Jadi Narasumber Hari Wayang Nasional, Jihan: Lampung Berhasil Terapkan Budaya Inklusif di Indonesia

Jadi Narasumber Hari Wayang Nasional, Jihan: Lampung Berhasil Terapkan Budaya Inklusif di Indonesia
Foto: Istimewa

JAKARTA-Wakil Gubernur Lampung Jihan Nurlela menjadi narasumber peringatan Hari Wayang Nasional ke-7 yang digelar Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (Senawangi) di Gedung Pewayangan Kautaman, Jakarta Timur, Jumat (7-11-2025),

Pada acara bertema “Strategi dan Pemikiran Pemajuan Kebudayaan Daerah untuk Mewujudkan Budaya Tradisi yang Inklusif" tersebut, Jihan menyampaikan bahwa Provinsi Lampung merupakan contoh nyata keberhasilan penerapan budaya yang inklusif di Indonesia.

Jihan menekankan bahwa Lampung adalah daerah yang mencerminkan keberagaman sekaligus harmoni sosial.

“Di Lampung, masyarakat Suku Jawa justru menjadi kelompok mayoritas jika dibandingkan dengan masyarakat asli suku Lampung. Namun kita semua hidup berdampingan dengan rukun. Ini bukti nyata bahwa budaya inklusif benar-benar terwujud di Lampung,” ujarnya.

Jihan mencontohkan akulturasi budaya yang terjadi melalui kehadiran Wayang Sekelik, yang merupakan hasil dari perpaduan antara budaya suku Lampung dan suku Jawa, yang kini menjadi bagian dari identitas budaya daerah. “Budaya wayang sangat diterima masyarakat Lampung, bahkan banyak desa pribumi yang antusias menggelar pertunjukan wayang kulit,” tambahnya.

Jihan menjelaskan bahwa penerimaan budaya luar di Lampung tidak lepas dari falsafah hidup masyarakat Lampung, yaitu Piil Pesenggiri, yang mengandung nilai-nilai nemui nyimah, nengah nyappur, sakai sambayan, dan Bejuluk Beadek. Nilai-nilai inilah, yang menumbuhkan sikap terbuka dan menghargai keberagaman.

“Falsafah Piil Pesenggiri inilah yang membuat masyarakat Lampung mudah beradaptasi dan menerima budaya dari luar tanpa kehilangan jati dirinya,” jelasnya.

Jihan juga menegaskan bahwa kebudayaan bukan sekadar warisan, tetapi harus menjadi nafas pembangunan daerah. Karena itu, Pemprov Lampung berkomitmen memperkuat ekosistem budaya melalui lima strategi utama:

Pertama, digitalisasi dan pendataan objek pemajuan kebudayaan (OPK) melalui platform Lampung Culture Data agar data kebudayaan bisa diakses publik.

Kedua, pendidikan dan regenerasi pelaku budaya, untuk menarik minat generasi muda dalam mengembangkan seni tradisi.

Ketiga, penguatan ekosistem kreatif dan pasar budaya, agar kebudayaan tidak berhenti di tataran seremonial tetapi menjadi sumber pemberdayaan masyarakat.

Keempat, kolaborasi komunitas dan diplomasi budaya, termasuk penyelenggaraan Krakatau Festival (K-Fest) sebagai agenda nasional yang memadukan unsur budaya, musik, dan kuliner.

Kelima, tata kelola dan pemberdayaan berkelanjutan, melalui integrasi kebijakan kebudayaan ke dalam RPJMD dan RKPD, serta dukungan CSR dari dunia usaha.

Selain itu, Jihan juga menyoroti pentingnya pemanfaatan teknologi informasi dalam promosi budaya daerah agar tidak tertinggal dari bangsa lain.

"Dulu saya tidak pernah membayangkan bisa hafal lagu Korea. Tapi sekarang budaya mereka dikenal di seluruh dunia karena memanfaatkan teknologi. Tantangannya, apakah kita mau menjadi influencer budaya kita sendiri, atau hanya jadi penonton?” ungkapnya.

Jihan menegaskan bahwa Pemprov Lampung juga memiliki Perda Nomor 11 Tahun 2024 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan, yang menjadi turunan dari amanat UUD 1945 Pasal 32 ayat 1, serta UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Menutup paparannya, Jihan menyampaikan rasa bangga atas keberagaman masyarakat Lampung yang tetap harmonis dalam keberagaman budaya.

Jihan menegaskan bahwa Budaya inklusif bukan hanya soal pelestarian, tapi bagaimana budaya menjadi jembatan yang mempererat persatuan. Lampung adalah contoh nyata.

Untuk diketahui bahwa Hari Wayang Nasional diperingati di Indonesia setiap tanggal 7 November setiap tahunnya. Hari Wayang Nasional ini diperingati karena Wayang merupakan salah satu pilar utama seni budaya bangsa Indonesia yang di akui dunia. Dalam wayang mengandung pelajaran, fatwah, dan simbol-simbol yang menjadi nilai hidup dan moral bangsa Indonesia, terutama masyarakat Jawa.