Mahasiswa dan LBH Bandar Lampung Berencana Gugat Universitas Teknokrat Indonesia ke Pengadilan

Mahasiswa dan LBH Bandar Lampung Berencana Gugat Universitas Teknokrat Indonesia ke Pengadilan
Kepala Divisi Advokasi LBH Bandar Lampung, Kodri Ubaidillah (Foto: Istimewa)

BANDARLAMPUNG – Sembilan mahasiswa yang terkena drop out (DO) dan skorsing bersama LBH Bandarlampung berencana menggugat kampus Teknokrat Indonesia ke ranah pengadilan untuk memperjuangkan haknya agar dapat melanjutkan pendidikan.

Gugatan itu juga sebagai simbol perlawanan terhadap pemberangusan kebebasan akademik dan kemerdekaan mahasiswa dikampus Sang Juara.

Kepala Divisi Advokasi LBH Bandar Lampung, Kodri Ubaidillah mengatakan, pihaknya telah melayangkan somasi atau permohonan klarifikasi pada Senin (19/04) silam yang dibalas dengan undangan klarifikasi dari pihak kampus pada Kamis (22/04).

“Dalam klarifikasi tersebut pihak kampus membantah seluruh dalil yang disampaikan oleh LBH Bandar Lampung. Pihak kampus berdalih sanksi DO dan skorsing diberikan bukan dengan semerta-merta namun berdasarkan penghitungan kredit semester dan nilai yang tidak melampaui masa studi serta telah dianggap mencemarkan nama baik kampus dengan adanya aktifitas HIMA Teknik Sipil UTI di sekret yang terletak di luar kampus,” kata Kodri melalui keterangan pers, Senin (03/05) kemarin.

Menurutnya, berdasarkan fakta-fakta yang disampaikan dalam somasi, bahwa  mahasiswa yang terkena sanksi DO dan skorsing bukanlah didasarkan pada nilai IPK namun berdasarkan pada konsideran menimbang pada seluruh SK yang diterbitkan dan ditanda tangani oleh Rektor Universitas Teknokrat Indonesia, ialah berkaitan dengan seluruh aktifitas kegiatan HIMA Teknik Sipil yang dianggap mengganggu ketentraman dan ketertiban masyarakat dan berpotensi menjadi kegiatan yang bersifat ekstrimisme dan radikalisme.

“Dalam bantahan dan klarifikasi yang diberikan oleh pihak kampus kepada LBH telah bertolak belakang dengan apa yang menjadi dasar pemberian sanksi kepada 9 mahasiswa berdasarkan SK. Terlebih perihal nilai, Mahasiswa mengklaim tidak pernah mendapatkan IPK dibawah standar seperti apa yang dituduhkan oleh pihak kampus. Bahkan diantara mahasiswa tersebut justru pernah menjadi finalis dalam beberapa ajang perlombaan akademik di tingkat nasional,” ungkap Kodri.

Berdasarkan fakta yang terungkap, pemberian sanksi DO dan Skorsing kepada 9 Mahasiswa diduga cacat prosedur, karena pemberian sanksi dilakukan tanpa adanya teguran sama sekali dan tidak bersifat kekeluargaan seperti apa yang telah di klaim oleh kampus.

“Bahkan penyampaian SK DO dan Skorsing  pun jauh dari cara-cara yang baik dan patut karena ada yang disampaikan melalui aplikasi WhatsApp saja, selain itu juga yang memberatkan adalah para mahasiswa sebelumnya sudah membayarkan uang kuliah (SPP/UKT) namun tak lama berselang justru mendapatkan sanksi, sudah terkena sanksi hilang uang pula. Klarifikasi dan bantahan terhadap somasi yang LBH layangkan sama sekali tidak menjawab apa yang menjadi pokok permasalahan yang didalilkan,” kata Kodri.

Diwaktu yang sama, LBH Bandar Lampung tetap pada kepentingan mahasiswa, secara tegas disampaikan bahwa sebagai pertimbangan untuk pihak kampus agar dapat mencabut seluruh sanksi yang diberikan, karena sanksi tersebut tidak memiliki dasar yang jelas dan terukur serta mencederai rasa keadilan bagi para mahasiswa juga bentuk dari upaya kampus untuk memberangus kebebasan akademik dan kemerdekaan mahasiswa yang telah dijamin didalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan.

LBH Bandar Lampung memberikan waktu 7 hari sejak disampaikannya klarifikasi oleh pihak kampus agar dapat memberikan jawaban untuk mencabut seluruh sanksi yang diberikan kepada 9 Mahasiswa Teknik Sipil yang dituduh telah mencemarkan nama baik kampus.

“Kamis 29 April 2020, pihak kampus melalui perwakilannya menyambangi kantor LBH Bandar Lampung dan membawa pesan bahwa tidak mampu memenuhi tuntutan para mahasiswa untuk mencabut seluruh SK DO dan Skorsing yang telah diterbitkannya,” ujarnya.

Bahwa respon yang disampaikan semakin menguatkan bahwa kampus Sang Juara memanglah kampus yang antiterhadap kebebasan akademik dan kemerdekaan mahasiswanya. Respon tersebut merupakan bentuk itikat buruk kampus karena telah memberikan janji palsu akan mempertimbangkan apa yang menjadi tuntutan mahasiswa dan menyelesaikannya secara kekeluargaan.

“Padahal para Mahasiswa tersebut telah menunjukkan itikat baiknya dengan datang langsung ke kampus bersama dengan LBH selaku pendamping hukum untuk dapat hadir dan mendengarkan klarifikasi dari pihak kampus secara langsung,” pungkasnya.