LAKRI Bongkar Indikasi Pungli Miliaran Rupiah Penerimaan Praja di IPDN

BANDARLAMPUNG - Front Aliansi Lembaga Anti Korupsi (LAKRI) menemukan dugaan terjadinya praktik transaksional dalam proses seleksi penerimaan calon Praja hingga tindak pidana pencucian uang (TPPU) di sekolah Kedinasan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
Dugaan praktik tersebut dilakukan oknum ASN dan pejabat di lingkup Kampus IPDN Jatinangor yang berinisial EDS yang saat ini menjabat sebagai Kepala Bagian Keprajaan IPDN Jatinangor dan AZ yang menjabat Kasubbag Administrasi umum dan Keuangan TU Pada Program Politik Pemerintahan IPDN Jatinangor.
Divisi Hukum LAKRI Syahril Ilham menyebutkan, modus operandi yang dilakukan oleh kedua oknum pejabat di Kampus IPDN Jatinangor tersebut terjadi sejak 2015 silam. Keduanya menjanjikan dan menerima gratifikasi sejumlah uang untuk meloloskan calon praja bisa diterima pada seleksi Penerimaan Praja IPDN Jatinagor dengan memanfaatkan jabatan dan status sebagai ASN di kampus tersebut.
“Kami sudah mengumpukan beberapa bukti yang di dapat di lapangan sepeti keterangan-keterangan dari calon praja,” kata Syahril, Minggu (30/08).
Syahril merinci para calon praja yang diduga telah menyetorkan dana ratusan juta kepada kedua oknum tersebut.
IT (20) asal pendaftaran Lampung. Orangtua IT telah menyerahkan uang sebesar Rp500 Juta kepada AZ pada 2018 lalu, namun hingga saat ini dirinya belum diterima sebagai Praja IPDN dan masih dijanjikan untuk dapat diterima pada pendaftaran tahun ini.
“Lalu, WYN (18) asal pendaftaran Bali. Orangtua nya juga telah menyerahkan uang sebesar Rp500 Juta AZ pada 2018 lalu. Tetapi hingga kini belum diterima sebagai Praja IPDN dan pada tahun ini masih dijanjikan untuk dapat diterima,” kata Syahril.
Selanjutnya, F (18) asal Riau. Orangtua nya telah menyerahkan uang senilai Rp500 Juta kepada AZ pada 2019 lalu untuk dapat diterima sebagai Praja IPDN pada tahun 2020 ini.
Ada juga laporan dari RA (18) asal Lampung. Orangtua RA telah menyerahkan uang sebesar Rp400 Juta juga kepada AZ pada Tahun 2020 yang dijanjikan untuk anaknya dapat diterima pada pendaftaran IPDN Tahun ini.
Bukti lainnya, keterangan dari PT (18) asal Jawa Barat. Orang tuanya telah menyerahkan uang senilai Rp500 Juta kepada AZ pada 2018 lalu namun hingga saat ini belum diterima sebagai Praja IPDN.
Satu lagi calon praja di Lampung yang orangtua nya menyerahkan uang senilai Rp400 Juta kepada AZ pada Tahun 2020 untuk memasukan anaknya yang akan didaftarkan melalui Provinsi Jawa Barat dan dijanjikan diterima pada tahun ini .
“Dan ada beberapa list nama dalam database kami yang pernah terlibat dalam proses penerimaan calon praja melalui AZ,” tegas Syahril.
Dia mengungkapkan, AZ dan EDS merupakan sepasang suami istri memberikan fasilitas “bimbingan belajar” yang seolah-olah dapat memberikan kelulusan pada saat tes seleksi calon Praja IPDN.
“Ada beberapa tempat yang dijadikan tempat berkumpulnya calon Praja itu, dengan modus bimbingan belajar. Diantaraya Bandung Barat, Jakarta Selatan , Tangerang dan Bekasi,” terang Syahril.
Adapun praktik melanggar hukum yang dilakukan oleh AZ maupun EDS menurut LAKRI yakni memanipulasi atau melakukan perubahan data alamat calon Praja yang ingin masuk di IPDN maupun asal pendaftaran calon mahasiswa dikarenakan sistem kuota antar-provinsi yang berbeda.
