Tanahnya Dirampas SGC Justru Jadi Tersangka, Warga Tulangbawang Tuntut Keadilan

Tanahnya Dirampas SGC Justru Jadi Tersangka, Warga Tulangbawang Tuntut Keadilan
Rohimun Cs didampingi Kuasa Hukum Muhammad Munzir saat memenuhi panggilan Polres Tulangbawang | Foto: Istimewa

TULANGBAWANG-Rohimun (61) warga Desa Bakungudik, Kecamatan Gedungmeneng, Tulangbawang Lampung, mengaku tanah miliknya seluas 200 hekatare (Ha) dirampas PT. Sugar Group Company (SGC) sejak 2002 silam.

Alih-alih mendapat perlindungan hukum atas hak yang diduga dirampas paksa perusahan, Rohiman justru terancam masuk jeruji besi.

Dia menjelaskan, jauh sebelum PT SGC berdiri di Tulangbawang, dirinya bersama keluarga besar memiliki tanah di daerah tersebut yang dikenal dengan Umbul Purus Isem (perkampungan ditengah kebun), yang berisi tanaman karet, manga, dan kayu keras lainnya.

"Setelah adanya ganti kepemilikan dari PT Sweet Indo Lampung (SIL) ke PT SGP di Bakung, mereka mengklaim bahwa tanah keluarga besar kami masuk dalam HGU atau hak guna usaha perusahaan. Maka dengan alasan itu secara sepihak tanaman singkong kami digusur dan diganti kebun tebu di tahun 2002 silam," jelas Rohimun, Selasa (16/1/2024).

Dirinya menuturkan, perusahaan pada saat itu berjanji akan memberikan ganti rugi terhadap masyarakat yang telah melakukan pelepasan atas hak untuk dikelola perusahaan.

Namun, pihak keluarga besar Rohimun tidak pernah menyetujui tanah tersebut dijadikan HGU perusahaan dan tidak ada satupun surat perjanjian yang ditandatangani Rohimun dan keluarga.

"Perusahaan juga telah melakukan intimidasi pada keluarga kami di tahun 2002 itu melalui PAM Swakarsa karena kami tak ingin melepas apa yang menjadi hak kami. Buntutnya mereka (SGC) menggusur secara paksa tanam tumbuh di lahan kami dan saya serta keluarga melaporkan ke pihak kepolisian (Polres Tulangbwang). Namun, hingga kini tidak ada tanggapan," jelas Rohimun.

Warga lainnya, Erson (50) menambahkan bahwa mereka merasa lelah karena selama 21 tahun memperjuangkan milik mereka tetapi tidak ada yang membantu sehingga muncul persepsi negara ini milik para penguasa dan perusahaan besar.

"Akhirnya dalam keputusasaan kami pada Agustus 2023 lalu berusaha menduduki lahan yang memang milik kami. Dengan harapan pemerintah membuka mata membantu memperjuangkan hak kami dan meminta Presiden Joko Widodo agar membantu rakyatnya yang terzalimi oleh SGC," tuturnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Alih-alih mendapat simpati, para pemilik lahan dan keluarga besarnya justru dilaporkan perusahaan ke Kepolisian. Anehnya, laporan tersebut langsung mendapat tanggapan dengan status penetapan tersangka terhadap para pemilik lahan.

Muhammad Munzir selaku Kuasa Hukum Rohimun cs mengatakan bahwa kliennya tidak melakukan perlawanan fisik saat perusahaan menggusur secara paksa tanaman dan tanah milik mereka merupakan tindakan yang tepat. Namun melaporkan ke pihak berwajib meski tidak pernah ditanggapi.

"Laporan itu tahun 2002 tetapi hingga kini tidak ada tanggapan dari Kepolisian. Bahkan, Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) Kepolisian atau Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Kejaksaan maupun status pemberhentian kasus atau SP3 tidak pernah kami terima. Inilah bentuk ketidakadilan hukum di negeri ini, selama 21 tahun kasus itu tak berjalan," ungkap M. Munzir.

Munzir menambahkan bahwa laporan dari pihak perusahaan terhadap kliennya langsung mendapat respon dari Polres Tulangbawang bahkan telah memasuki tahapan penetapan tersangka.

"Kami (tim kuasa hukum) telah berkoordinasi dengan Mabes Polri agar dapat mengambil langkah hukum kepada para oknum Kepolisian apabila ditemukan bermain dalam kasus Rohimun cs. Ini merupakan bentuk ketidakadilan yang harus diperjuangkan bersama-sama dan kami meminta dukungan seluruh elemen masyarakat yang peduli terhadap hukum di Indonesia," pungkas  Munzir.