Bupati Pesisir Barat Usulkan Empat Raperda ke DPRD

PESISIR BARAT-Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, menggelar rapat paripurna dengan agenda penyampaian nota penjelasan empat Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) usul kepala daerah, di ruang rapat paripurna DPRD setempat, Senin (6-10-2025).
Rapat tersebut dipimpin langsung Ketua DPRD, Mohammad Emir Lil Ardi, dan dihadiri 18 dari 24 anggota DPRD.
Tampak hadir langsung Bupati Pesisir Barat Dedi Irawan, Wakil Bupati Irawan Topani, Pj. Sekkab Tedi Zadmiko, para Asisten, Staf Ahli, forkopimda, para kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), dan camat.
Dalam penyampaiannya Dedi Irawan menguraikan empat Ranperda usul kepala daerah, diantaranya yakni ranperda tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah Pesisir Barat, ranperda tentang tata cara penyelenggaraan cadangan pangan daerah, ranperda tentang penyerahan prasarana, sarana dan utilitas umum perumahan, dan ranperda tentang penyelenggaraan kearsipan.
Dedi menjelaskan, perangkat daerah merupakan unsur penting dalam mendukung kinerja pemerintahan, penyelenggaraan pelayanan publik, dan pencapaian tujuan pembangunan daerah. "Namun demikian, dalam praktiknya, struktur dan susunan perangkat daerah di banyak wilayah kerap kali mengalami pembengkakan yang tidak proporsional terhadap kebutuhan, kapasitas fiskal, serta beban kerja yang ada. evaluasi dan tindak lanjut susunan perangkat daerah muncul sebagai solusi strategis dalam menjawab tantangan tersebut," ungkap Bupati.
Menurutnya, dasar hukum yang mengatur pembentukan dan penataan perangkat daerah secara umum adalah Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Selain itu, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 tentang perangkat daerah menjadi pedoman teknis dalam menentukan tipe, jumlah, dan nomenklatur perangkat daerah sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing daerah.
"Regulasi ini mendorong pemerintah daerah untuk menyusun perangkat organisasinya berdasarkan prinsip rasionalisasi dan kesesuaian dengan beban kerja, potensi daerah, dan kemampuan keuangan daerah," jelas Dedi.
"Atas dasar tersebut maka perlu untuk membentuk ranperda Pesisir Barat tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah. Pada hakikatnya dibuat untuk memberikan landasan hukum dan pedoman kepada Pemkab Pesisir Barat dalam penyelenggaraan pemerintahan," imbuhnya.
Lebih lanjut Dedi menerangkan, Pemkab Pesisir Barat memiliki tanggung jawab untuk mendukung ketahanan pangan masyarakatnya melalui pemanfaatan potensi sumber daya lokal, sekaligus mengantisipasi ancaman krisis pangan akibat keterbatasan lahan, menurunnya jumlah petani, dan ketidakmerataan distribusi. Sejalan dengan PP Nomor 15 Tahun 2017 tentang ketahanan pangan dan gizi, diperlukan regulasi daerah berupa Perda mengenai tata cara penyelenggaraan cadangan pangan.
"Kehadiran peraturan ini diharapkan mampu menjamin ketersediaan pangan pokok bagi masyarakat dalam kondisi normal maupun darurat, serta memperkuat kemandirian daerah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat," lanjutnya.
Sementara itu terkait perumahan, kata Dedi, di Pesisir Barat sendiri pertumbuhan perumahan yang pesat belum diimbangi dengan aturan yang jelas mengenai penyerahan prasarana, sarana dan utilitas umum dari pengembang pemerintah daerah. Kondisi dimaksud menimbulkan ketidakpastian dalam pengelolaan serta pemeliharaan perumahan. Untuk itu, diperlukan dasar hukum yang kuat melalui perda yang mengatur tatacara penyerahan prasarana, sarana dan utilitas tersebut.
"Hal ini sejalan dengan ketentuan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen-PUPR) Nomor 9 Tahun 2009 tentang pedoman penyerahan PSU perumahan. Dengan adanya regulasi daerah diharapkan memberikan kepastian hukum serta terwujudnya perumahan yang layak bagi masyarakat," pungkasnya.
Dedi menandaskan, Pesisir Barat yang berdiri berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2012, merupakan salah satu kabupaten termuda di provinsi lampung. Dimana masalah utama yang sering muncul di daerah pemekaran adalah belum tertatanya sistem pengelolaan dokumen yang baik, kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlatih, minimnya infrastruktur arsip, hingga rendahnya literasi arsip di kalangan aparatur. terlebih masyarakat daerah belum memiliki kesadaran dan pemahaman yang cukup mengenai pentingnya arsip sebagai sumber informasi, alat bukti hukum, dan identitas sejarah. Hal itu menyebabkan pengelolaan arsip di berbagai sektor masih dilakukan secara tidak tertib, dan rawan hilang atau rusak, terutama dalam situasi bencana atau perubahan kelembagaan. Selain itu, tidak adanya standar yang jelas menyebabkan perbedaan praktik pengarsipan antar perangkat daerah dan lemahnya akuntabilitas pelayanan publik.
"Fakta tersebut menunjukkan adanya ketimpangan antara regulasi nasional yang menuntut pengelolaan arsip yang sistematis dan profesional, dengan kondisi aktual di tingkat daerah yang masih menghadapi kendala teknis, struktural, dan kultural. dalam praktiknya, banyak arsip penting tidak terdokumentasi dengan baik, rentan hilang, atau tidak dapat diakses saat dibutuhkan. Hal ini berdampak pada pelayanan publik, pengambilan keputusan berbasis data, serta pelaksanaan prinsip good governance. Karenanya perlu untuk membentuk perda tentang penyelenggaraan kearsipan di Pesisir Barat," pungkasnya.