Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Utara Diduga Rugikan APBD Rp5 Milliar

JAKARTA – Generasi Canga Hibualamo mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Bupati Halmahera Utara Frans Manery dan Wakil Bupati Muklis Tapi Tapi yang diduga merugikan negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2016 dan 2017 senilai Rp5 Miliar.
Perwakilan Generasi Canga Hibualamo Suwito Hi Tengku mengungkapkan, pada 2016 dan 2017, Pemkab Halmahera Utara mengalokasikan total anggaran senilai Rp30.184 Mliar untuk pembangunan infrastruktur jalan di Desa Dama-Desa Cera Loloda Kepulauan, Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara.
“Proyek tersebut dikerjakan oleh PT Cipta Aksara Perkasa yang berlokasi di Jl Sultan Khairun No. 164Kelurahan Makassar Timur, Ternate Tengah, Kota Ternate. Berdasarkan dokumen APBD Halmahera Utara 2016 dan 2017 tercatat ada dua kali kucuran anggaran pada 2015 dengan rincian anggaran sebesar Rp11.270 miliar dan Rp18.914 miliar pada 2016,” ungkap Suwito, Senin (02/01).
Dia mengungkapkan, dalam pembahasan awal 2015 nilai satuan jalan proyek Sirtu hanya pada kisaran Rp450 juta dan Lapen Rp650 juta. Namun ketika Frans Manery dan Muklis Tapi Tapi menjabat, terjadi perubahan anggaran dengan rincian alokasi proyek Sirtu naik menjadi Rp650 juta, sedangkan proyek Lapen naik ke angka Rp900 juta.
“Perubahan itu dimuat dalam Surat Keputusan (SK) Bupati setelah Frans Manery dan Muklis Tapi Tapi. Menurut hasil investigasi Komisi II DPRD Halmahera Utara pada akhir 2017, ditemukan pengerjaan jalan tidak sesuai dengan apa yang direncanakan dalam APBD tahun anggaran 2016 dan 2017,” kata dia.
Ditambahkannya, sesuai kontrak yang diteken Pemkab Halmahera Utara dengan pihak ketiga (kontraktor), pembangunan infrastruktur jalan berdasarkan APBD Halmahera Utara seharusnya sepanjang 20 km tetapi sampai saat ini jalan yang dibangun hanya 10 km.
“Artinya masih ada sisa 10 km yang belum dibangun, sementara sisa anggaran tersebut diduga telah dipergunakan untuk membangun tempat duduk beton di pinggir jalan (deker) di seputaran di daerah Loloda kepulauan,” imbuhnya.
Suwito juga mengungkapkan, Janlis Kitong, Ketua Komisi II DPRD Halmahera Utara saat mengatakan di salah satu media online lokal, sisa anngaran kurang lebih Rp5 miliar tersebut dialihkan untuk pembangunan tempat duduk (deker) sebanyak 11 buah dan rabat.
“Pengalihan sepihak oleh kontraktor tanpa melibatkan Pemda dalam pembahasan itu dinilai menyalahi aturan, sebab proyek yang ditangani PT Cipta Aksara Perkasa adalah pembangunan jalan sesuai ketentuan dalam APBD dan bukan pembangunan deker,” kata dia.
Di sisi lain, lanjut Suwito, Umar Bopeng selaku pimpinan PT Cipta Aksara Perkasa diduga memiliki kedekatan dengan Frans Manery dan Muklis Tapi Tapi. Ini terlihat dari proyek jalan Trans Loloda (Multiyears) di Loloda Utara, yang juga digarap oleh PT Cipta Aksara Perkasa.
“Dalam konteks tersebut, Pemkab Halmahera utara dinilai tidak selektif dalam bermitra karena PT Cipta Aksara Perkasa, yang sebelumnya tidak kompeten mengerjakan proyek di Loloda Kepulauan, justru kembali memenangkan tender proyek di Loloda Utara,” ujarnya.
Selain itu pembangunan jalan Trans Loloda juga ditemukan bermasalah dengan kontraktor yang sama. Hal ini dapat dibuktikan dengan fakta di lapangan serta peninjauan langsung pelapor dan beberapa tim dari media massa ataupun online.
“Dengan demikian, Frans Manery dan Muklis Tapi Tapi telah melanggar Asas- Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) serta menyalahgunakan kewenangan mereka dan diduga telah memperkaya diri sendiri dan atau orang lain,” kata dia.
Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik juncto Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Akibatnya diduga telah terjadi kerugian negara yang disebabkan oleh praktik a quo yang melibatkan Frans Manery dan Muklis Tapi Tapi, serta Umar Bopeng selaku pimpinan dari PT Cipta Aksara Perkasa sebesar Rp5 miliar.
Generasi Canga Hibualamo juga Meminta KPK melakukan Investigasi langsung, dengan memanggil Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Utara Frans Manery dan Muklis Tapi Tapi.
“Kasus ini bisa menjadi pintu masuk bagi KPK, dalam melakukan penelusuran lain terkait banyaknya dugaan penyalahgunaan wewenang dan tindak pidana Korupsi yang diduga dilakukan oleh oleh Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Utara. Antara lain, praktek Nepotisme (keluarga dan kerabat) dalam pengisian jabatan pimpinan di lingkungan Pemerintahan Daerah, pertanggungjawaban dan sisa anggran dana COVID-19 yang tidak transparan, pembangunan jalan multi years Loloda Utara,” pungkasnya.