Sampah dan Limbah Domestik Ikut Cemari Sungai di Jabodetabek

Sampah dan Limbah Domestik Ikut Cemari Sungai di Jabodetabek
Foto: Istimewa

Oleh: Bagong Suyoto*

LIMBAH padat di sungai sudah menjadi pemandangan umum sehari-hari di wilayah Jabodetabek. Kebiasaan masyarakat  membuang sampah ke sungai sudah menjadi kebiasaan rutin dan membudaya. Bahkan, dapat dikatakan sebagai bentuk perdaraban di zaman milenial ini. Sungai jadi tong sampah raksasa merupakan bagian kreasi. Selain itu, kondisi sungai yang  kotor dan sangat bau menjadi panorama indah, diperburuk dengan limbah cair dan limbah kategorial limbah berbahaya dan beracun (B3).

Bahkan, pembangunan rumah-rumah dan tempat usaha di daerah aliran sungai (DAS) semakin banyak di wilayah Jabodetabek, Karawang dan daerah lain di Pulau Jawa. Juga pembangunan jamban/toilet di bibir-bibir sungai makin banyak. Padahal, DAS merupakan wilayah larangn mendirikan bangunan, namun kenapa malah semakin banyak yang melanggar? Itulah situasi yang terjadi, sangat kontradiktif. Mereka betul-betul tidak peduli dengan keindahan sungai?

Berdasar investigasi pertengahan 2020 sampai Januari 2021, Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia, Sekolah Pelangi Semesta Alam dan KAWALI Indonesia Lestari, menunjukkan bahwa sampah menumpuk di sungai semakin banyak ketika musim hujan tiba. Sumber limbah berasal dari tempat pembuangan sampah, perlapakan sampah, pertanian, perkebunan, rumah tangga, peterenakan, industri/pabrik, pedagang pinggir kali, dll. Mereka punya kontribusi riel terhadap pencemaran sungai di Jabodetabek. Hal ini seperti yang dialami Sungai Citarum. Betapa sulitnya menertibkan para pencemar dan perusak sungai? Berapa triliuan rupiah anggaran pemerintah yang dikeluarkan untuk menjaga dan memulihkan ekosistem sungai di Jaboadetabek dan Citarum setiap tahun. 

Ribuan, bahkan jutan rumah rumah tangga berkontribusi besar terhadap pecemaran dan kerusakan lingkungan DAS dan badan Kali Ciliwung, Kali Cidurian, Kali Cisadane, Kali Cikeas/Bekasi, Kali Cikarang, Kali CBL, Kali Jambe, Kali Bancang, Kali Citarum, dll. Pencemaran dan kerusakan DAS dan badan sungai disebabkan ulah manusia, seperti pembangunan rumah, pembuatan toilet, kegiatan penampungan sampah, pembuangan sampah, limbah tinja, diterjen, belum lagi masuknya air lindi (leachate) dan limbah berbahaya dan beracun (B3). Kasus tersebut melanda sunagi-sungai di wilayah Banten, Jakarta, Jawa Barat. Ternyata Jawa Tengah dan Jawa Timur sitauasinya mirip sama.

Keberadaan sampah sebagai sisa kegiatan manusia tak bisa dihindari, jika tak dikelola akan menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup dan gangguan pada kesehatan manusia. Salah satu dampak negatif pada lingkungan terjadi oleh berbagai bahan berbahaya dan beracun (B3) yang terkandung di dalam sampah dan mengandung kadar Pb sebesar 0.044 ppm, sedangkan menurut Kusmayadi(2), leachate yang berwarna keruh mengidentifikasikan adanya kandungan logam berat dengan konsentrasi yang cukup tinggi dan melebihi Baku Mutu Limbah Cair. Keadaan ini dapat dikatakan bahwa di dalam sampah yang ada di TPA terdapat limbah B3. Dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh pembuangan sampah adalah: (1) sampah sebagai sarana penular penyakit, sampah sebagai tempat berkembang biak, dan sarang vektor penyakit, seperti serangga dan tikus; (2) sampah sebagai sumber pencemar air, tanah, dan udara; serta (3) sampah sebagai faktor penyebab penyakit karena sampah dapat menjadi sumber dan tempat hidup kuman penyakit. (Sri Puji Ganefati, Joko Prayitno Susanto, dan Agus Suwarni, Jurusan Kesehatan Lingkungan, Poltekkes Depkes Yogyakarta Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan-BPPT, 2008).

