Baru Satu RS di Lampung Miliki Izin B3 Pengelolaan Limbah Medis
BANDARLAMPUNG – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Provinsi Lampung meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung segera melakukan pengadaan tempat penyimpanan sampah infeksius atau limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) untuk publik yang dihasilkan dari penanganan COVID -19.
Hal itu merujuk pada Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SE.2/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020, tentang pengelolaan limbah infeksius (limbah B3) dan sampah rumah tangga dari penanganan coronavirus disease (COVID-19), tanggal 24 Maret 2020 dalam rangka memutus sumber penularan virus dan pencemaran lingkungan agar sumber penularan COVID-19 di Provinsi Lampung tidak meluas.
“Sebagaimana kita ketahui bahwa angka positif COVID-19 di Provinsi Lampung terus bertambah. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Lampung jumlah akumulasi pasien posisif COVID-19 di Provinsi Lampung tanggal 7 mei 2020 sebanyak 63 orang dan Orang dalam pemantauan sebanyak 3.008 orang serta Pasien dalam Pengawasan (PDP) sebanyak 85 orang,” Kata Direktur Walhi Lampung Irfan Tri Musri, Jumat (08/05).
Di tengah situasi pandemi COVID-19 ini sudah tentu limbah infeksius dan sampah rumah tangga dari penanganan COVID-19 bertambah drastis jumlahnya dibandingkan tahun-tahun sebelumnya sebelum terjadinya pandemi COVID-19 di dunia.
“Kalau biasanya limbah infeksius dominan dihasilkan oleh aktivitas medis baik itu rumah sakit maupun fasilitas kesehatan lainnya. Namun hari ini limbah infeksius tersebut juga dihasilkan dari aktivitas rumah tangga, baik yang melakukan aktivitas isolasi mandiri maupun tidak, terutama limbah berupa masker yang sangat banyak digunakan oleh warga masyarakat provinsi Lampung,” kata dia.
Sampah infeksius masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang harus ditangani secara khusus agar tidak menjadi sumber penularan virus dan menjadi sumber pencemar lingkungan, karenanya sampah ini dalam pengelolaannya harus dimasukkan ke dalam plastik dan tertutup rapat yang kemudian dilakukan pengolahan dengan cara dibakar menggunakan insinerator (alat pembakaran) untuk mengolah limbah padat, yang mengkonversi materi padat (sampah) menjadi materi gas, dan abu, (bottom ash dan fly ash).
“Sampai dengan saat ini kita belum pernah mendapatkan informasi yang dirilis oleh pemerintah terkait dengan kemana kita dapat melakukan pembuangan atau melakukan pengangkutan limbah B3 yang dihasilkan oleh masyarakat provinsi lampung seperti limbah bekas penggunaan masker sekali pakai, sarung tangan dan atau baju pelindung diri baik itu yang dihasilkan oleh orang yang berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP) yang melakukan isolasi mandiri maupun masyarakat Lampung secara umum,” kata dia.
Di Provinsi Lampung sendiri sampai dengan Maret 2020 hanya ada 1 fasilitas pelayanan kesehatan atau rumah sakit yang memiliki izin pengolahan limbah B3 yaitu Rumah Sakit Demang Sepulau Raya, Lampung Tengah. Selain itu di Provinsi Lampung juga saat ini baru ada 4 usaha yang melakukan jasa pengangkutan limbah B3 medis serta belum adanya pihak ketiga atau perusahaan yang melakukan kegiatan jasa pengolahan limbah B3 medis.