PT Trans Continent Hengkang dari KIA Ladong

PT Trans Continent Hengkang dari KIA Ladong

BANDA ACEH - Akibat selalu merugi, PT Trans Continent hengkang dari Kawasan Industri Aceh (KIA) Ladong, Jumat (15/05) . Pihak perusahaan menarik seluruh alat kerja yang  sudah enam bulan ditempatkan di Kawasan Industri ala  “Abunawas” tersebut.

Padahal perusahaan tersebut merupakan investor pertama yang melakukan ground breaking (peletakan batu pertama) di KIA Ladong, Sabtu  (31/08/2019).

Setiap bulan perusahaan kaliber internasional yang dibangun oleh  putra Aceh Ismail Rasyid, harus merugi Rp600 juta. Total investasi yang  telah ia curahkan ke sana Rp30 miliar, termasuk pengadaan alat berat  yang dibeli baru untuk menunjang rencana bisnis di Serambi Mekkah.

“Saya mundur dari KIA Ladong. Pemerintah Aceh melalui PT PEMA tidak  memiliki komitmen yang jelas. Mereka tidak bergerak sama sekali. Sejak  datang ke sana (KIA Ladong), kami tidak bisa bekerja,” ujar Ismail  Rasyid, Sabtu (16/05).

KIA Ladong, menurut Ismail Rasyid yang merupakan CEO PT Trans  Continent, tidak layak disebut kawasan industri. Pemerintah Aceh hanya  membangun pagar depan dan gerbang. Selain pagar yang tidak dibangun  mengelilingi KIA, sistem drainase juga sangat buruk. Air bersih tidak  tersedia serta listrik juga belum mencukupi.

Penerangan di sana tidak tersedia lazimnya kawasan industri yang  digarap serius. Investor dalam hal ini Trans Continent, seperti memasuki  kawasan bebas yang tidak dikelola oleh manusia yang berpemerintahan.

“KIA Ladong itu kawasan pengembalaan lembu masyarakat. Tidak ada  pagar. Kan sangat luar biasa, kawasan yang diklaim sebagai Kawasan  Industri Aceh yang digadang-gadang dengan cita-cita besar, hingga saat  ini masih bertahi lembu,” kata Ismail.

Tidak bagusnya sistem drainase, juga membuat lahan yang sudah  disiapkan dengan baik oleh Trans Continent kembali rusak karena  tergenang air.

Selain itu, pekerja Trans Continent juga diganggu oleh oknum-oknum  yang dikelola pihak tertentu. Sopir dilarang keluar masuk KIA di malam  hari. “Kan aneh, kami yang beraktivitas di sana, diganggu  kelompok-kelompok liar di KIA. Setiap hari kami juga harus membeli air  bersih,” kata Ismail Rasyid.