Proyek Pasar Pulungkencana, PT Brantas Abipraya Diduga Rugikan Keuangan Daerah Rp26 Miliar

TULANGBAWANG BARAT - Ketua DPC Pospera Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung, menuding proyek pembangunan Pasar Pulungkencana senilai Rp77 miliar lebih yang dikerjakan PT Brantas Abipraya diduga berpotensi merugikan keuangan negara mencapai Rp26 miliar lebih.
Hal tersebut kuat dugaan akibat gagal perencanaan, dan penyimpangan konstruksi hingga maladministrasi.
Ketua Pospera Tulangbawang Barat Dedi Priyono mengungkap, sejak Mei sampai Juli 2021, pihaknya menelusuri personal proyek pasar Pulungkencana, diduga sarat praktik korupsi dan kolusi yang terstruktur dan masif.
"PT Brantas Abipraya anak perusahaan BUMN adalah kontraktor berdasarkan kontrak nomor : 600-S-04/Kontrak/PU/Tulangbawang Barat/XI/2018 tanggal 26 November 2018 dengan nilai kontrak Rp77.019.999.000, masa kontrak 540 hari kalender," kata Dedi Priyono kepada monologis.id, Rabu (28/07).
Kata dia, kontrak kemudian diadendum sebanyak 2 kali. Addendum pertama, tanggal 1 Oktober 2019 lantaran pekerjaan tambahan yang kurang sesuai kebutuhan lapangan, kemudian addendum dua perpanjangan waktu selama 35 hari kerja sejak 21 Mei sampai 7 Juli 2020, yang artinya Proyek Pasar Pulungkencana berakhir pada 7 Juli 2020 lalu.
Selama proyek berjalan, berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan, kontraktor telah mencairkan dana sebanyak enam kali pencairan, meliputi uang muka sebesar Rp11.552.999.850 tanggal 28 Desember 2018, termin satu Rp6.546.699.915 tanggal 23 September 2019, termin dua Rp26.186.799.660 tanggal 17 April 2020, termin tiga RpRp6.546.699.915 tanggal 21 Juli 2020, termin empat Rp13.093.399.830 tanggal 3 November 2020 dan termin terakhir atau FHO pada tanggal 30 Desember 2020 Rp3.850.999.950.
"Dari nilai kontrak tersebut dikenakan pajak PPN sebesar 10%. Jadi hingga 30 Desember 2020, kontraktor telah mencairkan dana sebesar Rp67.777.599.120 dari nilai kontrak Rp77.019.999.000, dan masih tersisa Rp9.242.399.880." jelas Dedi
Menelisik Laporan Hasil Reviu BPKP PeRWakilan Lampung tanggal 16 Desember 2020, pada pengujian kuantitas atas volume yang terpasang, terdapat selisih volume dengan besar anggaran yang tidak akan dibayarkan kepada kontraktor sebesar Rp495.992.145,99.
Ditambah lagi, kontraktor juga hanya dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp111.314.728,89 dengan alasan kelalaian rekanan dan adanya proyek Tahap 2, serta terdapat pekerjaan yang kurang atau tidak dikerjakan sebesar Rp405.027.292,22.
"Kami melihat, hasil laporan BPKP hanya mereview arahan teknis dari LPTS UBL, sehingga memutuskan proyek Pasar Pulungkencana dilakukan perbaikan dan perkuatan struktur, dengan pasangan baja pada atap dan dilakukan pada Februari 2021. Sedangkan penyimpangan pada pekerjaan Bore Pile yang menelan anggaran 13,9 miliar tidak tersentuh. Tentunya Proses perbaikan yang jauh dari harapan dan perbaikan juga dilakukan pada waktu menjelang berakhir masa jaminan," papar Dedi.
Merangkum pekerjaan hingga akhir tahun 2020, Proyek yang diakui Danang Wicaksana sebagai Manajer Proyek, bahwa anggaran 77 miliar hanya sebatas pekerjaan struktur saja, ternyata Dinas PUPR Tulangbawang Barat juga menggulirkan 3 buah proyek tahap 2, yaitu pekerjaan pembangunan Ground Water Thank (GWT), sumur bor, dan hydrant sebesar Rp966.276.000, Proyek listrik dan elektrikal senilai Rp1.927.196.000, dan proyek arsitektur tahap 2 Rp6.784.230.000,- diluar pekerjaan Brantas Abipraya.
"Jika di total ketiga proyek tahun 2020 di luar pekerjaan Brantas Abipraya dan dikerjakan perusahaan Labak Indah, Ali Sinergi dan Harbeka Mitra Persada mencapai Rp9.677.720.000, kemudian untuk tahun 2021 ada Pembangunan Lanjutan GWT dan Hydrant Pasar Pulungkencana senilai Rp1,6 miliar, Pekerjaan Lanjutan Listrik dan Pembangunan Rumah Genset Pasar Pulungkencana 1,7 miliar dan Pembangunan Pasar Pulungkencana Tahap III Rp4,3 miliar, dan sejumlah pekerjaan tambahan lainnya," Kata dedi
Dirinya mengatakan mereview Final Account Konsultan Pengawas dari PT Daya Cipta Dianrancana, terdapat tiga item pekerjaan yang menyimpang atau Deviasi, meliputi pekerjaan lantai dasar, pekerjaan lantai dua dan pekerjaan mekanikal elektrikal dan Plumbing.
"Total penyimpangan berdasarkan hasil perhitungan Manajemen Konstruksi sebesar Rp9.292.310.022, dan anehnya hampir sama dengan uang yang belum dibayarkan ke Kontraktor sebesar Rp9.242.399.880. Angka itu kebetulan atau memang ada ahli matematikanya, saya yakin dan percaya itu benar-benar luar biasa," sambung Dedi.
Menurutnya, jika pemerintah daerah masih dibebankan pembiayaan puluhan miliar untuk menuntaskan proyek Pembangunan Pasar Pulungkencana diluar Rp77 miliar hingga layak fungsi dan layak operasi, kuat dugaan proyek tersebut berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara, yang dilakukan secara terstruktur dan masif.
"Kalau 77 miliar itu hanya struktur saja terlalu mahal, apalagi hasilnya tidak sesuai kontrak sedangkan menurut konsultan pengawas ada penyimpangan pekerjaan sebesar 9,2 miliar ditambah lagi Pemerintah Daerah kambali menganggarkan dari APBD tahun 2020 sebesar 9,67 miliar dan tahun 2021 sebesar 7,6 miliar untuk pekerjaan lanjutkan dan belasan miliar pekerjaan tambahan. Dan menurut kami pekerjaan menyimpang dan pekerjaan lanjutan adalah potensi kerugian keuangan," tegasnya.
Hingga kini, Proyek Pembangunan Pasar Pulungkencana masih terus dikerjakan dan telah memasuki pengerjaan tahap tiga dengan APBD 2021.