Plt Kepala MAN 1 Krui Bantah Keluarkan 12 Pelajar dari Sekolah

PESISIE BARAT – Sejak
April 2022 lalu, 12 pelajar Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Krui, Kecamatan
Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, dikeluarkan dari sekolah.
Penyebabnya, para pelajar tersebut telah melakukan
pelanggaran disiplin melampaui batas kewajaran yang ditetapkan pihak sekolah.
Plt Kepala MAN 1 Krui, Hefzon Kurnia, saat dikonfirmasi di ruang
kerjanya, Selasa (8/11/2022), membantah pihaknya telah mengeluarkan sejumlah
anak didiknya.
"Lebih tepatnya kita pindahkan dari MAN 1 Krui atas
dasar anjur rekom dari MAN 1 Krui," ucap Hefzon.
Dia menjelaskan beberapa pelajar yang telah sudah pindah
dari jumlah total 950 lebih pelajar di MAN 1 Krui tersebut, diantaranya tiga
orang pelajar merokok yang diketahui setelah videonya viral, dua orang
mengkonsumsi minuman keras (Miras) dan mengalami kecelakaan lalu lintas yang
menimbulkan kerugian bagi orang lain. Selain itu, tujuh orang yang merupakan
pelajar putri mengkonsumsi miras yang divideokan dan viral.
"Terakhir satu orang terlibat tindakan pidana. Namun
anak yang terlibat tindakan pidana tersebut saat ini sudah kembali sekolah di
MAN 1 Krui dengan perjanjian tertulis diatas materai, setelah sebelumnya Dinas
Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB)
melakukan mediasi dengan pihak sekolah," terang Hefzon.
Menurut Hefzon, 12 orang pelajar yang sudah pindah sekolah
tersebut, terpaksa dianjurkan pindah sekolah dikarenakan poin pelanggaran
disiplin yang mereka lakukan sudah melampaui batas yang telah ditetapkan yaitu
100 poin.
"Karena poin pelanggaran disiplinnya sudah melebihi
100, maka kami menganjurkan untuk pindah ke sekolah lainnya. Sebelum mereka
mendapatkan sekolah baru, maka data Education Management Information System
(EMIS) mereka masih terdaftar di MAN 1 Krui. Saat ini data EMIS 12 orang
pelajar tersebut sudah terhapus dari MAN 1 Krui," jelasnya.
"Sebelumnya pihaknya melalui dewan guru BK dan Waka
Kesiswaan sudah memberikan pembinaan terhadap 12 orang pelajar dimaksud sebelum
poin pelanggaran disiplin menyentuh angka 100," kilahnya.
Ketika disinggung soal program Sekolah Ramah Anak (SRA) dan
program Kabupaten Layak Anak (KLA) di Pesisir Barat, Hefzon, pihaknya tak
menampiknya dan mendukung program dimaksud.
"Akan tetapi bagaimanapun juga kami pihak sekolah juga
memiliki aturan-aturan yang juga wajib kami terapkan. Salah satunya adalah
penerapan poin pelanggaran disiplin yang jika sudah melewati batas poin, maka
kami memberikan anjur rekom kepada pelajar itu untuk pindah ke sekolah
lain," ujarnya.
"Kondisi yang seperti ini tentu membuat kami para dewan
guru dilematis. Kami harus bisa mengikuti program SRA dan KLA, dimana kondisi
saat ini banyak sekali pelajar yang melakukan tindakan pelanggaran disiplin.
Namun dilain sisi kami pihak sekolah juga mempunyai aturan juga,"
pungkasnya.
Dikonfirmasi terpisah Kepala DP3AKB, Budi Wiyono, menanggapi
terkait 12 orang pelajar yang sudah dikeluarkan tersebut, mengatakan bahwa
pihaknya akan segera melakukan koordinasi dengan MAN 1 Krui, Kantor Kementerian
Agama (Kankemenag) Pesisir Barat, DP3A Provinsi Lampung dalam hal akan
bagaimana kedepannya para pelajar tersebut.
Menurut Budi, pihaknya pun tidak membenarkan
tindakan-tindakan pelanggaran yang telah dilakukan oleh para pelajar itu. Namun
demikian, Budi juga menegaskan bahwa pihaknya tidak sependapat dengan tindakan
pihak sekolah yang menjatuhkan sangsi dengan mengeluarkan dari MAN 1 Krui atau
pindak ke sekolah lain.
"Pemerintah sudah menetapkan terkait wajib belajar 12
tahun. Maka dari Pemprov Lampung, Pemkab Pesisir Barat wajib memfasilitasi
anak-anak kita untuk mendapatkan haknya mengenyam pendidikan," tegas Budi.
Karenanya, Budi mengimbau agar pihak MAN 1 Krui kembali
mempertimbangkan sangsi yang telah diberikan kepada 12 orang pelajar yang saat
ini sudah pindah ke sekolah lain tersebut untuk tetap bisa menyelesaikan
pendidikannya hingga lulus di MAN 1 Krui. Ia juga mengimbau agar semua pihak
mulai dari orangtua, guru, Pemkab setempat, Kankemenag Pesisir Barat dan Kanwil
Kemenag Provinsi Lampung, serta organisasi pendidikan lainnya untuk bisa
bersama-sama mengambil peran dalam hal membantu menyelesaikan permasalahan
tersebut.
"Anak-anak wajib dididik oleh kita semua, dan
pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan terbaik untuk anak sesuai dengan
Konvensi Hak-Hak Anak (KHA) yang telah disahkan oleh PBB dan telah diratifikasi
Pemerintah Indonesia," tukas Budi.