Kata para peneliti tersebut, keberadaan Pb dalam sampah di TPA berasal dari pembuangan sampah dari bekas, alat-alat elektronik, dan tinta pada kertas. Pencemaran pada perairan dapat terjadi oleh adanya proses pengaliran Leachate yang membawa Pb yang terbuang ke badan air. Hasil penelitian Darmono menunjukkan, bahwa keracunan Pb terjadi akibat dari penggunaaan sumber air yang telah tercemar oleh Pb yang berasal dari pembuangan sampah industri. Keracunan Pb juga dikenal dengan istilah plumbism. Jumlah Pb terlarut dalam tubuh manusia yang diijinkan sebesar 0,0031 mg/l – 0,025 mg/l.

Selanjutnya, keracunan terjadi oleh adanya akumulasi Pb di dalam jaringan manusia, sehingga mengganggu fungsi organ manusia. Berdasarkan sifat toksik dari Pb memberikan efek klinis, seperti : (1) pada saluran cerna terjadi kolik usus disertai konstipasi berat; (2) pada sistem hematopoitik menghambat aktivitas enzim ä-aminolevulenat dehidratase (ALAD) dalam eritroblas sumsum tulang dan eritrosit, sehingga memperpendek umur sel darah merah; (3) efek pada sistem syaraf (organ yang paling sensitif), keracunan Pb dapat mengakibatkan epilepsi, halusinasi, dilerium, dan kerusakan otak besar; (4) pada ginjal dan urinaria terjadinya kerusakan ginjal oleh adanya gagal ginjal; (5) pada sistem reproduksi terjadi penurunan kemampuan reproduksi; (6) pada jantung pada anak-anak ditemukan ketidaknormalan fungsi jantung; dan (7) pada sistem indokrin mengakibatkan kekurangan iodium.

Jutaan rumah tangga yang bermukim di sekitar DAS menyumbang pencemaran air, karena membuang air kotor, sampah, tinja dan lindi. Oleh karena itu warga hendaknya mulai hati-hati dan mengurangi kebiasaan buruk membuang limbah domestik dan sampah ke sungai. Stop kebiasaan buruk ini! Ajakan ini sangat beralasan karena mutu  air  sungai  semakin hari semakin memprihatinkan. Ajakan ini berlaku bagi setiap rumah tangga di Indonesia yang tinggal di sekitar sungai atau danau. 

Komposisi air limbah domestik. Sesuai dengan sumbernya, maka air mempunyai komposisi yang sangat bervariasi dari setiap tempat dan tiap saat. Tetapi secara garis besar zat-zat yang terdapat dalam air limbah mengandung 99,9% air dan 0.1% zat padat. Zat padat tersebut terbagi atas lebih kurang 70% zat organik (terutama protein, karbohidrat dan lemak) serta sisanya 30% zat an-organik terutama pasir, garam dan logam. Secara lebih khusus maka komposisi air limbah yang berasal dari kamar mandi dan toilet.

Berpijak Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 112/2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, parameter kunci meliputi; pH, BOD, TSS, minyak dan lemak. Sedang berdasar ”Ullman’s Encylopedia of Industrial Chemitry”, berkenaan air limbah domestik dan industri oleh limbah diterjen, para meter kuncinya meliputi kekeruhan, temperatur, pH, COD, BOD5, total N, total P, an ionik surfaktan, non ionik surfaktan dan sabun. Parameter itu tersaji dalam buku Karakteristik dan Cara Pengolahan Air Limbah serta Dampaknya Terhadap Lingkungan (KLH, 2003).

Pedoman Penanggulangan Limbah Cair Domestik dan Tinja (KLH, 2005) menyatakan, kualitas air berpengaruh langsung terhadap kesehatan mengingat sifat air yang mudah sekali terkontaminasi oleh berbagai mikro organisme dan mudah sekali melarutkan berbagai materi. Dengan kondisi sifat yang demikian air mudah sekali berfungsi sebagai media penyalur atapun penyebar penyakit.

