Segera Akhiri COVID-19

Oleh: Erizeli Jely Bandaro

Saya nonton video yang ditayangkan lewat sosial media. Seorang wanita bernama Yuli. Warga banten. Dia berkata dengan raut wajah memancarkan putus asa dan air mata berlinang seraya memeluk buah hatinya yang masih balita. Sudah dua hari tidak makan. Suaminya Kholid sebagai pekerja lepas yang menerima upah Rp. 25.000 perhari. Kalau tidak bekerja tentu tidak dapat upah. Sudah dua hari tidak bekerja sejak ada ketentuan social distancing. Seperti Yuli itu bukan hanya satu itu. Tetapi ada banyak Yuli lain yang harus terpaksa sabar menerima kenyataan suaminya di rumah tanpa penghasilan.

Pandemi COVID-19 adalah satu hal tetapi korban kemanusiaan akibat sikap kita menghadapi pandemi ini sangat luar biasa. Pandemi ini sangat mengkawatirkan karena sering dibicarakan oleh mereka kelas menengah  atau mereka yang punya akses kepada informasi sosial media. Yang tentu mereka yang punya tabungan untuk bertahan selama masa staying at home. Saya menonton video aksi demo di Amerika serikat. Ketika ditanya “ When it come to the pandemic. Are you scared at all? Do you think it, do you believe in it.   Mereka berkata “ Kami percaya. Tetapi kami tetap butuh pekerjaan. “

Mereka yang rentan miskin, tak hendak mengemis. Tak hendak BLT. Tak hendak dibagi gratis Masker. Mereka hanya butuh kerja dan karena itu mereka bisa membayar kebutuhannya. Mereka sangat percaya akan risiko virus corona. Tapi apakah cukup meyakinkan mereka akan bahaya Corona lantas membuat mereka takut keluar rumah.  Tidak! Mungkin bagi anda yang belum pernah merasakan betapa susahnya tak punya uang dan hidup tidak secure secara financial, akan sulit memahami bagaimana mereka kelas bawah itu seperti tidak takut mati dan tidak peduli risiko Corona.

Di saat kita sering bicara tentang angka kematian akibat Corona, jauh sebelumnya orang miskin sudah akrab dengan kematian. Bisa karena gizi buruk. Bisa karena lingkungan yang kumuh, yang mudah membuat mereka terkena DBD, malaria. Mati di jalan akibat kecelakaan angkutan umum. Atau bisa apa saja. “ People are gonna die. They die no matter what.” Apakah sebelumnya kita pernah peduli dengan mereka, seperti kepedulian kita sekarang terhadap ancaman corona?

Bantuan tunai atau sembako, tidak akan bisa membayar rasa takut kehilangan pekerjaan dan masa depan. Tidak sebanding dengan ancaman kematian akibat corona. Bagi mereka bekerja itu adalah hope, dan karena itu mereka bisa bertahan hidup dalam kemiskinan dan derita tak bertepi. Yang jelas, akibat kekawatiran kelas menengah yang berlebihan ini, mereka yang miskin jadi korban. Dan memberi amunis politisi untuk menaikan citra, bahwa mereka peduli. Realokasi anggaran didengungkan bombamdis. Namun sulit cair atau hanya menetes tak sampai kepada Yuli. Yang akhirnya Yuli harus mati, karena kelaparan. Tragis!

Saya tak hendak menghakimi siapapun. Saya juga tidak ingin mengabaikan COVID-19. Namun saya berharap pemerintah pusat dan daerah benar benar menjadikan perang terhadap COVID-19 ini  sebagai perang total. Jangan lagi gunakan COVID-19 ini sebagai alat politik. Masyarakat juga harus mendukung penuh. Patuhi PSBB. Agar perang bisa segera kita akhiri. Terlambat?  sangat besar risikonya bagi NKRI. Karenanya DPR segeralah pengesahan PERPPU 1/2020. PERPPU itu sangat penting untuk menyelamatkan ekonomi dan pembiayaan pandemmi. Bukan hanya kita yang suffering tetapi semua negara di dunia suffering. Terlambat siap menyediakan payung hukum maka secara politik kita tidak siap menghadapi chaos. Maka yang terjadi , terjadilah...

