7+3 Alasan Orang Tidak Pakai Masker

7+3 Alasan Orang Tidak Pakai Masker

Oleh: Juwendra Asdiansyah*

MASIH sangat banyak orang yg tidak mengenakan masker, terutama saat berada di luar rumah. Ada seribu dua alasan mereka. Saya rangkum tujuh saja di antaranya.

1. Ngap, engap, sesak, susah bernapas (nggak tahu dia, sesaknya kalau sudah terinfeksi corona bisa lebih parah dari sesaknya memakai masker. Ngapnya dia memakai masker belum seberapa dibanding ngapnya tenaga medis yg harus memakai APD lengkap berjam-jam).

 2. Dekat, cuma ke warung, cuma ke rumah tetangga, cuma ke musala dekat rumah (virus nyebar nggak pilih-pilih tempat, Bro, Sist. Mau dekat rumah, mau jauh dari rumah, bodo amat. Sudah pernah dengar, satu keluarga kena COVID 19 karena tertular tukang kue/tukang sayur langganan?).

3. Nanti saja kalau pergi jauh/berkendara.

4. Di sini masih aman, belum ada yg kena corona (sotoy, tahu nggak namanya orang tanpa gejala-OTG? Semua zona merah awalnya juga aman dan banyak orang sotoy seperti ini. Tunggu ada tetangga yang kena dulu baru sibuk cari masker?).

5. Yakin aja saya mah (entah yakin dengan apa, dengan siapa).

6. Saya sehat, masker untuk yg tidak sehat (ini juga sotoy).

7. Nggak punya (ehhh pas dikasih tetap saja nggak dipakai. Alasannya balik ke nomor 1 sampai 6).

Selain tujuh golongan di atas, ada tiga golongan yg keluar rumah memakai masker tapi kelakuannya seperti ini:

1. Pakai masker di leher (lu kira droplet keluar dari jakun apa?).

2. Pakai masker dan diturunkan saat ngobrol (justru droplet itu berpotensi besar nyembur saat orang batuk, bersin, atau sekadar sedang bicara. Memakai masker melindungi lawan bicaramu, juga melindungimu dari lawan bicaramu).

3. Pakai masker tapi sering diturunkan di area publik karena banyak merokok dan makan/minum.

Bro, Sist...

Hari ini, saat saya memosting unek-unek ini, COVID 19 sudah menyebar di 213 negara. Sudah 2,2 juta orang di seluruh dunia terinfeksi, dan 154 ribu di antaranya meninggal.

Di Indonesia, sebarannya sudah mencapai semua provinsi, di lebih 200 kabupaten/kota. Lebih 6.200 positif, dan lebih 500 orang meninggal dunia.

Jumlah orang yang positif hanyalah mereka yg sudah terbukti dari hasil tes/sudah dites, baik karena bergejala maupun memiliki riwayat perjalanan ke zona merah atau kontak/interaksi dengan orang yg positif.

Di luar itu, ada orang2 yang di dalam tubuhnya sudah bersemayam virus corona (carrier) tapi dia tidak tahu, orang lain pun tidak tahu. Dia merasa dan tampak sehat-sehat saja, tanpa gejala apa pun alias OTG.

Mereka ini, mungkin masih berkeliaran. Masih naik angkutan umum, berdesakan di kereta, naik ojol dan takol. Masih pergi bekerja, masih ke pasar, cuci mata ke mal. Masih takziah ke tempat orang meninggal, atau jumatan di masjid.

Mereka, para OTG ini, mungkin ada di sekitar kita, dekat dengan kita. Mungkin saja tetangga kita, teman kerja kita, sahabat kita, saudara kita, tukang sayur langganan, atau bahkan kita sendiri... Who knows?

Banyak ahli-pihak kompeten menyatakan, pandemi ini belum mencapai puncaknya. Mereka memperkirakan, masa puncak itu terjadi pada Mei, Juni, hingga Juli 2020. Ini baru medio April. Catat...masih April.

Selain diam di rumah, jaga jarak, dan cuci tangan, memakai masker adalah ikhtiar sangat penting untuk menekan penyebaran COVID 19. Untuk menjaga kita agar tidak tertular. Menjaga anak, istri, suami, ayah ibu, sanak saudara, agar tidak  tertular.

Saya, Anda, kita semua harus melakukannya. Dengan disiplin, dengan serius, dan bersungguh-sungguh.

Sikap ngeyel dan sotoy dalam situasi ini bukan hanya tak ada gunanya dan sangat menyebalkan, tapi juga menjadi "ikhtiar terbaik" mendorong penyebaran penyakit ini mencapai titik terburuk yg mungkin tak pernah terbayangkan.