Keadilan itu Bernama: Kocok Ulang

BANDARLAMPUNG - Investigasi monologis.id di pasar SMEP Bandarlampung menunjukkan fenomena api dalam sekam. Rencana Dinas Perdagangan Kota Bandarlampung yang memindahkan pedagang 20 Oktober 2021 masih menyisakan masalah serius. Sekitar 30an pedagang masih belum kebagian lapak.
Apakah ada permainan kotor di dalamnya?
Monologis.id coba menelusuri sejarah Pasar SMEP yang sudah bermasalah sejak ditangan PT Artha Prabu Developer. Pasca direlokasi tahun 2013 silam, para pedagang langsung dimintai uang DP oleh pengembang. Jumlahnya variasi, mulai Rp2,5 juta sampai puluhan juta.
Masalah pun muncul, Pemkot Bandarlampung memutus kerja sama dengan PT Prabu Artha pada pertengahan Mei 2014. Pembangunan Pasar SMEP terbengkalai. Pedagang terlanjur direlokasi. Omzet menurun drastis. Hingga akhirnya, Pembangunan pasar SMEP diselesaikan oleh pengembang lain. Pendataan pedagang pun dilakukan kembali pada tahun 2019 silam oleh petugas salar.
Akibat keteledoran petugas salar dan tidak ada verifikasi data dengan pedagang. Masalah kembali muncul. Saat undangan pengundian lapak disebar, ternyata sekitar 30an pedagang tidak diundang. Padahal mereka pedagang lama. Mereka pun protes. Mulai mendatangi Kepala Pasar SMEP Slamet, Ketua Himpunan Pedagang Pasar SMEP (HPPS) Sarbini, dan menyatroni Dinas Perdagangan Kota Bandarlampung.
Merasa sesuai aturan dan prosedur, Kepala Dinas Perdagangan Kota Bandarlampung Wilson Faisol tak menggubris protes itu. Rencananya pemindahan tancap gas. Sepertinya Wilson tak paham masalah dan memahami secara mendalam soal pasar SMEP. Maklum, dia baru dilantik seumur jagung, yakni 5 Oktober lalu menggantikan Adiyansah. Baginya, keberhasilan memindahkan pedagang secepatnya adalah prestasi perdana yang ingin dia persembahkan untuk Bunda Eva. Soal ada pedagang yang gak kebagian lapak, diurus nanti.
Kondisi ini diperparah dengan sikap Sarbini, ketua HPPS. Merasa inner circle nya sudah kebagian lapak, dia pun cuek dengan nasib rekan-rekannya. Di sebuah media online, dia justru mengatakan siap mendukung pemindahan dan menjamin para pedagang tidak berdemo. Seperti ingin pasang badan untuk Dinas Perdagangan.
Merasa tak lagi aspiratif dan mewakili jeritan hati pedagang, sekelompok pedagang dibawah komando Hermawan membentuk Kerukunan Pedagang Pasar SMEP (KPPS). Mereka berjuang demi keadilan: semua pedagang harus kebagian lapak, tanpa terkecuali.
Pedagang pun terbelah: HPPS pro pemindahan dan KPPS ingin kocok ulang pengundian lapak.
Hermawan dan para pedagang kini sedang menyusun kekuatan untuk melawan rencana Dinas Perdagangan yang ngotot memindahkan tanggal 20 Oktober 2021. Mereka ingin pendataan ulang sehingga seluruh pedagang mendapatkan lapak.
Sungguh aneh, pedagang lama, sudah bayar uang muka tidak kebagian lapak. Pedagang baru, justru kebagian lapak. Bahkan informasi yang Monologis peroleh ada yang dapat sampai lima lapak.
Surat audensi ke Dinas Perdagangan sudah dilayangkan KPPS. Belum juga direspon. Rencana berikut adalah berdemo. Jika tak juga berhasil, mereka akan melakukan perlawanan saat pemindahan 20 Oktober 2021. Untuk memperkuat perjuangan, KPPS menggandeng LBH Bandarlampung, SRMI, LMND dan elemen pergerakan lainnya. Posko pengaduan pun dibentuk. Pedagang yang merasa tidak kebagian lapak dan kios bisa mendatangi posko KPPS.
Sejumlah anggota DPRD kota Bandarlampung yang dihubungi monologis.id enggan berkomentar. Isu ini kurang seksi bagi para politikus. Apalagi pemilu masih lama. Mereka paham, pedagang pasar SMEP hanya berjumlah 500an. Tak begitu menggiurkan dari segi keuntungan elektoral politik.
Terakhir, kita tentu menunggu intervensi dan kebijaksanaan Wali Kota Eva Dwiana. Seorang tim sukses nya, Rahmat Husein sudah bersuara: minta kocok ulang pengundian lapak. Ini demi memenuhi unsur keadilan, bukan sekedar menjalankan prosedur dan aturan yang bisa diakali.