Komak Endus Ada Dugaan KKN Tersetruktur dan Sistematis di RSUDAM

Komak Endus Ada Dugaan KKN Tersetruktur dan Sistematis di RSUDAM
Foto: Istimewa

BANDARLAMPUNG - Konsorsium Anti Korupsi (Komak) Lampung mengendus ada dugaan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme secara tersetruktur dan sistematis dalam proses tender hingga pelaksanaan pekerjaan proyek bernilai puluhan miliar di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) di tahun anggaran 2022.

Ketua Presedium Komak Ichwan menegaskan, perilaku koruptif ini sudah menjadi hal yang biasa diduga dilakukan di rumah sakit plat merah tersebut.

“Indikasi upaya membebankan nilai setoran fee proyek ke dalam nilai kontrak pemenang tender yang sudah terkondisi sebelum proses lelang,” papar Ichwan, Senin (5/12/2022).

Tujuanya kata dia, selain mengganti pengeluaran uang setoran fee proyek yang sudah menjadi kewajiban rekanan juga guna meraup keuntungan sebanyak-banyaknya.

Dalam penayangan tender melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)  pada website lpse.lampungprov.go.id, terdapat 2 (dua) paket proyek diantaranya paket proyek Lanjutan Pembangunan Gedung Perawatan Bedah Terpadu dengan nilai  HPS, Rp.32.113.136.706, dimenangkan PT. Satria Karya Tinata, dengan nilai kontrak Rp. 31.049.566.223.dan paket proyek Revitalisasi Gedung Mahan Munyai dengan nilai HPS Rp.7.120.939.050. dimenangkan CV. Anabae Karya dengan penawaran yaitu Rp. 6.805.377.434.

Kedua paket proyek tersebut sama-sama berstatus tender ulang. Jika diamati pada history tender baik yang gagal dan yang berstatus hasil tender ulang sangat jelas pengkondisianya.

“Termasuk harga penawaran yang sangat berdekatan dengan HPS. Jika mengacu pada Pasal 83 Perpres No. 54 Tahun 2010 yang telah beberapa kali dirubah terakhir Perpres  No. 12 Tahun 2021 tentang tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, keduanya jelas masuk dalam kategori tender yang terindikasi korupsi” terang Ichwan.

Akibat tidak adanya efesiensi anggaran menurut Ichwan, harga pekerjaan menjadi lebih tinggi, kemahalan harga dan mark’up harga satuan.

“Jika sejak awal sudah terindikasi syarat penyimpangan serta Kolusi, Korupsi dan Nepotisme, maka hasil pekerjaan kedua paket proyek tersebut patut diduga merugikan keuangan Negara/daerah” tutur dia.

Sebelumnya, pada tahun anggaran 2021 lalu, RSUDAM sebagai Badan Layanan Umum (BLU) di lingkungan pemerintah Provinsi Lampung yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat harus menelan pil pahit dari hasil pemeriksaan BPK RI akibat pelaksanaan proyek pembangunan bernilai puluhan miliar, pihak rekanan diminta mengembalikan kelebihan pembayaran yang tidak tanggung-tanggung  mencapai 2,9 miliar.

Berdasarkan temuan BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung menemukan pekerjaan senilai Rp2,92 miliar tersebut tidak sesuai spesifikasi, ada pengurangan volume dari nilai Rp73,38 juta pada pelaksanan proyek konstruksi Gedung Perawatan Bedah Terpadu dan Pembangunan Gedung Perawatan Neurologi.

Komak berharap, penegakan hukum atas penanganan perkara korupsi semacam ini jangan sampai lemah atau terkesan tidak jelas alias abau-abu.

“Meski ada upaya mencicil mengembalikan kerugian Negara hal tersebut tidak akan menghilangkan pidananya. Parahnya lagi tidak membuat pelaku kapok, justru kedepanya akan berbuat mengulangi korupsi lagi tapi dengan pola modus yang lebih rapih” cetus Ichwan.