Kades dan Lurah di Pesisir Barat Wajib Laksanakan PPKM dan Optimalkan Posko COVID-19

PESISIR BARAT - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pesisir Barat melalui Inspektorat meminta 116 peratin (kepala desa) dan 2 lurah di kabupaten tersebut wajib mematuhi dan melaksanakan Instruksi Bupati (Inbup) Pesisir Barat Nomor 5 Tahun 2021, tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 dan mengoptimalkan posko penanganan corona virus disease 2019 (COVID-19).
"Jika ada peratin yang melanggar karena dinilai tidak melaksanakan Inbup dimaksud, kami akan langsung melakukan pemanggilan dan pemeriksaan," ujar Inspektur, Henry Dunan, Senin (16/08).
Dia menegaskan, ini merupakan wujud keseriusan Pemkab Pesisir Barat dalam hal memutus mata rantai penyebaran COVID-19.
Menurutnya, berdasarkan Undang-Undang (UU) Desa Nomor 6 Tahun 2014, Pasal 30 Ayat 1 dan 2, dapat dikenakan sangsi mulai dari pemberhentian sementara (skorsing), dan jika memang masih terulang bukan tidak mungkin pemberhentian tetap.
"Tidak hanya peratinnya saja, bahkan lurah dan camat bisa dikenakan sangsi ketika tidak dilaksanakannya Inbup tersebut. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin Aparatur Sipil Negara (ASN)," tambahnya.
Dalam pelaksanaan Inbup Nomor 5 Tahun 2021, lanjutnya, peratin wajib melakukan pencegahan terjadinya kegiatan-kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan, seperti halnya hajatan pernikahan yang menggunakan orgen tunggal, tetap mematuhi Protokol Kesehatan (Prokes), dan mengoptimalkan posko penanganan COVID-19.
"Peratin wajib mencegah adanya hajatan yang menggunakan orgen tunggal dengan memberikan pemahaman yang baik kepada masyarakat," terangnya.
"Terlebih belakangan Satgas COVID-19 gencar melakukan sweaping dilokasi hajatan hingga cukup banyak peralatan orgen tunggal yang sampai disita. Seharusnya hal ini tidak terjadi jika peratin sudah memberikan penjelasan secara intensif kepada masyarakat," imbuhnya.
Masih kata Henry, dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan pemanggilan terhadap dua peratin, dikarenakan dinilai telah melakukan pembiaran terhadap suatu hajatan yang menggunakan orgen tunggal. "Karena berdasarkan laporan masyarakat dan kepala puskesmas akibat dari kegiatan tersebut timbulnya klaster baru penyebaran COVID-19, bahkan sampai ada yang meninggal," pungkasnya.