Kherlani Sebut KCMU ‘Nakal’ dalam Jalankan Bisnis

PESISIR BARAT-Mantan Pejabat
(Pj) Bupati Pesisir Barat, Kherlani, menyebut PT. Karya Canggih Mandir Utama
(KCMU) nakal dalam menjalankan bisnisnya yang dikelolanya dibidang perkebunan
kelapa sawit.
Tanggapan tersebut menyusul kejadian bentrok antara petani
plasma dengan sejumlah oknum yang diduga mitra PT. KCMU, hingga mengakibatkan
dua dari tiga petani plasma harus mendapatkan penanganan medis secara intensif.
Menurut Kherlani, sebagai orang yang pernah menukangi Pesisir
Barat dalam kurun waktu Tahun 2013-2015, dirinya sangat memahami konflik yang
terjadi antara petani plasma dengan PT. KCMU. "Konflik antara kedua belah
pihak sudah dimulai sejak Tahun 1995 silam," ucap Kherlani melalui
sambungan telepon, Rabu (16/8/2023).
"PT. KCMU itu nakal dalam menjalankan bisnis perkebunan
sawit yang dikelolanya," sambung Kherlani sambil menegaskan bahwa ungkapan
yang dilontarkannya itu memiliki dasar yang cukup.
Ia menceritakan semasa dirinya menjabat Pj. Bupati Pesisir
Barat pertama persisnya pada 2014, secara serius ia berupaya menelusuri ihwal
pokok permasalahan antara petani plasma dengan PT. KCMU.
"Setelah melalui sejumlah rangkaian yang difasilitasi
oleh Pemkab Pesisir Barat, hasilnya pada saat itu dengan dituangkan dalam
perjanjian antara petani plasma diwakili empat sampai lima orang dengan PT.
KCMU melalui Direktur Utama (Dirut) nya pada saat itu, Tjandra Lumenta. Dimana
dalam perjanjian itu petani plasma yang sudah lunas pembayaran sertifikatnya
dikembalikan, yang belum lunas terus membayar hingga selesai. Dan PT. KCMU
berwajiban mengembalikan kelebihan pembayaran oleh masyarakat petani plasma
berdasarkan hasil penghitungan kita yang totalnya pada saat itu mencapai angka
Rp5 Miliar," beber Kherlani.
Dilalahnya, berdasarkan hasil pantauannya hingga saat ini
PT. KCMU yang harus mengembalikan kelebihan pembayaran sebesar Rp5 Miliar
dimaksud kepada petani plasma tidak melaksanakan kewajibannya.
“Masyarakat petani plasma yang masih harus bayar ikut-ikutan
tidak melaksanakan kewajibannya. Hal ini terjadi karena perjanjian tersebut
tidak lagi terkontrol," tukas Kherlani.