Konten LBGTQ pada Tontonan Anak, Orang Tua Harus Waspada

BANDARLAMPUNG -
Belakangan ini, ramai menjadi perbincangan di kalangan orang tua tentang konten
LGBTQ yang terdapat pada video kartun yang seyogiyanya tidak ditujukan kepada
anak-anak.
Dalam potongan video yang beredar luas di beberapa platform
media sosial, terdapat adegan seorang anak kecil yang sedang bermain kemudian
menangis karena terjatuh, lalu ditolong oleh dua orang laki-laki yang
disebutnya sebagai Papa dan Ayah.
“Hal ini menimbulkan kegaduhan dan kekhawatiran di kalangan
orang tua sebab terdapat unsur penyimpangan di dalamnya. Mengingat, memberikan
tontonan video melalui gawai kepada anak-anak masih menjadi alternative bagi
orang tua untuk membuat anaknya tenang dan tidak beraktifitas berlebihan,†ujar
Ketua Pimpinan Wilayah Naayiatul Aisyiyah (PWNA) Provinsi Lampung, Ani
Lidyawati, melalui keterangan tertulis, Selasa (22/8/2023).
Selain itu, kata dia, masih banyak orang tua yang membiarkan
anaknya menonton video berjam-jam tanpa pendampingan. Sehingga memilih tontonan
yang edukatif menjadi salah satu pilihan yang bisa dilakukan oleh orang tua.
LGBTQ sendiri merupakan singkatan dari Lesbian, Gay,
Biseksual, Transgender dan Queer yang merupakan komunitas pecinta sesama jenis
yang kehadirannya ditentang di Indonesia karena tidak sesuai dengan budaya yang
ada di Indonesia.
Menurut Ani Lidyawati, saat ini, komunitas yang biasa
disimbolkan dengan gambar pelangi ini telah melakukan kampanye dengan berbagai
cara. Baik secara tertutup maupun terang-terangan. Dengan tujuan agar
komunitasnya dapat diterima ditengah masyarakat serta mencari sebanyak-banyaknya
orang untuk bergabung bersama dengan mereka.
“Hal ini tentu perlu mendapatkan perhatian khusus, apalagi
saat ini target dari kampanye kaum pelagi adalah anak-anak. Konten-konten LGBTQ
diselipkan melalui tontonan yang terkadang luput dari perhatian orang tua,â€
kata dia.
Anak-anak usia balita yang sedang mencari role mode dalam
mempelajari gender akan menjadi kesulitan untuk memahami identitas dan perannya
dalam menjalani kehidupan. Karena terjadi banyak penyimpangan disekitarnya yang
tidak sesuai dengan fitrah sebagai seorang manusia.
Oleh karena itu Ani berharap orang tua sebagai benteng
pertahanan pertama bagi anak harus memberikan pondasi yang kuat sejak di dalam
rumah.
"Dekatkan anak perempuan kepada Ibunya, dan dekatkan
anak laki-laki kepada Ayahnya. Agar anak-anak mengerti dan mendalami perannya
sebagai seorang laki-laki atau perempuan. Sehingganya mereka memahami apa yang
harus dilakukan sebagai seorang laki-laki maupun perempuan tentang bgaimana
cara berpakian bagi laki-laki dan perempuan, bagaimana cara bertutur kata bagi
laki-laki dan perempuan hingga bagaimana cara bergaul bagi laki-laki dan
perempuan yang kesemuanya sudah harus selesai sejak di dalam rumah, agar anak
tidak mencari role mode di luar yang bisa jadi tidak sesuai dengan nilai-nilai
yang ingin dicapai oleh keluarga," harap Ani.
Karena pada hakikatnya, laki-laki dan perempuan lahir dengan
fitrah yang berbeda. Keduanya memiliki tugas dan peran masing-masing serta
memiliki kekhususan yang tidak dapat disamakan. “Justru dengan diciptakannya
perbedaan antara laki-laki dan perempuan adalah untuk saling melengkapi,†tutupnya.