Ketua PDIP Banda Aceh Bantah Pernyataan Imran Mahfudi ke Media

BANDARLAMPUNG - Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Banda Aceh, Teuku Mahfud, membantah pernyataan Imran Mahfudi ke sejumlah media yang menyatakan dirinya (Teuku Mahfud) mengakui Ketua PDIP Aceh ditunjuk DPP bukan dipilih atau ditunjuk oleh peserta Konferda V PDIP Aceh, dalam persidangan perkara sengketa Partai Politik di PN Banda Aceh, Rabu (01/07) kemarin.

“Adalah tidak tepat.  Statement tersebut merupakan penafsiran beliau secara sepihak, tanpa memperhitungkan pernyataan-pernyataan saya mengenai peraturan-peraturan yang berlaku, kondisi dan evaluasi kinerja DPD PDIP Aceh yang buruk pascapileg dan pilpres 2019, proses assessment berupa kursus kader kepemimpinan yang merupakan ujian bagi calon Ketua DPC dan DPD Aceh,  serta proses penjaringan calon ketua DPD itu sendiri,” kata Teuku Mahfud melalui keterangan pers yang diterima monologis.id, Kamis (02/07) pagi.

Dia menegaskan, secara keseluruhan justru membantah tuduhan bahwa DPP mengambil alih kewenangan Konferda.

“Saya merasa statement yang memuat pernyataan saya secara parsial semata-mata merupakan upaya yang bersangkutan untuk mempengaruhi opini publik, dan mungkin juga untuk mempengaruhi keputusan Majelis Hakim yang mengadili perkara perdata ini, dan ini sangat merugikan pihak yang berperkara dengan Saudara Imran Mahfudi,” ungkapnya.

Mahfud mengungkapkan beberapa poin penting yang dia sampaikan di hadapan majelis sidang tersebut untuk membantah pernyataan Imran Mahfudi, antara lain; diangkatnya Muslahuddin Daud di dalam Konferda V PDIP Aceh sebagai Ketua DPD bukanlah secara mendadak atau ujug-ujug, melainkan telah mengalami proses yang panjang, dan melalui mekanisme yang sah dan meyakinkan, yang diketahui oleh seluruh kader yang mengikuti proses tersebut, termasuk Imran Mahfudi.

“Landasan untuk memulai tahapan Konfercab dan Konferda untuk menjaring calon ketua DPC dan DPD Partai adalah Peraturan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan no 28/2019 (PP no 28/2019),” kata dia.

Sesuai PP 28/2019 dengan konsideran AD/ART Partai, DPP PDIP memiliki kewenangan yang sangat besar di dalam mengevaluasi kinerja DPC dan DPD. DPD Aceh masuk ke dalam "kategori kurang" dikarenakan hasil yang tidak memuaskan di pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden 2019, oleh karena itu hasil evaluasi ini menjadi dasar pertimbangan DPP Partai di dalam membentuk DPD dan DPC se-Aceh yang baru.

“Bahwa Imran Mahfudi ikut diusulkan oleh DPC PDIP Banda Aceh dan 10 DPC lainnya sebagai salah satu calon Ketua DPD dari 5 orang yang diusulkan per DPC, semata-mata berdasarkan PP 28/2019,” jelasnya.

Untuk semua calon Ketua DPD dan DPC se-Aceh dibuatkan sebuah assesment dan ujian yang diberi nama Kursus Kader Kepemimpinan, yang dilaksanakan di bulan Juli 2019, bertempat di Hotel Le Polonia Medan. Seluruh peserta diberi disclaimer dan diwanti-wanti, bahwa hanya peserta terbaik lah yang akan menjadi Ketua DPD dan DPC.  

“Saudara Imran Mahfudi dan Muslahuddin Daud yang merupakan peserta dari kursus tersebut, sudah pasti mengetahui konsekwensi dan sadar betapa pentingnya kegiatan tersebut. Ikutsertanya Saudara Imran Mahfudi di acara tersebut menandakan yang bersangkutan sepakat untuk mematuhi syarat dan ketentuan acara, termasuk apapun hasil dari kursus tersebut,” kata Mahfud.

Dia menambahkan, adalah benar, surat rekomendasi penunjukan Muslahuddin Daud sebagai Ketua DPD terpilih dibacakan di dalam Konferda V PDIP Aceh. Tidak ada satupun peserta yang keberatan dengan hasil rekomendasi tersebut, dan Imran Mahfudi yang hadir di acara tersebut juga tidak menyatakan keberatan. Rekomendasi tersebut telah mendapatkan legitimasi dari seluruh pemilik suara dengan tidak adanya keberatan.

“Melihat kronologis yang saya alami sendiri bersama ratusan kader lainnya yang terlibat, saya berani membantah bahwa tidak benar DPP mengambil alih kewenangan Konferda. Semua sudah mengalami proses yang runut dan jelas, sesuai dengan wewenang yang diamanatkan oleh AD/ART Partai dan PP no. 28/2019,” jelasnya.

Dia menambahkan, bahwa Imran Mahfudi ikut diusulkan oleh DPC PDIP Banda Aceh bersama 4 orang lainnya sebagai calon ketua DPD Aceh, semata-mata berdasarkan PP 28/2019.

“Adalah menjadi kontradiktif ketika Saudara Imran Mahfudi hanya mengakui AD/ART Partai saja sebagai dasar pelaksanaan Konferda dan tidak mau mengakui PP No 28/2019, sementara keikutsertaan Saudara Imran Mahfudi di dalam kontestasi pemilihan Ketua DPD PDIP Aceh ternyata memakai PP tersebut sebagai landasan,” kata dia.

Sebagai informasi, lanjutnya, konsideran AD/ART Partai yang perlu diketahui oleh khalayak ramai, sehubungan dengan terbitnya PP tersebut adalah Pasal 28, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 72, Pasal 73, Pasal 74 dan Pasal 75 Anggaran Dasar Partai; Pasal 15, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 59, Pasal 60, Pasal 65 dan Pasal 66 Anggaran Rumah Tangga; serta PP No 21/2015 tentang Evaluasi Kinerja Kepemimpinan dan Kepengurusan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Teuku Mahfud meragukan Imran Mahfudi yang memiliki pengalaman historis sebagai pengurus Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Partai, tidak melihat adanya pasal-pasal tersebut.