Direktur Meta Politica Pertanyakan Kebijakan Pemberlakuan Jam Malam di Aceh

Direktur Meta Politica Pertanyakan Kebijakan Pemberlakuan Jam Malam di Aceh
Direktur Meta Politica Teuku Muhammad Ja'far Sulaiman

BANDA ACEH-Pencabutan kebijakan pemberlakuan jam malam yang diterapkan Pemerintah Aceh kembali mendapat desakan berbagai pihak. Kali ini, Direktur Meta Politica Teuku Muhammad Ja'far Sulaiman menilai kebijakan itu tidak tepat.

Dia mempertanyakan dasar hukum pemberlakuan jam malam yang diterapkan Pemerintah Aceh.

“Yang seharusnya dilakukan adalah menutup bandara, perbatasan, dan menjaga garis pantai dari masuknya orang-orang luar Aceh, apalagi dari daerah-daerah zona merah pandemi seperti Jakarta, Malaysia, dan lainnya,” tegas Teuku Muhammad Ja'far Sulaiman, Rabu (01/04).

Menurutnya, yang harus difokuskan Pemerintah Aceh itu rapid test, sehingga diketahui berapa orang positif agar bisa dikarantina secara terpusat dan tidak bisa lagi isolasi mandiri.

“Untuk apa kita capek-capek phisical distancing, jam malam lagi, tapi dari bandara orang luar Aceh terus masuk dari daerah pandemi, kan sama saja. Dan yang harus dikarantina kan yang positif, ngapain yang sehat dikurung dalam rumah di malam hari,” ungkapnya.

Kebijakan jam malam itu, kata dia, menyengsarakan rakyat banyak, para pekerja, para penjual makanan, ojol, dll.

“Seharusnya dalam krisis seperti ini, ekonomi harus tetap bergerak, ada perputaran, salah satu penggerakan perputaran ekonomi itu ya di malam hari. Kalau ekonomi sudah tidak bergerak kan menyengsarakan banyak orang. Plt Gubernur itu mengorbankan rakyat banyak untuk cari selamat, rakyat yang dikorbankan itu sia-sia juga, toh bandara masih buka,” kata dia.

Sementara, kata dia, Plt Gubernur Aceh hingga kini belum memberikan penjelasan secara resmi terkait pemberlakuan jam malam, “Untuk apa ?, targetnya apa ?, ini sangat tidak benar untuk sebuah kebijakan, kondisi darurat tidak bisa menjadi alasan untuk terus ujung-ujungnya memberlakukan jam malam,” imbuhnya.