Hal diperkuat dala buku Rumah Tangga Peduli Lingkungan (Bagong Suyoto, 2008), peran air sebagai pembawa penyakit menular bermacam-macam, antara lain: air sebagai media untuk hidup mikroba patogen; air sebagai sarang insekta penyebar penyakit; jumlah air bersih yang tak tersedia tak cukup, sehingga manusia bersangkutan tak dapat membersihkan diri, atau; air sebagai media untuk hidup vektor penyebar penyakit.

Ada beberapa penyakit yang masuk dalam kategori water-borne diseases, atau penyakit-penyakit yang dibawa oleh air, yang masih banyak dijumpai di berbagai daerah terlihat dalam tabel di bawah ini. Penyakit-penyakit ini hanya menyebar apabila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air yang dipakai rumah tangga/ masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan jenis mikroba yang dapat menyebar lewat air cukup banyak, antara lain bakteri, protozoa dan metazoa.

Semua Sebaiknya Menjaga Kelestarian Sungai

Sebaiknya rumah tangga-rumah tangga yang bermukim di sekitar sungai-sungai di Puncak, Bogor, Depok,  Tengerang, Bekasi, Jakarta, Karawang, dll peduli terhadap kelestarian sungai, baik Sungai Ciliwung maupun 12 sungai yang mengalir di Jakarta menuju Laut Jawa. Demikian juga tinggal di sekitar DAS Bengan Solo, dan sungai-sungai lain di wilayah Indonesia.

Sebaiknya rumah tangga itu menghentikan kegiatan-kegiatan yang dapat merusak dan mencemari  sungai dan memperburuk kualitas airnya. Pertama, hentikan pembuangan sampah ke DAS dan badan sungai. Kedua, hentikan pembuangan tinja, apalagi membuat jamban di atas sungai. Ketiga, hentikan penebangan pohon secara sembarangan di sekitar DAS. Keempat, hentikan penggantian tanaman tahunan dengan tanaman semusim, sebaiknya DAS diutamakan tanaman tahunan dan memiliki akar yang kuat. Kelima, hentikan pembangunan rumah di sekitar DAS. Ketujuh, hentikan penambangan pasir dan batu dan material lain di sekitar DAS.

Peraturan mengenai pengelolaan kawasan aliran sungai, berpijak pada UU No 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup diamandemen menjadi UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (PPLH Pasal 98 ayat (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampuinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kreteria baku mutu kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

UUPL Pasal 98 ayat (2) menyatakan: Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp 12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

UUPL Pasal 98 ayat (3) menyatakan: Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat dan mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 5.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) dan paling banyak Rp 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Selanjutanya, UU No. 5/1984  tentang Industri (industri wajib melestarikan sumber daya alam secara berkesinambungan dan mencegah kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup akibat aktivitas industri). Peraturan Pemerintah No. 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Keputusan Menteri Perindustrian No. 134/M/SK/4/1988 tentang Langkah-langkah Pencegahan Pencemaran Lingkungan Hidup yang Disebabkan oleh Kegiatan Industri, (klasifikasi industri dan keharusan untuk melakukan Studi AMDAL). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51/MENLH/X/1995 tentang Standar Kualitas Limbah Domestik.  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63/PRT/1993 tentang Jarak Sepadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Otoritas Sungai dan Bentuk Sungai.

Pasal 8 PP /2001, Klasifikasi dan Keteria Mutu Air; (1) Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas: a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; b.Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; c.Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau peruntukan lain yang  mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertamanan dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air sama dengan kegunaan tersebut. (2) Keteria air dari setiap kelas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercantum dalam Lampiran Pemerintah ini.

Untuk menjaga dan memulihkan ekosistem sungai di Jabodetabek dan Citarum, pertama perlu adanya pengawasan rutin dan ketat, demikian pula penegakkan hukumnya. Kedua, perlu adanya advokasi pada masyarakat dan perbagai stakeholders agar ikut serta menjaga kelestarian sungai, seperti pelatihan konservasi, kampanye, sosialisasi, dll. Keempat, membangunan gerakan cinta sungai. Kegiatan ini sudah banyak dilakukan banyak kelompok, dan sedikit demi sedikit menunjukan hasil. Gerakan Cinta Sungai harus diperbesar dan diperkuat ke berbagai penjuru negeri ini.

* Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas) dan Dewan Pembina KAWALI Indonesia Lestari