GML Tuding Ada Mafia Tanah Dibalik Kasus Pengusiran Paksa Rumah Pensiunan Bea Cukai Panjang

GML Tuding Ada Mafia Tanah Dibalik Kasus Pengusiran Paksa Rumah Pensiunan Bea Cukai Panjang
Foto: Istimewa

BANDARLAMPUNG – Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Gema Masyarakat Lokal (GML) Indonesia Provinsi Lampung menuding ada praktik mafia tanah terkait pengusiran paksa oleh Dirjen Bea dan Cukai Inspeksi Panjang terhadap lima pemilik rumah di Jl Mataram dan Jl.HOS Cokroaminoto, Rawalaut, Bandarlampung.

Kelima pemilik rumah yakni Martinus Suwardi, Sjamsul Bahri, Bambang Rochadi, M.Rasjad Abdullah, dan S.Harjoko. Mereka merupakan pensiunan pegawai Bea dan cukai Panjang.

Ketua DPW GML Indonesia Provinsi Lampung Achmad Munawar menjelaskan, pengusiran paksa terjadi sejak 1990 silam. Padahal, para pensiunan pegawai Bea dan Cukai tersebut telah membeli rumah tersebut sejak 1967.

“Seperti Almarhum Bapak Sjamsul Bahri. Gajinya di potong setiap bulan untuk membayar sewa beli rumah negeri di setorkan kepada departemen keuangan berdasarkan surat penagihan nomor 13/X/Keu/SWR/173. Dengan jumlah uang sewa beli setiap bulannya yang di setorkan sebesar Rp162,50,” ungkap Munawar, Senin (10/4/2023).

Kemudian ahli waris membayar lunas sewa beli rumah negeri golongan III ke Kementerian Keuangan RI melalui Ditjen Perbendaharaan KPPN pada 5 Januari 2015 dibuktikan dengan adanya Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) sebesar Rp12.187,50.

Namun, rumah yang di huni Sjamsul Bahri bersama keluarganya disegel dari luar dengan akses keluar masuk di paku dari luar tanpa ada keputusan pengadilan dan arus listrik di putus. sehingga mereka terkurung di dalam rumah tanpa penerangan dan akses keluar masuk lewat atap rumah, selama berbulan - bulan.

Konflik terjadi saat Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Bandarlampung Arif mengajukan permohonan pembuatan sertifikat hak pakai pada tanah dan bangunan seluas 1.880M persegi di Jalan Mataram.

Pada 21 Maret 2001 Departemen Keuangan Republik  Indonesia Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kantor Wilayah III Palembang Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A Bandarlampung menerbitkan surat pernyataan nomor: 344/wbc.03/kp.07/2001 yang ditandatangani oleh Pjs Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Bandarlampung M Amin Suradinata yang menyatakan bahwa Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Bandarlampung telah menguasai satu bidang tanah yang terletak di Jalan Mataram

Dalam surat itu juga menyatakan tanah tersebut sudah di kuasai secara fisik sejak 1954 dan sudah tercatat dalam daftar inventaris (aset) kantor pelayanan bea dan cukai bandar Lampung serta tidak ada permasalahan / sengketa dengan pihak lain baik sengketa batas maupun sengketa pemilikan.

Kemudian Kantor Pertanahan ATR/BPN Kota Bandarlampung menerbitkan sertifikat hak pakai (SHP) nomor: 38/E atas nama DEPKEU RI yang berlaku sampai 25 tahun sejak diterbitkan pada tanggal 06 agustus 2001 s/d 06 agustus 2026.

Terkait penerbitan SHP tersebut, Linda Syamsul selaku ahli waris almarhum Sjamsul Bahri  mengkonfirmasi kepada pihak Kelurahan Enggal. Hasilnya pihak kelurahan menerangkan bahwa pembuatan SHP tersebut, pihak pemohon Bea Cukai Panjang tidak pernah menghubungi dan melibatkan ketua RT 03 saat itu Asmanu Aksa.

Kemudian, Kelurahan Enggal menerbitkan surat keterangan pada 08 Juli 2011 bahwa SHP tersebut sidak sah. Surat tersebut ditandatangani oleh Ketua RT 03 yang lama Asmanu Aksa, Ketua RT 03 yang menjabat Drg M.Fairizal Idwan dan mengetahui Lurah Enggal Samsul Bahri.

Namun, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean B Bandarlampung justru melaporkan Linda Syamsul dan suaminya ke Polresta Bandarlampung dengan tuduhan penyerobotan rumah dinas Bea Cukai.

“Dari serangkaian peristiwa dalam proses pembuatan SHP tersebut kami menduga ada praktek mafia tanah dalam kasus ini,” tegas Munawar didampingi  Ketua Dewan Pengurus Wilayah Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Gema Masyarakat Lokal (LPKSM GML) Provinsi Lampung Ahmad Muslimin.

Munawar menyerukan kepada Pemerintahan dan APH agar mengusut tuntas kasus tersebut dan memberantas praktek mafia tanah di Lampung.