Rakhmat Husein Ungkap Alasan Kemarahan Wali Kota Bandarlampung ke Jurnalis Lampung TV

BANDARLAMPUNG - Rakhmat Husein, Staf khusus Wali Kota Bandarlampung Herman HN, mengungkapkan alasan yang menyebabkan orang nomor satu di Bandarlampung itu emosi dan marah besar kepada salah satu wartawan media lokal di Lampung.
Husein mengatakan, merujuk video yang tersebar di media online dan media sosial yang memuat momen wawancara berujung kemarahan Wali Kota Bandarlampung, tampak jelas bahwa pertanyaan terakhir wartawan tersebut berisi ‘serangan’ terhadap Herman HN.
“Awalnya wawancara dengan beberapa jurnalis berjalan lancar sampai kemudian jurnalis Lampung TV bertanya soal pertanggungjawaban Kepala Bappeda yang diduga berkampanye untuk paslon Wali Kota. Pertanyaan itu dijawab dengan santai oleh Herman HN. Rupanya si jurnalis penasaran, terus diulang lagi bertanya soal itu. Dijawab lagi oleh Herman HN bahwa masalah itu sudah ditangani oleh Bawaslu dan Inspektorat,” kata Husein, Senin (09/11).
Menurut Husein, Wali Kota Herman HN sudah benar dengan jawaban seperti itu. Sebab, kata dia, ASN yg diduga tidak netral memang harus di periksa Bawaslu dan Inspektorat.
“Soal sanksi ya kedua lembaga itu yang merekomendasikan sanksinya. Masih kurang puas juga, si wartawan yang bertanya lalu mengalihkan (mengganti) pertanyaannya dengan (pertanyaan) menyerang, seperti seorang yang sedang menginterogasi dengan menyangkutpautkan masalah itu dengan hal lain. Karena berulang-ulang, akhirnya pertanyaaan itu menyulut emosi Wali Kota. Wali Kota Herman HN marah dan mengatakan akan memecahkan kepala,” kata Husein.
Soal luapan kemarahan dengan ungkapan akan memecahkan kepala, kata Husein, itu karena Wali Kota sudah emosi, karena dicecar seperti diinterogasi.
“Itu emosi sesaat. Buktinya sampai hari ini belum ada juga kepala yang dipecahin,” kata Husein.
Husein menilai, berdasarkan rekaman video tersebut patut diduga adanya motivasi lain dari diulangnya pertanyaan itu oleh wartawan Lampung TV.
“Wartawan itu bukan polisi atau jaksa, ketika bertanya tentu bukan seperti orang menginterogasi atau seperti orang survei dengan mengajukan pertanyaan tertutup yang harus dijawab ya oleh responden,” katanya.
Husein mengatakan, dalam menjalankan tugas jurnalistik yang profesional, wartawan seharusnya bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat dan berimbang serta tidak beritikad buruk dalam melakukan tugasnya.
“Dari cara wartawan itu menyecar Wali Kota dengan pertanyaan seperti menginterogasi, kami menduga wartawan tersebut punya itikad buruk,” katanya.
Sebelumnya, kritik terhadap ucapan Wali Kota Herman HN disampaikan Ketua PWI Lampung Supriyadi Alfian dan Ketua AJI Bandarlampung Hendry Sihaloho.
Supriyadi menilai kemarahan Wali Kota Herman HN terhadap wartawan merupakan sikap arogan.
“Sebagai pejabat publik seharusnya memberikan contoh yang baik. Bukannya bertindak semaunya sendiri. Seorang pejabat memang memiliki hak untuk tidak menjawab pertanyaan wartawan, namun bukanya harus menjadi anti kritik. Saat dikonfirmasi oleh wartawan harusnya memberikan jawaban yang baik, bukan ditanggapi dengan pengancaman pemecahan kepala. Itu namanya pemimpin arogan,” katanya.
Sementara Ketua AJI Bandarlampung, Hendry Sihaloho mengatakan, pejabat publik dituntut berperilaku baik dan menjaga pembawaan. Kemudian, memegang teguh nilai-nilai moral serta etika pemerintahan. Atas dasar itu, tak patut Herman berbicara demikian, terlebih di hadapan jurnalis.
“Sebagai narasumber, wali kota punya hak tidak menjawab pertanyaan wartawan. Karena itu, tak perlu melontarkan ancaman. Cukup dijawab saja apa yang ditanyakan,” kata Hendry.
Hendry juga meminta para jurnalis mengedepankan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Pasal 1 KEJ mengingatkan wartawan bersikap independen dan tidak beriktikad buruk. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain, termasuk pemilik perusahaan pers. Sedangkan tidak beriktikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
“Wajib bagi pers untuk menjaga integritas dan independensi, terlebih pada tahun politik. Dalam konteks pemilu, pemilik media adalah ancaman serius dari independensi jurnalis dan profesionalisme pers. Karena itu, kami mengingatkan media dan jurnalis patuh kode etik,” katanya.