Persepsi Akad Dalam Usaha Angkringan Sebagai Transaksi Perdagangan di Kehidupan Masyarakat Sehari-hari
Oleh: Zulfa Nusaibah*
Di era globalisasi sekarang ini dan juga seiring dengan
berkembangnya perekonomian di kehidupan masyarakat yang semakin meningkat,
menimbulkan berbagai macam alternatif dalam kegiatan ekonomi. Salah satu
kegiatan ekonomi yang berkembang yaitu Usaha Angkringan.
Usaha Angkringan merupakan salah satu jenis usaha yang patut
dilirik, karna kita tidak membutuhkan modal yang terlalu besar untuk membuka
usaha angkringan seperti ini. Ditambah, usaha ini mampu mendatangkan keuntungan
yang luar biasa. Jadi tak heran lagi, jika usaha angkringan sejak dulu hingga
sekarang ini masih berkembang dan tak pernah kehilangan peminat konsumennya,
baik dari kalangan orang dewasa, Mahasiswa, maupun pelajar.
Dikutip dari jurnal Ekonomi Syari’ah diperoleh beberapa
transaksi usaha angkringan yang terdapat beberapa macam akad, yaitu akad
mudharabah, akad musyarakah, akad murabahah, akad ijarah, akad wakalah, akad
Bai’ Naqdan (tunai) dan Bai’ Muajjal (cicilan). Pada transaksi akad tersebut
tidak ada yang bertentangan dengan Fatwa DSN MUI, sehingga tidak ada larangan
dan diperbolehkan. Karna akad tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
atau hukum Islam, yang mana berdasarkan dengan ketentuan-ketentuan yang ada di
dalam Al-Qur’an dan As-sunnah/ Hadits.
Berikut penjelasan secara singkat mengenai akad-akad yang
biasa digunakan dalam transaksi Usaha Angkringan, yaitu:
1) Akad Mudharabah
Kerja sama antara pemilik modal dengan pengelola modal
ketika ingin menjalankan sebuah usaha. Dimana keuntungan dalam kerja sama ini
dibagi bersama, sesuai dengan nisbah yang disepakati.
2) Akad Musyarakah
Kerja sama antara 2 pihak yang mengumpulkan modal bersama
untuk usaha tertentu. Dimana keuntungan dari kerja sama ini akan dibagi secara
rata.
3) Akad Murabahah
Akad ini berfokus pada harga jual dan keuntungan yang
disetujui kedua pihak. Nantinya, produk akan diberikan saat akad telah selesai
dan pembeli dapat melunasi pembayaran secara tunai maupun cicilan.
4) Akad Ijarah
mengatur tentang pengalihan hak guna suatu objek dengan
adanya biaya cicilan sewa tanpa memindahkan hak kepemilikan dari objek
tersebut. Seperti barang sewaan, contohnya gerobak.
5) Akad wakalah
Sebagai pengikat antara perwakilan salah satu pihak dengan
pihak lainnya.
6) Akad Bai’ Naqdan
(tunai) dan Bai’ Muajjal (cicilan).
Sebagai metode pembayaran yang dilakukan baik menggunakan
akad Bai’ Naqdan (tunai) ataupun Bai’ Muajjal (cicilan).
Dengan demikian, Akad
merupakan ikatan transaksi dalam ekonomi syariah , karena berbagai aktivitas dan kegiatan usaha dapat
dilakukan melalui akad. Akad membantu
setiap orang dalam memenuhi ataupun mewujudkan kebutuhan dan kepentingannya yang tidak dapat
diwujudkan tanpa bantuan dan jasa orang lain. Oleh karna itu, dapat dikatakan
bahwa akad merupakan sarana sosial yang diciptakan oleh peradaban manusia guna
mendukung kehidupannya sebagai makhluk sosial.
*) Mahasiswa UIN Raden Intan Lampung Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Jurusan Akuntansi Syari’ah