Gubernur Banten Tidak Izinkan Kelas Tatap Muka SD dan SMP

SERANG - Gubernur Banten Wahidin Halim secara tegas tidak megizinkan kabupaten/kota menggelar kelas tatap muka untuk tingkat SD dan SMP tanpa adanya kajian terlebih dulu terhadap situasi kasus COVID-19 daerah tersebut beserta kesiapan sarana dan prasarana pendukungnya.
"Kaji dulu! Gurunya harus di swab (skrinning COVID-19), fasilitasnya, termasuk juga sistem dan kurikulumnya," tegas Wahidin kepada wartawan usai Rapat Koordinasi Pencegahan Korupsi Terintegrasi Wilayah Banten 2020 di Pendopo Gubernur Banten KP3B, Curug, Kota Serang, Selasa (18/08).
Menurut Wahidin, situasi saat ini merupakan kondisi abnormal. Pemerintah juga tidak sengaja melakukan pembelajaran jarak jauh. Situasi seperti saat ini dulu saya alami pada tahun 1966. Karena kondisi politik kita belajar di rumah.
"Jangan sampai berdampak. Bukan pembodohan," ungkapnya.
Dijelaskan, kondisi saat ini merupakan keadaan terpaksa, darurat. Kelas tatap muka bisa laksanakan di daerah Zona Hijau. Namun tetap dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Seperti ruang kelas yang memungkinkan untuk dilaksanakan jaga jarak, ada fasilitas cuci tangan, siswa dan guru memakai masker, serta persyaratan lainnya.
Dia mengaku akan menindaklanjuti dengan berkirim surat kepada bupati/walikota yang telah mengijinkan kelas tatap muka tentang kesiapannya.
"Kalau kita tidak taat, ini kan kebijakan nasional. Untuk SMA, SMK, dan SKh yang menjadi kewenangan Provinsi Banten kemungkinan dibuka pada bulan Desember," ungkapnya.
Perspektif umum, lanjut Wahidin, sekolah penting memang ya. Tetapi dalam situasi dan kondisi seperti saat ini orang tua juga harus mempertimbangkan. Kalau anaknya kena sakit, siapa yang bertanggungjawab? Seperti pegawai yang kena, siapa yang bertanggung jawab?
"Boleh kerja, produktif. Tapi jangan kena atau sakit. Kalau kena biayanya mahal. Tinggal masyarakat yang disiplin, guru juga. Kalau ada anak yang kena atau sakit, prihatinkan?" ungkapnya.
Menurut Wahidin, meski sudah ada perjanjian antara sekolah dengan orang tua dan bukan menjadi tanggungjawab sekolah, kalau sudah kena menjadi tanggung jawab pemerintah.
"Jangan korbankan anak untuk kelas tatap muka," tegasnya.
"Ini kebijakan nasional, kebijakan Presiden Joko Widodo. Negara sudah mengeluarkan Rp 600 triliun untuk membiayai. Ini keadaan darurat, abnormal," pungkasnya.