Kisah Mahasiswa Itera Asal Papua; Rela Tempuh Ribuan Kilometer Demi Merajut Mimpi

BANDARLAMPUNG - Program
Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (Adik) yang digulirkan Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, menjadi jembatan putra putri asli
Papua mengenyam pendidikan tinggi di Institut Teknologi Sumatera (ITERA).
Mereka rela menempuh jarak ribuan kilometer dan berpisah
dengan sanak keluarga demi merajut mimpi dan merengkuh harapan besar agar bisa ikut
membangun Bumi Cenderawasih dengan bekal ilmu yang didapat dari Sumatera.
Salah satu mahasiswa ITERA asal Papua adalah Sandhy D Sawaki
yang kini menempuh pendidikan di Program Studi Teknik Geofisika ITERA.
Pemuda yang akrab disapa Sandi itu, berasal dari Kota Sorong,
Papua Barat. Kota yang berjarak sekitar 3.404 KM dari Provinsi Lampung.
Selain aktif menjalani kuliah, Sandi yang juga bergabung
dalam Ikatan Mahasiswa Papua Lampung (IKMAPAL), mengaku rela berpisah dengan
keluarga, untuk bisa merajut mimpinya menjadi seorang geofisikawan muda. Tidak
hanya itu, Sandi juga berkeinginan dapat bekerja di BUMN Pertamina yang ada di
Papua, selepas menyandang gelar sarjana.
“Saya tertarik melanjutkan kuliah di Teknik Geofisika karena
sebelum saya lulus SMK saya sudah pernah magang di perusahaan Pertamina yang
ada di Papua, dan itu yang mendorong saya untuk tetap kuliah,†ujar Sandi di
wawancarai beberapa waktu lalu.
Meski baru pertama kali datang ke Lampung, Sandi mengaku
tidak kesulitan dalam beradaptasi dengan suasana baru di Bumi Ruwa Jurai.
Meskipun corak budaya seperti bahasa dan kebiasaan dinilainya berbeda antara di
Lampung dan Papua. “Puji Tuhan saya bisa beradaptasi dengan mudah di ITERA ini,
dengan teman-teman dari berbagai daerah,†pungkas Sandi.
Selain Sandi, mahasiswa asal Papua lainnya adalah Rahmatul
Fitri Nurlete, yang sama-sama berasal dari Sorong, Papua Barat. Fitri memilih
menempuh pendidikan sebagai mahasiswa Program Studi Farmasi, prodi yang paling
diminati di ITERA.
“Saya ingin bisa membuka apotek sendiri di kampung halaman
saya setelah lulus, meskipun kuliahnya harus jauh dari rumah,†ujar Fitri,
ditemui disela kuliah.
Dorongan dan doa orang tua juga membuat Fitri semakin berani
kuliah di perantauan. Meskipun dia harus rela menahan rindu, karena tidak dapat
setiap saat bertemu langsung dengan keluarganya. “Kalau kangen orang tua
biasanya komunikasi via telepon, dan di Asrama ITERA juga saya seperti punya
keluarga baru,â€ujar Fitri yang saat ini tinggal di Asrama ITERA.
Sementara itu pembina Program Beasiswa Afirmasi Pendidikan
Tinggi (Adik) ITERA, Lisdiana, mengatakan saat ini ada enam mahasiswa dari dua
angkatan 2021 dan 2022, yang terdata sebagai mahasiswa penerima beasiswa Adik.
Program beasiswa tersebut menjadi kesempatan putra dan putri asal Papua, serta
daerah tertinggal, terdepan, dan terluar Indonesia, untuk dapat mengenyam
pendidikan tinggi di perguruan tinggi negeri, termasuk di ITERA.
Lisdiana berharap, para penerima beasiswa Adik di ITERA
dapat sungguh-sungguh dalam belajar. Sehingga setelah selesai mengenyam
pendidikan di ITERA, mereka dapat membangun daera masing-masing.
“Mahasiswa penerima beasiswa Adik harus giat kuliah,
sehingga bisa membanggakan keluarga, agama, bangsa dan negara serta membangun
daerahnya kelak, seperti yang diharapkan Kemdikbudristek,†ujar Lisdiana.