Belajar Kemanusiaan Utuh Yang Tak Rapuh

Belajar Kemanusiaan Utuh Yang Tak Rapuh
Prastowo Yustinus (Foto: Istimewa)

Oleh : Prastowo yustinus *)

Sabtu pagi, saya hening, tercenung merenung. Saya bersyukur dapat membantu salah satu putri terbaik bangsa, Ibu Sri Mulyani. Penuh dedikasi, loyalitas, rasa cinta tanah air - yang setiap detik denyut hidupnya digelayuti nyala memikirkan nasib rakyat dan kebaikan bangsa. Bukankah itu kewajiban setiap warga negara kepada negara bangsa nya.? Ya.! Melampaui kewajiban bahkan, Ibu Sri Mulyani memaknai ini sebagai panggilan sejarah.

Undangan untuk berbakti mencintai bangsa ini, dengan segala daya upaya, ikhtiar, dan harapan. Nyala itu yang memampukannya tetap sehat dan bersemangat. Saya jatuh dalam malu. Kerap saya tak habis pikir, energi apa yang membakar semangat dan gairah beliau bekerja sekeras dan setulus ini. Dari subuh hingga larut malam, beliau dijejali dan disibukkan oleh angka, usulan, problema, dan dilema.  Bak air bah, semua datang bertubi, tapi tetap disambut dengan riang.

Apakah ia pernah gundah.? Tentu saja. Kegundahan memikirkan situasi saat ini, kegalauan akan hari esok dan masa depan. Tentang banyak tantangan dan gejolak. Tapi tak sekalipun saya menjumpai beliau mengeluh sedih dan letih. Tak sekalipun bicara tentang hal buruk dan kurang dari kolega. Saya tahu beban di pundaknya teramat berat. Pikirannya penuh, dan pasti jenuh. Tekanan pun cukup pasti amat kuat. Toh Ibu Sri Mulyani tetap optimis, rasional, dan dingin. Jika penat dan lelah, tak jarang ia meraih gitar, memetik dan bernyanyi. Itu penutup indah beberapa rapat.

 

Usai terbenam dalam rutinitas rapat, berbagai topik dengan banyak pemangku kepentingan - dari pelaku usaha hingga Presiden, dari mahasiswa hingga DPR - ia tetap berbagi harap. Kerisauan dan beban itu tak ingin ditampakkan kepada anak buah dan jajaran. Ia menantang utk teguh & tangguh. Semua dilakoni dengan kesungguhan hati. Dengan sikap ingin mendengarkan dan saling berbagi.  Bahkan semua dianggap penting dan diperlakukan baik. Pesan beliau jelas, jangan pernah bicara tak proper pada orang lain, kita harus saling dukung. Ini saatnya bersatu agar kita kuat.

Pelajaran penting yang saya petik dari seorang Sri Mulyani adalah pentingnya meracik secara imbang dan bijak sisi pengetahuan, rasionalitas, rasa, dan intuisi. Kepemimpinannya kuat, ditunjukkan dengan arahan yang jelas dan tuntutan standar kualitas yang tinggi dari kinerja jajarannya.  Meki Sri Mulyani yang dibayangkan melulu rasional dan kering, sangat keliru besar.

Pengalaman memang guru terbaik. Itu semua terpancar dari tiap kata yang keluar: berkelas, memecahkan masalah, dan menunjukkan jalan keluar. Jelas itu tak dibangun dari kerja dan jejak semalam belaka. Soal kejelian, tiada duanya. Kata per kata, angka demi angka, halaman demi halaman paparan dipelototi, dicermati, dan dikuliti.  Semua diuji dengan pertanyaan dan gugatan tajam. Bukan utk menghardik atau memuaskan ego, tapi demi kebijakan yang kredibel dan akuntabel. Terharu.  Waktu beliau mengajak saya bergabung, satu hal yang ditegaskan olehnya, bahwa dia orang yang lugas dan pedas. Kamu harus siap dan maklumi. Saya merasakannya sebagai menu harian, tapi tak membosankan, justru menguatkan dan menempa. Keterusterangan yang tulus, kejujuran yang menjadi suri tauladan.

 

Saya bisa menangkap saat beliau merasakan beban berat dan sendiri. Kesendirian yang otentik dan substantif. Bak berada pada palung eksistensial yang digelayuti percabangan pikiran. Tapi toh semua itu bisa dilampaui oleh motif pengabdian yang sangat kuat. Terlalu kuat bahkan.....

Hal paling berat misalnya, mengambil keputusan penting buat negara. Beliau mendengarkan semua pihak, meminta semua jajaran membuka mata telinga, mengencourage dan sungguh2 melayani. Itu yang buat kami menguatkan. Beban & tanggung jawab kami masih kecil, malu kalau mengeluh dan patah. Saya kebetulan hanya pendengar dalam rapat. Saya bisa bayangkan seorang Menkeu dan para pejabat Kemenkeu yang harus bekerja 24 jam.  Tak jarang sehari rapim 3 kali, dari pagi, hingga larut malam. Tapi pengorbanan terbayar ketika kebijakan tuntas dan dapat diimplementasikan dengan baik.

 

Saya ingat, di suatu rapim secara online, Ibu menutup rapat dengan menyanyikan lagu Banyu Langit Didi Kempot, sambil bergitar. Beliau adalah penggemar Didi Kempot, hafal dan menjiwai lagunya. Lebih dari itu, perjuangan Didi Kempot adalah inspirasi bagi beliau. Sobat ambyar!

Tapi jangan ambyar, Ibu....kami bangga jadi bagian penting perjalanan bangsa ini. Membantu srikandi yang mengabdikan seluruh hidup, memberikan sepenuh waktu, menggadaikan kegembiraan & waktu buat keluarga. Teruslah kuat, menginspirasi, dan membantu Pak Jokowi dan bangsa ini.

Kadang jadi malu kalau mengeluh. Tak jarang Sabtu atau Minggu pun tetap rapat, demi memastikan semuanya baik-baik saja. Terharu ketika Ibu minta ijin tak rapat dulu, demi bisa bermain bersama cucu. Di balik kehebatanmu, kami belajar tentang kemanusiaan yang utuh dan tak rapuh. Bravo!

 

*) Juru Bicara kemenkeuRI