Anggota DPRD Tulangbawang Barat Tuding BPN Lampung Diduga Terlibat Mafia Tanah

Anggota DPRD Tulangbawang Barat Tuding BPN Lampung Diduga Terlibat Mafia Tanah
Foto: Rosid/monologis.id

TULANGBAWANG BARAT – Anggota Komisi II DPRD Tulangbawang Barat Arya menduga Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Lampung terlibat mafia tanah dalam kasus ganti rugi lahan milik Susanti yang terkena pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).

Arya mengaku geram dengan ulah oknum BPN Lampung yang terkesan menghindar dan seolah memandang kasus tersebut tidak penting.

"Sesuai janji, hari ini kami bertemu BPN. Bahkan, BPN berjanji akan sekalian menggandeng Polda. Tetapi, saat kami sampai di kantor BPN, mereka justru tidak berada ditempat dan stafnya mengatakan lain waktu saja. (BPN) seolah-olah tidak menganggap permasalahan ini," tegas Arya, Jumat (10/12).

Arya menjelaskan, Susanti pemilik lahan seluas 3.700 m2 di KM 218 JTTS hingga kini belum menerima uang ganti rugi. Padahal uang tersebut sudah dibayarkan.

“Dalam kasus ini ada mafia tanah yang bermain. Lahan tersebut jelas memiliki sertifikat asli. Tapi kenapa ada pihak lain yang bisa menggantinya dengan sporadik,” tutur Arya.

Arya menyebut almarhum Ponidi selaku penerima uang ganti rugi tersebut telah mengganti sertifikat lahan milik Susanti dengan sporadik yang melibatkan oknum Kepala Desa Wonorejo, Ngadenan.

Menurut Arya, kasus tersebut sudah dilaporkan ke Polsek Gunungagung dan BPN Lampung pada 2020 lalu. Namun, penyelidikan kasus tersebut dihentikan, dengan alasan tidak memenuhi alat bukti.

Bahkan, kasus itu kembali dilaporkan ke Polres Tulangbawang Barat. Lagi-lagi, Arya menduga tidak ada keseriusan pihak kepolisian menangani masalah ini.

"Pada 26 November 2021 lalu, sebenarnya kami telah bertemu dan kembali mengadu kepada Kapolres langsung masalah ini, tetapi apa hasilnya sampai saat ini ? Tidak ada," kata Arya selaku pendamping keluarga Susanti.

Kapolres Tulangbawang Barat AKBP Sunhot P Silalahi saat dikonfirmasi terkait kasus tersebut, baru akan menanyakan terlebih dahulu ke bagian penyidikan.

"Akan saya tanya dulu ke penyidiknya ya, nanti dikonfirmasi kembali," Elaknya.

Kini, Arya berharap Kapolda Lampung dapat  mengusut kasus ini. Sebab menurutnya, ada unsur penggelapan dan pemalsuan dokumen.

“Korban Susanti memiliki sertifikat asli sejak 2007, mengapa bisa kepala desa setempat berani membuatkan surat sporadik atas nama Ponidi. Artinya ini sudah benar-benar indikasi mafia tanah, dan BPN juga tidak teliti,” tegas Arya.

Arya juga mengharapkan perhatian Presiden Joko Widodo yang pernah menegaskan akan menindak para mafia tanah di Indonesia.

Sementara itu, Reni selaku Penata Pertanahan Muda, BPN Provinsi Lampung Bagian Pengadaan Tanah, enggan memberikan statemen lebih jauh. Dirinya hanya menjelaskan bahwa sebelumnya kasus itu itu sudah ada kesepakatan bahwa pihak keluarga Ponidi akan memberikan uang Rp260 juta ke Susanti sebagai bentuk pengembalian uang ganti rugi lahan.

"Terkait belum adanya pengembalian uang dari keluarga Ponidi ke Susanti, pihak BPN pada dasarnya tidak memiliki kewenangan lebih jauh untuk menekan Keluarga Ponidi, hanya sebatas mediasi saja. Adapun untuk langkah apa atau arahan saya harus lapor ke pimpinan saya dulu yang berhak mengambil keputusan atau kebijakan," jelasnya kepada monologis.id melalui telepon, Jumat (10/12) siang.