PPRL Tuding Bupati Lampung Tengah Anti-Rakyat Kecil

BANDARLAMPUNG - Koordinator Pusat Pergerakan Masyarakat Lampung (PPRL), Leman Hendra menyebutkan Bupati Lampung Tengah Loekman Djoyosumitro anti-dengan persoalan masyarakat kecil.

Hal ini merupakan buntut, dari tidak terselesaikannya sertifikat tanah eks register Wayrumbia (Cempakaputih). Padahal sudah masuk dalam program Jokowi tentang redistribusi tanah eks register.

Dia menyebutkan, pertemuan dengan Komisi 1 DPRD, merupakan langkah lanjutan dari aksi yang di lakukan pada Rabu 22 Juli 2020 lalu di kantor Bupati Lampung Tengah.

“Yang lalu, dimana di sela aksi tesebut telah terjadi kesepakatan antara pihak warga Desa Cempakaputih dan PPRL dengan pihak Pemkab Lamteng untuk mencari win-win solution. Dalam kesepakatan tersebut yang intinya adalah kami meminta agar Bupati Lampung Tengah dapat memfasilitasi semua unsur yang terkait dalam permasalahan tersebut untuk duduk bersama, yaitu pihak kepala kampung lama, pokmas lama, pihak kepala kampung baru pokmas baru, perwakilan masyarakat adat yang di wakili oleh Adam dan Adnan, kemudian Uspika Kecamatan Bandarsurabaya,” kata dia, Selasa (28/07).

Dia menambahkan, agar pihak pokmas yang lama selaku pihak yang saat menahan sertifikat masyarakat agar membawa sertifikat tersebut untuk di bagikan ke masyarakat tanpa ada embel-embel penambahan biaya Rp2,5 juta sebagai biaya pemberdayaan masyarakat, dikeranakan hal tersebut sudah selesai dilakukan pada tahun 1998. Namun ternyata bupati lampung tengah kembali tidak bersedia memfasilitasi pertemuan tersebut.

“Ini membuktikan bahwa Bupati Lampung Tengah Loekman Djoyosoemarto anti-dengan persoalan rakyat, bahkan dengan mengeluarkan surat prihal penanganan kasus Cempakaputih yang di tujukan kepada Kapolres Lampung Tegah, tembusan Kejari Lampung Tengah dan inspektorat. Langkah Bupati Lampung Tengah tersebut dianggap upaya cuci tangan dan buang badan, karena yang seharusnya bisa lakukan adalah memanggil anggota pokmas dan pwrwakilan masyarakat sehingga proses tidak berbelat-belit,” kata dia.

Dikatakannya, persoalan ini pada prinsipnya sederhana, karena sertifikat yang di ajukan sudah jadi namun di tahan oleh pokmas yang tidak memiliki dasar hukum apapun. Ini soal keberpihakan bupati, apakah berpihak kepada masyarakat atau kelompok yang menahan sertifikat warga.