Korban Mafia Tanah di Tulangbawang Barat Minta Batas Tanahnya Dikembalikan

TULANGBAWANG – Susanti (27) warga Tiyuh (Desa) Wonorejo, Kecamatan Gunungagung, Kabupaten Tulangbawang Barat, Lampung, minta Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengembalikan batas tanah miliknya KM 218 Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).

Permohonan pengembalian batas tersebut disampaikan langsung oleh Susanti dan ibunya, didampingi Anggota Komisi II DPRD Tulangbawang Barat, Arya, di Kantor BPN setempat, Senin (10/1/2022).

"Hari ini saya meminta kepada BPN agar melakukan pengembalian batas tanah hak saya yang terkena pembangunan JTTS, karena sampai dengan detik ini saya tidak pernah menerima uang ganti rugi tersebut. Selain itu, dalam sertifikat tanah saya ini juga masih utuh ukurannya seluas 8.085 M2," kata Susanti.

Lanjut dia, langkah ini ditempuh lantaran laporan pihaknya tidak ditanggapi serius oleh Kepolisian setempat baik Polsek maupun Polres Tulangbawang Barat.

"Dari luasan tanah saya ini kan seluas 5.100 M2 terkena JTTS, tetapi hanya 1.400 M2 saja yang ada dalam ganti rugi, karena seluas 3.700 M2 sisanya ternyata diambil atau dilakukan penyerobotan oleh seorang warga Wonorejo Ponidi (Almarhum) bersama oknum Kepala Tiyuh Wonorejo bernama Ngadenan dengan membuat Sporadik diatas hak tanah saya untuk mengambil uang ganti rugi itu, dan saya tidak terima," jelasnya.

Sementara, Kuasa Hukum Susanti, Gindha Ansori Wayka akan melaporkan langsung permasalahan ini ke Polda Lampung agar dapat serius ditindaklanjuti.

"Permasalahan kasus penyerobotan lahan yang dilakukan Ponidi (Almarhum) dan Kepala Tiyuh Wonorejo Ngadenan ini akan kita Lapor ke Polda. Sebab, hal ini sebenarnya sangat jelas, Sporadik tanah yang dibuat oleh Ponidi bersama kepala Tiyuhnya berada di atas hak Susanti, tetapi bagaimana bisa Polsek maupun Polres setempat seperti tidak serius menangani masalah ini seolah-olah bukan tindak pidana," tegas Gindha.

Menurutnya, pihaknya sempat meminta melakukan gelar perkara khusus pada Desember 2021 lalu dengan memanggil pihak-pihak terkait, tetapi tidak ada balasan.

"Ditandatangani dan diketahui serta disahkannya Sporadik oleh Kepala Tiyuh Wonorejo Ngadenan tersebut jelas diduga bertujuan untuk mengambil uang ganti rugi pembebasan JTTS KM 218 milik Susanti dengan menggunakan Alm Ponidi di Sporadik yang dibuatnya," ujarnya.

Sementara, Arya menyatakan dirinya selaku wakil rakyat sangat berharap pihak berwajib dapat profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

"Ini jelas mafia tanah, bahkan Polsek dan Polres pun sama sekali tidak serius menindaklanjuti laporan ini, kami sudah bertemu langsung Kapolres, sempat juga mengatakan akan melakukan gelar perkara, tetapi kenyataannya tidak ada. Tolong ini masalah hak rakyat kecil yang diambil, hukum harus adil, bagaimana bisa sertifikat kalah dengan sporadik," tuturnya.

Padahal, lanjut dia, Berita Acara Hasil Rapat Musyawarah Kedua Atas Penyelesaian Bidang Tanah atas nama Susanti tanggal 15 Juli 2020, dan Surat dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah Badan Pertanahan Provinsi Lampung Nomor AT.02.01/344-18/II/2021 Tanggal 8 Februari 2021, Perihal Tindak Lanjut Permasalahan Tanah Susanti, bahwa Sdr. Ponidi (Almarhum) yang diwakili oleh Kepala Tiyuh Wonorejo Sdr. Ngadenan (Selaku Terlapor) setuju dan bertanggungjawab atau siap untuk mengembalikan uang ganti rugi sebesar Rp260 juta tersebut, tetapi tidak terlaksana hingga kini.

"Saya mendukung agar Kuasa Hukum Susanti ini dapat langsung saja melaporkan ke Polda, supaya dapat ditanggapi secara serius dan bisa dipanggil semua pihak-pihak yang bersangkutan agar permasalahan dapat menemukan titik terang. Selain itu, diharapkan juga BPN agar dapat bekerja secara profesional dengan segera melakukan pengembalian batas sertifikat tanah Susanti," tegasnya.