Hakim Batalkan Hasil Pemilihan Kakam Mojokerto Lampung Tengah

Hakim Batalkan Hasil Pemilihan Kakam Mojokerto Lampung Tengah
Ilustrasi/istimewa

LAMPUNG TENGAH -  Setelah melalui perjalanan panjang dan cukup menyita waktu, akhirnya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandarlampung mengabulkan gugatan pemohon tiga calon kepala kampung terkait proses perselisihan sengketa Pemilihan Kepala Kampung (Pilkakam) yang di laksanakan serentak pada 7 November 2019 lalu di Lampung Tengah.

Gugatan itu disampaikan Hadi Sutrisno, Sahri dan  Agus Trimono melalui PTUN Bandarlampung kepada termohon yaitu Bupati Lampung Tengah.

Pemohon mengajukan gugatan karena diduga dalam penyelenggaraan Pilkakam Kampung Mojokerto yang dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan Kepala Kampung terdapat kejanggalan-kejanggalan. Ketiga calon kepala kampung lalu mengajukan gugatan di dampingi Tim Kuasa Hukum Gunawan Raka dan Rekan.

Dalam persidangan terbuka, Ketua majelis hakim, Indra Kesuma Nusantara menyatakan mengabulkan gugatan para penggugat untuk seluruhnya.

"Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Bupati Lampung Tengah Nomor 734/KPTS/D.a.VI.14/2019 tanggal 23 Desember 2019 tentang Pengesahan Hasil Pemilihan, Pemberhentian dan Pengangkatan Kepala Kampung Kecamatan Padang Ratu Kabupaten Lampung Tengah, Yayat Supriadin berdasarkan hasil pemilihan," sebut Indra Kesuma Nusantara.

Selain itu, Indra menyatakan agar mencabut keputusan Bupati Lampung Tengah atas pengangkatan Kepala Kampung Mojokerto dan menghukum tergugat membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini.

Gunawan Raka, kuasa hukum ketiga penggugat mengatakan bahwa dalam sengketa ini pihaknya menilai pemilihan kepala desa tersebut tidak sah.

"Karena pada saat pemilihan ada beberapa aturan yang secara aturan belum diatur oleh peraturan daerah ataupun peraturan bupati. Namun oleh panitia menurut penilaian kertas suara itu ditentukan secara sepihak oleh panitia sehingga merugikan calon-calon yang ikut dalam pemilihan," sebut Raka.

Raka mencontohkan dimana kualifikasi suara rusak, suara tidak sah dan suara sah itu ternyata secara sepihak ditentukan oleh panitia tanpa kesepakatan dari calon.

"Sehingga pada saat penghitungan, yang seharusnya si A menang karena surat suaranya dinyatakan rusak tetapi aturan rusak itu sendiri tidak jelas, sehingga merugikan calon dan mengajukan keberatan," ungkap Raka.

Raka mengatakan, intinya Bupati harus melaksanakan keputusan pengadilan,yang kedua SK itu harus di cabut sesuai ptitum.

Sementara itu, pihak tergugat melalui penasihat hukumnya, Tua Alpaolo Harahap, menilai ada beberapa pertimbangan dalam fakta persidangan yang tidak sesuai.

"Salah satunya surat suara rusak sebanyak 400 tidak dapat dijelaskan secara rinci oleh saksi yang dihadirkan dan kami sudah berkomunikasi dengan klien kami kemungkinan kami akan upaya hukum banding," tutupnya.