konsumen di lokasi beli atau di beli untuk di bawa pulang/ke suatu tempat maupun di beli dengan memesan via aplikasi digital.

Dan yang tidak masuk dalam objek pajak PB-1, yaitu: "pelayanan yang di sediakan restoran yang pengelolaannya tergabung / jadi satu dengan sebuah hotel", Karna hotelnya telah kena pajak sesuai yang di atur dalam peraturan perundangan pajak yang berlaku. Selain itu yang tidak masuk dalam objek pajak PB-1 adalah: "pelayanan yang di sediakan oleh sebuah usaha resto/kuliner yang nilai jualnya tidak lebih dari Rp.200.000.000/tahunnya", maka objek usaha resto/kuliner yang nilai penjualannya di bawah Rp.200jt/tahun tidak masuk dalam objek pajak PB-1.

Sedangkan yang jadi subjek pajak restoran/PB-1 adalah: "orang pribadi maupun badan yang membeli makanan atau minuman dari suatu restoran/usaha kuliner atau tempat makan yang di kunjungi oleh konsumen".

Selain pajak daerah, Pajak yang dapat di kenakan atas usaha restoran/kuliner/kafetaria/usaha sejenisnya ada beberapa jenis pajak lainnya yang juga dapat di kenakan adalah, sebagai berikut:

-PPh 21, yakni: Pajak yang di bebankan dari pemotongan gaji karyawan dan non karyawan.

-PPh 4(2), yakni: Pajak atas sewa Asset/bangunan milik orang lain yang di sewa oleh si pengusaha restoran/kuliner.

-PPh 22, yakni: Pajak yang di kenakan jika resto yang di kelola melakukan impor dan pajak di bayar di muka sebesar 7,5% dan daerah yang memiliki aturan API di kenakan pembayaran pajaknya sebesar 2,5% di bayar di muka.

Tentang hitungan pengenaan pajak restoran/PB-1 merupakan sejumlah bayaran yang di terima atau yang seharusnya di pungut oleh restoran.

Rumusnya:

Pajak restoran = Dasar Pengenaan Pajak(DPP) X tarif pajak.

Sebagai contoh:

Pulan belanja ke Bakso Sony dan kemudian membeli beberapa varia produk makanan dan minuman. Pesanan Pulan di bayar ke kasir sesuai nilai yang tercantum pada struk penjualan sesuai nilai produk yang di belinya adalah sebesar Rp.200.000.

Maka perhitungan pajak resto yang di terima PEMDA adalah: "Rp.200.000 X 10% = Rp.20.000 dari transaksi si Pulan di bakso Sony yang wajib di storkan ke bank Lampung. Transaksi ini tercatat dalam mesin taping box. Dan mesin taping box tidak berfungsi jika kabel pararelnya dengan sengaja di copot dari mesin hitung kasir dan mesin printer pencetak struk belanja konsumen. Dan perbuatan demikian secara hukum tidak boleh, Begitu pula menahan pajak PB-1 secara hukum tidak boleh di lakukan karna bisa masuk ranah atau bisa masuk dalam kategori perbuatan pidana.

Salam Indonesia sehat dan jangan lupa disiplin dalam melaksanakan protokol kesehatan di masa pandemi COVID-19 yang masih berlangsung.

 

*Ketua Dewan Pengurus Wilayah Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Gema Masyarakat Lokal (DPW LPKSM GML) Provinsi Lampung.