Pancasila Lebih Dari Sekadar Teks Historis

BANDARLAMPUNG-Wakil Wali Kota Bandarlampung, Deddy Amarullah, menegaskan bahwa Pancasila lebih dari sekadar teks historis, melainkan jiwa dan pedoman hidup bangsa Indonesia.
Dedi mengatakan, Pancasila adalah pondasi keberagaman yang mempersatukan rakyat, dan nilai-nilainya terkandung dalam lima sila menjadi prinsip gotong royong, keadilan sosial, dan martabat manusia.
Memperkuat ideologi Pancasila adalah prioritas utama dalam agenda nasional Asta Cita menuju Indonesia Emas 2045 karena kemajuan tanpa arahan ideologis mudah goyah.
“Salah satu yang paling fundamental dalam Asta Cita tersebut adalah memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi dan hak asasi manusia,” kata Deddy Amarullah saat memimpin upacara peringatan Hari Lahir Pancasila ke-80 di halaman Pemkot Bandarlampung, Senin (2-6-2025)
Dedi meneruskan, tantangan globalisasi dan digitalisasi membutuhkan revitalisasi nilai-nilai Pancasila di berbagai bidang, termasuk pendidikan, pemerintahan, ekonomi, dan ruang digital.
“Kita menyadari bahwa kemajuan tanpa arah ideologis akan mudah goyah. Kemajuan ekonomi tanpa pondasi nilai-nilai Pancasila bisa melahirkan ketimpangan. Kemajuan teknologi tanpa bimbingan moral Pancasila bisa menjerumuskan bangsa pada dehumanisasi,” ujar dia.
Memperkokoh ideologi Pancasila berarti menegaskan kembali bahwa pembangunan bangsa harus selalu berakar pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial.
Dalam era globalisasi dan digitalisasi yang semakin kompleks, lanjut Deddy, tantangan terhadap Pancasila pun semakin nyata.
“Kita menyaksikan penyebaran paham-paham ekstremisme, radikalisme, intoleransi, hingga disinformasi yang mengancam kohesi sosial kita,” kata dia.
Oleh karena itu, melalui Asta Cita, bangsa Indonesia dipanggil untuk melakukan revitalisasi nilai-nilai Pancasila dalam segala dimensi kehidupan: dari pendidikan, birokrasi, ekonomi, hingga ruang-ruang digital.
“Pertama, dalam dunia pendidikan, kita perlu menanamkan Pancasila sejak dini, bukan sekadar dalam pelajaran formal, tetapi dalam praktik keseharian,” ujar Deddy.
Sekolah dan universitas harus menjadi tempat lahirnya generasi yang cerdas secara intelektual, tangguh secara karakter dan kuat dalam integritas moral.
Kedua, di lingkungan pemerintahan dan birokrasi, nilai-nilai Pancasila harus hadir dalam bentuk pelayanan publik yang berkeadilan, transparan dan berpihak pada rakyat.
“Setiap kebijakan dan program harus mencerminkan semangat kemanusiaan dan keadilan sosial, bukan kepentingan kelompok atau golongan,” kata dia.
Ketiga, dalam bidang ekonomi, perlu memastikan bahwa pembangunan tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang, tetapi menjadi berkah bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Keadilan sosial, sebagaimana termaktub dalam sila kelima, harus menjadi orientasi utama. Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), ekonomi kerakyatan dan koperasi harus terus diberdayakan agar tidak ada warga yang tertinggal dalam kemajuan bangsa,” ujar Deddy.
Keempat, dalam ruang digital, harus dibangun kesadaran kolektif bahwa dunia maya bukan ruang bebas nilai.
Etika, toleransi dan saling menghargai tetap harus ditegakkan. Pancasila harus menjadi panduan dalam berinteraksi di media sosial maupun platform digital lainnya.
“Mari kita perangi hoaks, ujaran kebencian dan provokasi, dengan literasi digital dan semangat gotong-royong. Jadikan Pancasila sebagai sumber inspirasi dalam berkarya, berbangsa dan bernegara,” ajak Deddy.