Aliran Listrik Warga Diputus, Oknum PLN Lampung Utara Dinilai Salahi Prosedur
LAMPUNG UTARA - Tindakan pemutusan aliran listrik oleh oknum PLN Cabang Lampung Utara yang dikeluhkan warga beberapa waktu lalu, ternyata mendapat tanggapan serius dari salah satu praktisi hukum asal kabupaten setempat.
Seperti dikatakan Suwardi. Ia menilai apa yang dilakukan oleh pihak PLN tersebut telah menyalahi prosedur. Sebab dalam prosesnya, ada beberapa hal yang mesti diperhatikan dan tidak bisa diabaikan.
"Bila kondisi rumah pelanggan kosong misalnya. Semestinya jangan langsung dilepas KWH nya. Paling tidak harus izin ketua RT. Sembari memperkenalkan identitas bahwa benar dari pihak PLN atau rekanan ingin memeriksa aliran listrik. Itu pun harus di dampingi ketua RT," ujarnya Senin (01/03) di ruang kerjanya.
Sebab menurutnya, bila dalam tahapan pelaksanaan prosedur ada hal yang diabaikan. Maka sang pemilik rumah bisa saja beranggapan petugas PLN telah memasuki pekarangan rumah tanpa izin dan sepengetahuan yang bersangkutan. Hal itu sangat mungkin untuk dilaporkan kepada aparat yang berwenang.
"Dan tindakan itu dapat dituntut dengan hukuman pidana. Maka dari itu, sangat penting izin dari aparatur di wilayah setempat," ucap Suwardi yang juga merupakan Dekan Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Muhammadiyah Kotabumi.
Lebih jauh dirinya menambahkan, terkait adanya tagihan pelanggan yang menunggak hanya dalam hitungan hari ternyata langsung diputus aliran listriknya. Ia berpendapat, bahwasanya petugas PLN ataupun rekanan tidak bisa bertindak dengan langsung mencopot dan membawa KWH aliran listrik pelanggan.
Sebab, selama ini umumnya aturan yang diketahui oleh masyarakat luas, ada kebijakan soal kelonggaran tagihan pembayaran dalam waktu tiga bulan.
"Tidak bisa juga itu langsung dibongkar KWH nya. Mestinya diputus sementara aliran listriknya. Selain disertai surat peringatan terlebih lebih dahulu kepada pelanggan tentunya. Bila sudah diberi teguran tidak juga ada itikad dari pelanggan, maka baru bisa dicopot meterannya," jelasnya.
Diketahui sebelumnya, sejumlah warga di Lampung Utara mengeluhkan tindakan pemutusan aliran listrik yang dilakukan oleh oknum petugas PLN Cabang Bumiabung Kotabumi. Pasalnya peristiwa itu terjadi tanpa adanya peringatan sebelumnya.
Padahal listrik atas nama Agus Triono warga jalan Ahmad Akuan, Rejosari, Kotabumi hanya telat membayar dalam hitungan hari.
Bahkan diakui Siti, selaku pemilik rumah mengatakan. Pada bulan sebelumnya dirinya hanya membayar tagihan sebesar Rp350 ribu. Namun pada 2021 tagihan listrik yang dibebankan padanya membengkak sebesar Rp1,7 juta. Dimana diketahui daya listriknya hanya sebesar 900 Volt.
"Saya biasanya bayar Rp350 ribu sampai Rp370 ribu tiap bulannya. Tapi pada Januari kemarin saya kaget tagihan bisa sampai Rp1.7 juta. Saya tanya ke PLN alasannya korona. Tambah kaget bulan ini bayaran saya jadi Rp1.2 juta," ujar Siti kala itu.
Terpisah, saat dikonfirmasi SPV PLN Bumiabung Kotabumi Ardian Satrio Dwicahyo selaku SVP berdalih, bahwa tindakan tersebut telah sesuai peraturan. Hanya saja mulai diterapkan eksekusinya sejak tahun lalu. Dimana peraturan dimaksud mengharuskan pelanggan wajib membayar tangihan dibawah tanggal 20 pada tiap bulan.
"Itu aturan sudah lama. Hanya kita coba eksekusinya mulai tahun lalu. Dan bagi pelanggan yang telat membayar sesuai tanggal jatuh tempo akan dikenai sanksi," kata dia.
Untuk pemutusan sementara, ia berujar bahwa ada 3 cara yang diterapkan. Pertama disegel, lalu dicabut MCB dan yang ketiga dibongkar KWH nya. Terkait pemutusan sementara ia menambahkan, tindakan tersebut dengan kata lain adalah pengaman aset milik PLN. Dimana prosedurnya terlebih dulu ada pemberitahuan soal surat tagihan yang harus sampai kepada pelanggan.
Disinggung lebih jauh apakah aturan itu pernah di sosialisasikan sebelumnya. Dirinya mengklaim, bahwa pihaknya telah melakukan sosialisasi melalui divisi K3L.
"Sosialisasi itu sudah pernah dilakukan melalui K3L. Dimana petugas menyampaikan soal keselamatan pekerja dan soal sanksi tagihan dengan cara berkeliling hari demi hari," kelitnya.
Namun sayangnya, fakta yang ditemukan di lapangan masih banyak warga yang tidak mengetahui soal adanya sosialisasi sebagaimana yang dikatakannya tersebut