Disomasi Pemkab Lampung Utara, Effrizal Arsyad Meminta Maaf

LAMPUNG UTARA - Buntut dari lontaran pedas yang disampaikan oleh Effrizal Arsyad yang merupakan Asisten III akhirnya berujung pada permohonan maaf dari yang bersangkutan. Permintaan maaf itu diketahui setelah dirinya menerima Surat Keputusan (SK) Bupati yang isinya memindahtugaskan dari Jabatan Asisten Bidang Administrasi menjadi pelaksana di Dinas Perpustakaan Dan Arsip Lampung Utara (Nonjob).

“Atas perkataan saya kepada Sekda dan Bupati. Saya meminta maaf yang sedalam-dalamnya. Semua itu saya akui sebagai kekhilafan. Dan ucapan itu saya sampaikan secara spontanitas,” ujar Effrizal Arsyad, Jumat (30/04).

Menurut Effrizal, dirinya pun telah menerima konsekuensi atas tindakannya tersebut. Dimana belum lama ini telah mengucapkan pernyataan pedas yang tak berdasar secara spontanitas.

”Mudah-mudahan pak Bupati dan Sekda dapat menerima permintaan maaf saya ini. Saya pun menerima ikhlas dinonjobkan dari jabatan yang saya pegang sebelumnya," ucapnya

Saat disinggung tentang pernyataan dirinya yang menyebut adanya jual beli jabatan di Pemerintahan dibawah kepemimpinan Budi Utomo, ia berkilah bahwasanya pernyataan tersebut merupakan tak lebih dari pembicaraan spontanitas semata. Bahkan dirinya kembali mengulang penyataan maafnya atas semua pernyataan tersebut.

”Itulah kekhilafan saya. Mengenai perkataan jual beli jabatan itu, saya akui itu tidaklah benar,” jelasnya.

Untuk diketahui, Effrizal Arsyad dicopot dari jabatannya sebagai Asisten Bidang Administrasi Pemkab Lampura dan mendapat somasi dari tempat dia bekerja. Diduga kuat pencopoptan itu lantaran "celotehan" bahwasanya Bupati dan Sekretaris Daerah (Sekda) Lampung Utara ditengarai kerap tidak masuk kantor.

Bahkan dengan tegasnya, ia menuding jika Lekok selaku Sekretaris Daerah kerap tidak masuk kantor untuk menghidari sejumlah persoalan yang tengah dihadapi oleh Pemerintah Daerah.

“Sekda jarang ngantor. Jangan jadi pejabat kalau penakut. Dia kan motor penggerak. ,” seloroh Efrizal beberapa hari lalu.

Meski menurutnya memang tidak ada aturan yang melarang kedua atasannya itu bekerja dirumah, namun itu sepatutnya dilakukan tidak tiap hari.

“Banyak pejabat tidak sanggup ngomong (mengkritik), takut ilang jabatan. Karena jabatan dapat ‘beli’” tegasnya.

“Selama 36 tahun jadi PNS disini. Pemerintahan saat inilah yang paling buruk,” imbuhnya .