Pospera Tulangbawang Barat Desak PT Brantas Abipraya Diaudit Ulang

Pospera Tulangbawang Barat Desak PT Brantas Abipraya Diaudit Ulang
Foto: Dirman/monologis.id

TULANGBAWANG BARAT – PT Brantas Abipraya mengakui sudah diperiksa BPKP perwakilan Lampung terkait pembangunan pasar Pulungkencana, Kabupaten Tulangbawang Barat, Lampung, senilai Rp77 miliar.

Manager pembangunan PT Brantas Abipraya, Danang Wicaksana mengatakan, bahwa konstruksi bangunan tersebut sudah tidak ada kendala dengan standar konstruksi yang sudah selesai. 

"Saya mengklarifikasi secara fungsional itu seolah-olah mangkrak. Sebetulnya bangunan itu ada tahap 2 dan 3, sedangkan kami dari PT Brantas Abipraya ada di tahap pertama, jadi Rp77 miliar itu hanya pekerjaan struktur saja diluar penyambungan PLN, pompa, intinya hanya sampai struktur saja," kata Danang kepada monologis.id, Selasa (04/05).

Terkait hasil uji laboratorium mutu beton, diakui Danang tidak bisa menentukan bahwa itu gagal atau tidak sebelum ada pemeriksaan BPKP, sehingga PUPR berinisiatif memanggil BPKP untuk audit lebih awal. 

"BPKP karena sifatnya non teknis maka meng hire tim Universitas Bandar Lampung (UBL) selaku teknisi yang mengerti masalah enginering. Artinya BPKP sudah punya catatan apa yang harus diperbaiki, apa yang harus dikembalikan dan apa yang tidak dikerjakan sudah kita lakukan. Karena LHP dari BPKP keluar di bulan November 2020 maka perbaikan desain yang dikeluarkan UBL baru kami lakukan pada bulan Februari 2021, artinya kondisi desain yang sekarang ini sudah dilakukan oleh UBL," terang Danang .

Menurutnya, Dinas PUPR Tulangbawang Barat bertanggung jawab dan memiliki hak sepenuhnya atas rekomendasi dari hasil-hasil yang dilakukan oleh UBL, dan sebagai bahan pembanding dari hasil pemeriksaan laboratorium UNILA. 

"Nanti saya cerita kenapa akhirnya pemeriksaan harus seperti ini, jadi biar benang merahnya ketemu dulu. Kalau memang ada temuan pada konstruksi Bore Pile sementara itu pekerjaan sudah sampai atas, jadi metode perbaikan pemeriksaan nya juga tidak akan ketemu lagi. Logika bangunan itu sudah di cek oleh UBL, dan sudah tidak ada kendala pada pondasinya," ujar Danang. 

Diakuinya, terkait kemiringan tiang-tiang bangunan tersebut karena ada masalah pada konstruksi, tetapi bukan berarti tidak ada solusi yang dilakukan, bahkan saat ini pihaknya telah melakukan perbaikan dengan cara memasang besi-besi pengikat antar pilar diatas bangunan Rp77 miliar, dengan dalih solusi dari UBL untuk mengatasi masalah konstruksi. 

"Mengenai tanggung jawab itu kewajiban kontraktor dan kita tidak dibayar, karena sesuai pernyataan kita,  jika pekerjaan itu belum selesai. Tetapi, justru hingga saat ini termin kedua saja belum dibayar sebanyak 20 persen dari Rp77 miliar atau kisaran Rp15 miliar lebih," jelasnya.

Menurut Danang, temuan BPKP sudah fair bahkan diakui pihaknya telah siap melakukan perbaikan walaupun tidak dibayar, meski pemeriksaan dari BPKP perwakilan Lampung atas permintaan dari Pemkab Tulangbawang Barat. 

"Itu perbaikan bangunan desainnya dari UBL berupa konstruksi baja diatas, karena hasil pemeriksaan dari UBL atas arahan BPKP dan PUPR terkait kemiringan, elevasi, sama kuat tekan, sedangkan untuk konstruksi bagian bawah atau Bore Pile itu tidak akan bisa dicek lagi, hanya menggunakan alat frekuensi. Nah, untuk elevasi bangunan logikanya jika pondasi cacat maka elevasi turun, tetapi nyatanya tidak turun, makanya disimpulkan oleh tim dari UBL bahwa pondasi aman, berarti sudah tidak ada masalah pada pondasinya," paparnya.

Terkait temuan BPKP, diakui Danang pihaknya hanya diminta mengembalikan anggaran sebesar Rp1,4 miliar dan langsung dipotong saat penagihan. 

Menyikapi itu,  Ketua Pospera Tulangbawang Barat Dedi Priyono mengatakan, bahwa penjelasan yang disampaikan manager proyek PT Brantas Abipraya tersebut jelas telah membuktikan bahwa bangunan tersebut tidak sesuai konstruksi dan diduga menyimpan masalah besar.

"Pemkab Tulangbawang Barat jangan gegabah asal terima laporan untuk pencairan dan hasil pekerjaan dari Brantas Abipraya. Itu bangunan yang dikerjakan anak perusahaan BUMN di Tulangbawang Barat kuat dugaan ada kerugian negara yang ditimbulkan oleh mutu konstruksi dibawah standar kontrak pekerjaan, jadi tunda dulu pembayarannya," terang Dedi. 

Dedi meminta semua pihak untuk kembali memperhatikan hasil bangunan tersebut, yang diduga kuat banyak manipulasi konstruksi untuk menutupi kualitas bangunan. 

"SMI pemilik pinjaman, kita harapkan jangan berdiam diri, terutama owner proyek itu Dinas PUPR Tulangbawang Barat juga punya hak tolak jika tidak sesuai kontrak, termasuk pihak Manajemen Konstruksi sebagai konsultan yang bertanggung jawab atas pengawasan kualitas konstruksi bangunan, apalagi selama pengerjaan tidak pernah diawasi oleh konsultan," ungkapnya. 

Menurut Dedi, hasil audit yang dilakukan oleh BPKP dan meng hier tim ahli UBL, bahkan memutuskan temuan agar pihak kontraktor mengembalikan uang sebesar Rp1,4 miliar tidak cukup, bahkan diduga masih banyak menyimpan kerugian negara dalam jumlah besar, sehingga harus menjadi perhatian pihak terkait di Pemerintah Pusat. 

"Konstruksi itu yang pertama diduga gagal mutunya pada pekerjaan Bore Pile atau pada bagian pondasi bangunan yang dikhawatirkan terjadi kelongsoran, dan beton mengeropos bagian pondasi. Kedua kualitas beton bangunan secara umum dibawah standar mutu K 250 jika dilihat hasil uji laboratorium UNILA, sedangkan audit yang dilakukan BPKP dengan meng hire UBL hanya memberikan arahan perkuatan struktur dilapangan," pungkasnya.