Wakil Ketua DPR Aceh Tak Masalah Anggaran Pokir Dialokasikan untuk Penanggulangan Covid-19

ACEH - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Hendra Budian tidak mempermasalahkan jika anggaran pokir yang dimilikinya dialokasikan untuk dana penanggulangan virus covid-19 yang saat ini sedang meneror penduduk dunia, tidak terkecuali di Aceh.
"Apa konkritnya yang dilakukan Pemerintah Aceh itu? Besok kalau anggaran minta diubah, kita ubah. Kalau soal anggaran tidak masalah, termasuk pokir dan proyek-proyek tidak strategis misalnya, itu dialihkan karena ini sudah masuk pada bencana nasional. Kesiapan pemerintah untuk itu harus ditingkatkan,” tegas Hendra saat diminta tanggapannya mengenai upaya penanganan dan penanggulangan penyebaran virus corona di Aceh, Selasa (24/03).
Hendra meminta Pemerintah dan DPRA harus duduk bersama mengidentifikasi apa persoalan mendesak yang harus segera dipenuhi, dan apa yang harus dilakukan.
Lebih lanjut mantan aktivis yang dikenal vokal ini menegaskan, permasalahannya bukan pada fasilitas pokir yang dimiliki anggota dewan, namun lebih kepada aspek pengalokasiannya.
"81 anggota DPRA, berapa uangnya? Gak jadi persoalan itu. Perdebatannya bukan disitu, tapi pada pengalokasiannya. Sekarang Pemerintah Aceh punya dana Biaya Tidak Terduga (BTT) sebesar Rp118 miliar. Stok logistik di Bulog insya Allah mencukupi jika kita memiliki rencana hendak lockdown," kata dia.
Menurut Hendra, yang harus dilakukan oleh Pemerintah Aceh saat ini adalah membangun komunikasi dengan satgas nasional melalui satgas penanggulangan virus korona yang telah dibentuk di Aceh.
"Yang harus dilakukan adalah membuat terobosan, membangun komunikasi dengan satgas nasional, persoalan alat pelindung diri (APD), dimana kita mencari. Yang kedua disinfektan, bagaimana caranya seluruh fasilitas publik di Aceh dilakukan penyemprotan disinfektan. Berikutnya, biaya sosialisasi yang dilakukan oleh teman-teman TNI-Polri, Satpol PP. Soal biaya gak ada persoalan kok, uang Aceh Rp 17 triliun, berapa anggaran yang dibutuhkan. Hentikan beberapa proyek yang tidak strategis," tutur dia.
Yang dibutuhkan oleh masyarakat saat ini, sambung dia, adalah langkah konkrit Pemerintah Aceh. Seluruh pihak harus terlibat, dan tidak boleh jalan sendiri-sendiri.
"Seluruh pihak harus terlibat. Elemen kampus dilibatkan, dayah dilibatkan, sampai dengan unsur desa dilibatkan. Ini harus terintegrasi kerjanya, tidak bisa parsial. Informasi kemarin tidak ada yang positif, yang ada pasien PDP. Tiba-tiba meninggal," tegas Hendra.
Hendra juga menyinggung tentang insentif tenaga medis kesehatan sebagai pihak garda terdepan dalam penanggulangan virus Covid-19 ini.
Menurutnya, harus ada perhatian dari Pemerintah Aceh untuk meningkatkan insentif mereka.
"Karena mereka meninggalkan anak dan keluarganya dirumah. Ini harus ada perhatian lebih dari kita. Saya kira soal anggaran sama sekali gak ada masalah. Yang penting kita duduk bersama, berapa yang dibutuhkan, dan apa yang dibutuhkan. Silahkan pemerintah memanfaatkan," kata dia.
Sebagai gambaran, Hendra mengungkapkan ada Rp2,7 triliun paket proyek multiyears. Untuk biaya perjalanan dinas, terdapat alokasi anggaran kurang lebih Rp400 miliar.
Untuk itu, dia berharap dalam kondisi seperti ini tidak ada kegiatan perjalanan dinas luar daerah yang dilakukan oleh pejabat. "Untuk biaya-biaya pelatihan hampir Rp500 miliar. Banyak mata anggarannya. Tapi ini harus disepakati bersama, karena untuk merubah ini tidak bisa hanya satu pihak. Jadi, semua ini harus fokus menyelesaikan persoalan yang menjadi wabah nasional ini," pungkas Hendra.
Sebelum menutup keterangannya, Hendra kembali menekankan tentang pentingnya kerja yang teringrasi dan tidak parsial.