***

Mitra saya di China mengatakan kalau ingin dapatkan refund tax secara real time dari pemerintah, maka saatnya beli produk dan jasa UKM. Apapun itu. Pemerintah China menggelontorkan dana stimulus dalam bentuk pemotongan pajak sangat gila gilaan. Pada waktu bersamaan industri dan manufaktur juga mendapatkan dana stimulus dalam bentuk pemotongan bunga bank, dan pelonggaran kredit untuk pengadaan stok barang dan pembelian barang / jasa dari para supply chain UKM. Para distributor juga mendapatkan pelonggaran kredit dari pabrikan. Triliunan Yuan disuplai dari APBN agar ekonomi kembali bergerak.

Mengapa? dampak pandemi COVID-19. Akibat kebijakan lockdown dan social distancing Ekonomi China suffering.  Laporan Biro statistik China, Ekonomi pada kuartal I-2020 terkontraksi alias tumbuh negatif -6,8% year-on-year (YoY). Ini adalah kontraksi pertama sejak China mencatat pertumbuhan ekonomi secara YoY pada 1992. Kalau ini berlanjut sampai kwarta 2 maka diperkirakan ratusan juta orang kehilangan pekerjaan. Makanya, pemerintah China sejak awal maret mulai start work. Dana stimulus digelontorkan. Tidak dalam bentuk BLT tetapi dalam bentuk membanjiri likuiditas sektor produksi.

China pernah mengalami pandemi yang lebih buruk dari COVID-19 namun bencana kelaparan di era revolusi kebudayaan, itulah yang paling menakutkan. 25 juta orang mati begitu saja.” Kami telah melewati proses pilihan kami dalam perang melawan COVID-19, dan kami sudah membayarnya dengan Lockdown selama 3 minggu. Apa hasilnya? tidak menghentikan kematian akibat COVID-19. Tidak menjamin setelah sembuh aman dari corona. Kita tidak bisa melawan kematian, namun kita bisa melewati hal terburuk dalam kehidupan. Kuncinya adalah bergerak. Kerja!

Harus diakui bahwa angin badai resesi sudah sampai disetiap negara. Negara kaya karena minyak, kini suffering. Karena tidak ada yang membeli sebanyak dulu. Hargapun jatuh. Semua negara Timur Tengah ramai ramai gedor IMF minta bantuan hutang. Ramai ramai menggedor pasar uang untuk terbitkan obligasi. Negara sehebat China dalam produksi, kehilangan power untuk tumbuh. Bahkan di AS orang lebih memilih mati karena corona daripada kehilangan pekerjaan. Indonesia jangan terlalu lama panik dengan staying at home.  Jadikan social distancing itu sebagai mindset baru untuk hidup bersih dan menjaga kesehatan.

Di dunia ini hanya China, india dan Indonesia yang masih tumbuh. Kebangkitan ekonomi tiga negara ini bisa menyelamatkan dunia dari lubang resesi. Kita tidak bisa meniru budaya orang AS dan Eropa yang terlalu sibuk membahas politik karena corona. Kita punya tanggung jawab lebih besar terhadap dunia. Jadi jangan karena corona lantas kita kehilangan human being dan passion hidup sebagai orang modern. “ Katanya melalui email.

Saya mencermati kebijakan ekonomi Jokowi berkaitan dengan pandemi COVID-19. Sangat rasional. 70% dana stimulus diarahkan kepada stabilitas Ekonomi dan moneter. Hanya 30% untuk COVID-19. Apa artinya? masalah serius itu bukan COVID-19 tetapi masalah ekonomi.  Yang dikawatirkan Jokowi adalah resesi ekonomi, wabah kelaparan. Kalau sudah bicara ekonomi, maka kecepatan berproses melewati kendala non ekonomi harus lebih cepat. Itu sebabnya Pemerintah mengeluarkan PERPPU 1/2020. Sehingga penyaluran dana untuk perang terhadap COVID-19 dapat segera dilakukan, termasuk membantu mereka yang rentan miskin agar tidak kelaparan.  Agar apa yang dilakukan China setelah melewati focus COVID-19 bisa juga kita lakukan. Yaitu genjot ekonomi secara all out. Agar orang kembali kerja dan ekonomi kembali tumbuh. Semoga MK bisa menolak pembatalan PERPPU dan DPR segera sahkan itu.

Mitigasi Corona

Saya nonton Video jumpa pers yang diadakan di Gedung Putih.   Dalam jumpa pers ini di hadiri oleh Team gugus tugas Coronavirus AS, William N. Bryan, juga wakil menteri untuk sains dan teknologi di Departemen Keamanan Dalam Negeri dan disaksikan oleh   Presiden Trump dan Wakil Presiden Pence. Yang membuat saya tertarik dan akhirnya menjadi referesi bahan tulisan saya di blog tentang cara efektif mitigasi COVID-19 adalah karena Team Gugus Tugas AS itu menyampaikan hasil laporan dari laboratorium biosekuriti Angkatan Darat AS di Fort Detrick, Md.

