Vaksinasi Pelajar, Waka SMA 13 Banda Aceh Dukung Langkah Tegas Disdik Ultimatum Sekolah

Vaksinasi Pelajar, Waka SMA 13 Banda Aceh Dukung Langkah Tegas Disdik Ultimatum Sekolah
Wakil Kepala Sekolah SMA 13 Banda Aceh, Edi Syahputra, S.Pd (Foto: Im Dalisah/monologis.id)

BANDA ACEH - Wakil Kepala SMA 13 Banda Aceh Edi Syahputra mendukung langkah tegas Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh yang mengultimatum seluruh kepala sekolah di Aceh agar segera memaksimalkan program vaksinasi pelajar di sekolahnya masing-masing.

“Kita mendukung kebijakan tersebut,” ucap Edi singkat saat diminta tanggapannya mengenai penegasan Kadisdik Aceh Alhudri soal vaksinasi pelajar, Senin (20/09).

Lebih lanjut, Edi juga menceritakan beberapa kendala yang dihadapi pihak sekolah dalam menyukseskan program vaksinasi siswa ini, diantaranya sulitnya mendapatkan persetujuan vaksinasi dari orangtua wali siswa.

“Sebelum divaksin, kita memberikan surat persetujuan kepada orangtua siswa agar menandatangi pernyataan persetujuan vaksin terhadap anaknya,” jelas Edi.

Dalam surat tersebut, lanjutnya, berisi pernyataan orangtua wali siswa tentang persetujuan, berikut alasannya saat setuju di vaksin ataupun tidak.

“Kalau tidak diizinkan juga tidak dipaksakan,” imbuhnya.

Edi menegaskan, pihaknya telah beberapa kali menggelar pertemuan dengan peserta didik guna mensosialisasikan program vaksinasi siswa. Upaya ini, lanjutnya, merupakan komitmen pihaknya dalam menindaklanjuti arahan Disdik Aceh dan turut serta untuk menyukseskan program vaksinasi siswa di Aceh. Bahkan, sambung dia, dirinya melakukan upaya ‘jemput bola’ dalam memberikan pemahaman positif kepada para orangtua wali tentang pentingnya vaksinasi bagi siswa.

“Upaya yang kita lakukan bukan hanya memanggil dan memberi pemahaman tentang vaksinasi siswa, tapi saya turun langsung dengan mendatangi rumah siswa yang bersangkutan dan membangun komunikasi dengan pihak orangtua wali siswa,” terang dia.

Edi kembali menerangkan, sejauh ini dari total 43 siswa yang bersekolah di SMA 13 Banda Aceh, sebanyak 36 siswa telah divaksin, dan 7 orang sisanya tidak mendapatkan izin dari orangtua walinya.

“Tapi besok yang 7 orang ini, telah diarahkan Wali kelas untuk mendatangi rumah siswanya masing-masing dengan memberitahukan agar menyiapkan surat keterangan dari dokter tentang kenapa si anak tidak bisa divaksin. Prinsipnya harus ada alasan medis lah,” jelas Edi.

Dalam pengamatannya, Edi menilai ‘derasnya’ informasi sesat (hoaks) di media sosial tentang efektifitas vaksin COVID-19 sangat berpengaruh besar terbentuknya opini masyarakat sehingga menolak untuk divaksin. Keadaan ini, tambahnya, sangat mempersulitnya pihaknya memberikan vaksinasi.

“Banyak informasi tidak benar yang beredar di grup Whatsapp dan medsos sehingga membuat masyarakat kita percaya begitu saja pada berita bohong itu. Ada inilah, itulah, ada yang mengatakan 2 tahun setelah divaksin meninggal lah. Jadi macam-macam informasi hoaks yang beredar,” demikian ungkap Edi.