“Hal ini dikarenakan adanya penyalahgunaan terhadap jabatan yang dipegang oleh saudara EDS sampai saat ini,” kata Syahril.
Lanjutnya, membocorkan dokumen negara berupa pemberian soal-soal tes masuk seleksi penerimaan calon Praja IPDN dengan modus bimbingan belajar maupun pemberian soal-soal yang diindiksikan adalah dokumen negara.
“Praktik seperti ini telah dilakukan berulang-ulang selama penerimaan Praja IPDN oleh kedua oknum Pejabat tersebut. Bahkan adanya keterlibatan oknum oknum di bagian Keprajaan Pada kampus IPDN dalam proses pendaftaran merekalah sendiri yang melakukan registrasi terhadap calon pendaftar yang mana dilakukan di Daerah Lembang dan Bandung Barat, dan diindikasikan adanya keterlibatan oknum ASN di Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam hal melakukan proses pelatihan tes akademis atau CAT untuk memuluskan perbuatan melawan hukum ini,” terangnya.
Selain itu, melakukan upaya kerjasama dan kolusi dengan pihak Rumah Sakit di Cimahi Bandung dalam hal mengkondisikan hasil pemeriksaan kesehatan terhadap para calon mahasiswa IPDN yang akan melakukan tes kesehatan tersebut.
“Hal ini di karenakan Rumah Sakit sebagai rujukan terhadap hasil tes kesehatan penerimaan calon mahasiswa IPDN. Bisa di konfrontir langsung kepada pihak Rumah Sakit atau ditelusuri perbuatan melawan hukum kedua oknum ASN tersebut,” kata Syahril.
Kedua oknum tersebut juga terlibat praktik TPPU dalam menyamarkan harta-harta yang mereka miliki dari hasil yang tidak sah secara hukum dengan memanfaatkan dan menyalahgunakan jabatan dan wewenang yang dimilikinya pada Kampus IPDN Jatinangor dengan menerima uang dan menjanjikan kelulusan pada penerimaan Praja IPDN Jatinangor.
“Fakta yang kami dapatkan bahwa AZ dan EDS pada 2012 tercatat sebagai ASN yang bertugas pada Pemerintah Provinsi Lampung dimana sebelumnya pada 2011 AZ sempat menjadi narapidana kasus penipuan dan penggelapan yang terjadi di Dispenda Provinsi Lampung dan telah menjalani proses hukum yang berlaku (Incrackht) dan ini sudah tersebar di media online,” kata Syahril.
Pada akhir 2013, AZ dan EDS mengajukan mutasi pindah pada Kementerian Dalam Negeri yang kemudian ditempatkan di Kampus IPDN sejak 2014 sampai saat ini. Semenjak itu mulailah terjadinya praktik transaksional yang dilakukan oleh kedua orang tersebut dalam proses penerimaan Calon Praja IPDN di Jatinangor dimana modus operandi yang dilakukan seperti yang telah diuraikan diatas.
“Hal ini didasari oleh bukti bukti yang Kami dapatkan dikarenakan adanya kepemilikan harta yang tak wajar oleh seorang ASN yang menduduki jabatan Eselon III dan IV Pada Kampus IPDN Jatinangor yang mana baru berdinas selama sekitar 6 Tahun di Kampus IPDN Jatinangor Bandung,” ungkapnya.
Wakil Rektor II IPDN, Rizari saat dikonfirmasi mengaku belum mengetahui dugaan kasus tersebut.
“Waduh, saya masih baru (jadi Warek) jadi gak tahu. Tapi setahu saya kan sudah pake CAT/TKD dan diawasi KPK, masak masih ada yang berani?,” ujar Rizari melalui pesan whatsapp.
Namun dia tidak menyangkal kedua oknum tersebut pejabat di IPDN.
Rizari mendukung langkah LAKRI membongkar dugaan praktik pungli penerimaan Praja di IPDN.
“Biar tidak timbuh fitnah dan untuk nama baik IPDN,” ungkapnya.
Sementara, EDS dan AZ berkali-kali dihubungi untuk dikonfirmasi tidak mengangkat sambungan telepon meski dalam kondisi aktif.