Polres Tulangbawang Barat Diminta Gelar Perkara Khusus Kasus Ganti Rugi Lahan JTTS

TULANGBAWANG BARAT - Praktisi hukum Gindha Ansori Wayka meminta Polres Tulangbawang Barat melakukan gelar perkara khusus terkait kasus ganti rugi lahan milik Susanti di KM 218 Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).
Gindha juga mempertanyakan penghentian penyidikan kasus tersebut oleh Polsek Gunungagung.
“Padahal, dalam kasus ini sangat jelas ada tindak pidana yang dilakukan Ponidi (alm) bersama Kepala Tiyuh Wonorejo Ngadenan dengan membuat sporadik di lahan milik klien kami. Tapi kenapa kasus ini dihentikan dengan alasan tidak ada tindak pidana," tegas Gindha, Jumat (10/12).
Menurutnya, diterbitkan, ditandatangani dan diketahui serta disahkannya sporadik oleh Ngadenan diduga bertujuan untuk mengambil uang ganti rugi milik Susanti.
"Almarhum Ponidi bersama Ngadenan diduga melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen (tanda tangan) atau membuat surat palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 Ayat (1) dan Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)," jelasnya.
Gindha menyebut dengan terbitnya sporadik tersebut telah merugikan dan menghilangkan hak Susanti sebesar Rp260 juta.
Selain itu, lanjut Gindha, berdasarkan berita acara hasil rapat musyawarah kedua atas penyelesaian bidang tanah atas nama Susanti tanggal 15 Juli 2020, dan Surat dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah Badan Pertanahan Provinsi Lampung Nomor AT.02.01/344-18/II/2021 Tanggal 8 Februari 2021, bahwa almarhum Ponidi yang diwakili Ngadenan setuju dan bertanggungjawab mengembalikan uang ganti rugi tersebut.
"Sudah jelas pemalsuan terbukti, karena tidak mungkin seseorang bersedia mengganti kerugian orang lain jika yang bersangkutan tidak menyadari terlebih dahulu bahwa apa yang dilakukannya dengan membuat sporadik yang bertujuan untuk menerima dan mengambil hak klien kami atas ganti rugi lahan," jelasnya.
Gindha mengatakan, setelah menerima laporan dan berdasarkan surat kuasa nomor: 206/SK/GAW-TU/XII/2021, tanggal 9 Desember 2021 dari Susanti, pihaknya telah mengirim surat kepada Polres Tulangbawang Barat meminta perlindungan hukum dan gelar perkara khusus tersebut.
"Kita menunggu keputusan dari Polres dan Polsek setempat, dan diharapkan gelar perkara khusus tersebut dapat dijadwalkan segera," pungkasnya.
Sementara, anggota DPRD Tulangbawang Barat Arya selaku pendamping keluarga Susanti menekankan agar pihak kepolisian dapat bertindak profesional, serta memanggil pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini, mulai dari kepala tiyuh, keluarga alm Ponidi, hingga Dinas PUPR dan BPN baik Kabupaten dan Provinsi.
"Jangan sampai hukum ini tajam kebawah tumpul keatas, berikan keadilan yang seadil-adilnya, jangan karena ulah pihak-pihak diatas justru sangat merugikan orang lain dan menyorot perhatian masyarakat banyak," imbuhnya.
Diketahui, Susanti warga Tiyuh (Desa) Wonorejo, Kecamatan Gunungagung, Kabupaten Tulangbawang Barat, Lampung, pemilik tanah seluas 8.085 M² berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 708 dan berdasarkan Surat Ukur Nomor 708/WR/2007 Tanggal 02 Juli 2007.
Pada 2017 ada ganti rugi pembebasan lahan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) di KM 218. Berdasarkan data, tanah seluas 5.100 M² milik yang dilalui JTTS tersebut. Namun, Susanti hanya akan menerima ganti rugi lahan seluas 1.400 M² atau senilai Rp72 juta yang saat ini di konsinyasi Pengadilan Negeri Menggala, Tulangbawang.
Sisanya, lahan seluas 3.700 M² milik Susanti senilai Rp260 juta telah dicairkan oleh Alm Ponidi berdasarkan surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (sporadik) yang ditandatangani, diketahui dan disahkan oleh Kepala Tiyuh Wonorejo Ngadenan tertanggal 31 Januari 2018.