William Bryan, menyebut bahwa kombinasi sinar ultraviolet (UV) serta temperatur lebih hangat membuat COVID-19 tidak berdaya. “ Observasi kami sejauh ini yang paling mencolok adalah efek powerful sinar Matahari sepertinya membunuh virus itu, baik di permukaan maupun di udara," cetus Bryan. Hasil temuan ini engga main main. Karena disampaikan di Gedung Putih. Riset dilakukan di Lab milik Angkatan Darat. Jadi tingkat validitasnya tinggi sekali.

Agar tidak misleading  atas pernyataan virus corona mati karena tempratur panas, sehingga diartikan udara panas seperti di Indonesia itu aman dari Corona. Karena di dalam ruangan ber AC tentu suhu dingin dan jauh dari matahari. Penyebaran bisa saja terjadi dari orang ke orang. Maka saya jelaskan secara singkat seperti uraian dari video itu.  Bahwa virus itu tidak efektif tersebar lewat udara, apabila suhu panas UV langsung ada dari matahari. Misal, seribu partikel virus tersebar lewat udara. Dalam 18 jam,  virus turun menjadi 500. Dalam 18 jam setelah itu, turun menjadi 250, dan seterusnya dan seterusnya. Artinya berlalunya waktu, penyebaran virus lewat udara itu akan menurun dan akhirnya hilang.

Atas dasar itu, maka metode mitigasi atas pandemi ini jadi mudah di rancang khususnya di Indonesia, yang tempraturnya diatas 24 derajat celcius. Kita tidak perlu ada lockdown dan tak perlu social distancing terlalu ekstrim. Biarkan saja orang terus beraktifitas secara normal. Kita harus syukuri karena kita berbeda dengan negara yang berada di sub tropik. Kita berada di daerah equatorial yang kaya UV. Tentu berbeda cara mitigasi kita dengan mereka. Nah dengan asumsi semua orang terinfeksi virus corona, maka   cara mitigasi dilakukan sebagai berikut :

Pertama, pastikan semua tempat yang berada di ruangan tertutup menyediakan bahan disfektan. Orang dipaksa untuk disiplin agar sering sering cuci tangan. Mengapa? Cairan dari orang yang terinfeksi virus corona bisa bertahan lama di ruangan tertutup tanpa sinar matahari. Bisa nempel di tombol lift, di pegangan eskalator, di toilet, di sofa cafe, di pegangan jendela atau pintu , tempat duduk angkutan umum dan lain lain. Pemerintah dan pengelola gedung dan fasilitas umum harus menyediakan petugas menjaga dan mengawasi tempat tempat yang berpotensi sebagai penyebaran virus. Mereka harus dilengkapi dengan alat disfektan.

Kedua, Pastikan semua orang menggunakan masker bila berada di ruangan tertutup termasuk dalam kendaraan.  Kalau bisa di setiap tempat atau gedung, di pintu masuk sediakan masker gratis sesuai standa kesehatan. Karena dokter dan paramedis berhadapan langsung dengan pasien terinfeksi, jadi tidak bisa menghindari sebaran virus corona. Pastikan semua dokter dan paramedis punya APD. Yang lebih penting lagi adalah perbanyak ventilator agar proses penyembuhan secara alami dapat berlangsung dan tidak berakibat fatal.

Ketiga, cara pertama dan kedua itu harus disosialisasikan terus menerus kepada publik agar mereka sadar akan kesehatannya. Jangan sampai menakuti nakuti. Berita soal kematian tentang virus corona sebaiknya dikurangi. Yang diperbanyak adalah berita orang sembuh. Ini penting agar orang tetap waspada namun tidak panik. Karena kepanikan justru membuat imune orang berkurang.

Apakah cara mitigasi tersebut diatas salah. Kita bisa liat fakta di China. Setelah masuk musim semi, dan matahari mulai menampakan diri, musim dingin berlalu. Mitigasi COVID-19 tidak ada lagi seperti lockdown yang pernah dilakukan di Wuhan. China kembali beraktifitas seperti normal namun mitigasi corona tetap dilakukan seperti langkah pertama dan kedua itu. Mereka memang melakukan sosial distancing tetapi tidak ekstrim sehingga menghentikan semua fasilitas umum. Kehidupan berjalan normal namun gaya hidup udah berubah.

(Sumber: Facebook Erizeli)