Selamat Ulang tahun ke 50 PDI Perjuangan, Antara Akar Rumput dan Media Sosial

Oleh : Erizely *)
Monologis.id- Berdasarkan laporan We Are
Social, jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia sebanyak 191 juta orang
pada Januari 2022. Jumlah itu telah meningkat 12,35% dibandingkan pada tahun
sebelumnya yang sebanyak 170 juta orang. Adapun, Whatsapp menjadi media sosial
yang paling banyak digunakan masyarakat Indonesia. Persentasenya tercatat
mencapai 88,7%. Setelahnya ada Instagram dan Facebook dengan persentase
masing-masing sebesar 84,8% dan 81,3%. Sementara, proporsi pengguna TikTok dan
Telegram berturut-turut sebesar 63,1% dan 62,8%.
Berdasarkan penelitian 'Digital Reputation'
oleh Kaspersky. Dari 10 akun, 3 palsu. Umumnya mereka punya akun lebih dari
satu. Jadi kalau ada 191 juta akun sosmed, 57 juta palsu. Artinya yang riil
hanya 134 juta. Dari 134 juta itu, hanya 10% saja yang aktif, atau 13,4 juta
saja.Kalau dibedahkan lagi dari 13,4 juta itu yang aktif itu, ternyata hanya
10% saja yang setiap hari akses ke media sosial atau jumlahnya 1,3 juta orang
saja. Jadi paham ya. Suara dengung di sosmed itu hanya 1,3 juta orang doang.
Apa artinya. Sebagai media yang bertumpu
kepada iklan dan traffic, bukan lagi menarik secara bisnis. Itu bukan hanya
terjadi di Indonesia tetapi di seluruh dunia. Makanya saham provider media sosial
terus turun sejak 5 tahun lalu. Saham jaringan sosial terbesar dunia itu telah
anjlok hampir 40%. Kemarin Meta Platforms Facebook, Instagram, Messenger,
WhatsApp, Oculus, Mapillary, Workplace, Portal. telah kehilangan US$70 miliar
di pasar modal. Sahamnya terjun bebas..
Semua Partai dan korporat paham sekali dampak
media sosial itu tidak sehebat ketika puncak anyarnya tahun 2014. Sekarang
sudah decline dan menjadi media membosankan. Apalagi beragam skandal politik
melalui media sosial semakin memperburuk citra media sosial seperti kasus
kemenangan Trump dalam Pilpres, belum lagi wabah fraud lewat media sosial. Ada
loh aplikasi interface ( fake rate) yang bisa keliatan follower dan subcribe
ada puluhan juta. Padahal sebenarnya hanya puluhan ribu doang. Yang bikin heboh
hanya influencer doang.
Sejak tahun 2019, Perusahaan kini lebih fokus
meningkatkan value branded lewat media konvensional dan panetrasi pasar lewat
mutu dan harga. Sementara PDIP memang dari dulu lebih fokus menggunakan akar
rumput untuk mendekati konstituen. Caranya lewat bansos dan advokasi rakyat
kecil lewat beragam program seperti dana desa. Engga dansa sana sini ikut irama
lembaga survey dan sibuk cari koalisi capres 2024. Itulah yang membuat PDIP
semakin meroket elektabilitasnya dan percaya diri menjelang Pemilu 2024. Mereka
partai kader bukan partai pragmatis.
Nasib PKS, PKB, PSI, Nasdem dan lainnya yang
terpuruk karena sibuk onani lewat sosmed, lupa mereka yang ada di daerah
terpencil, di kaki gunung, di lereng bukit, di pula terluar. Padahal suara
mereka sama saja dengan anda yang ada di Jakarta. One man one vote. !
*) Praktisi Bisnis dan Blogger Aktif