Kasus Asusila di Ponpes, Bupati Serang: Tak Ada Toleransi

Kasus Asusila di Ponpes, Bupati Serang: Tak Ada Toleransi
Foto: Istimewa

SERANG - Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh pendidik di salah satu pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Serang, Banten, mendapat perhatian khusus Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah.

Tatu menegaskan, tidak boleh ada intervensi hukum terhadap kasus asusila, apalagi kasus kekerasan seksual terhadap anak.

“Tidak boleh ada toleransi, dan kita harus melindungi anak. Jangan sampai ada negosiasi kekeluargaan, jika menyangkut kasus asusila terhadap anak. Kesepakatan bersama kami semua, ponpes tersebut harus sukarela membubarkan diri. Tidak layak untuk mendidik anak-anak,” tegasnya, Rabu (8/3/2023).

Tatu mengaku bahwa pengawasan pondok pesantren masih memiliki kelemahan. Antara lain kekurangan personel dan penguatan regulasi.

Diketahui, ponpes tersebut ternyata tidak memiliki izin operasional.

Merespons kasus degradasi moral yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, Pemkab Serang melakukan penandatanganan komitmen bersama dengan Kantor Kementerian Agama (Kemenag), organisasi keagamaan, hingga kepolisian dan kejaksaan.

“Alhamdulillah, bahwa kami pihak pemda, kepolisian, kejaksaan, kemudian dari Kemenag, dari MUI, hingga organisasi keagaman. Kita sepakat, terkait degradasi moral atau kasus asusila di lingkungan pendidikan, pondok pesantren atau majelis taklim, harus ada sanksi sosial, dan hukum negara,” ujar Tatu.

Penandatanganan komitmen bersama ini menyangkut anak-anak yang harus dilindungi.

“Keamanannya harus kita jaga bersama, perlindungan oleh Pemda, penegak hukum, Kemenag, dan seluruh lembaga keagamaan di Kabupaten Serang. Indonesia bukan negara Islam, yang bisa dilakukan hukuman rajam atau sejenisnya, tetapi pelakunya harus diberi hukuman berat,” ujar Tatu.

Sekadar diketahui, ada sekira 17 organisasi kemasyarakatan dan keagamaan yang melakukan penandatangan komitmen bersama tingkat Kabupaten Serang. Antara lain Majelis Ulama Indonesai (MUI), PC Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, LDII, Fatayat NU, Matlaul Anwar, dan Aisyiyah.