DPRD Pesisir Barat Gelar Paripurna Penyampaian Nota Pengantar Ranperda Usul Eksekutif dan Inisiatif Dewan
PESISIR BARAT-Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pesisir Barat, Lampung, menggelar rapat paripurna
dengan agenda penyampaian nota pengantar Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda)
usul eksekutif dan inisiatif DPRD Tahun 2023, di ruang paripurna DPRD Pesisir
Barat, Jumat (18/8/2023).
Rapat paripurna yang dihadiri 18 dari 25 anggota DPRD
tersebut, dipimpin langsung Ketua DPRD, Agus Cik dan dihadiri Bupati Agus
Istiqlal, Wakil Bupati A. Zulqoini Syarif, menghadiri juga para pejabat tinggi
pratama, administrator, pengawas, dan pelaksana di lingkungan Pemkab Pesisir
Barat, dan forkopimda Pesisir Barat-Lampung Barat (Lambar).
Juru Bicara Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda),
I Gusti Kade Artawan menyampaikan penjelasan ranperda inisiatif DPRD yaitu
ranperda tentang pencegahan dan penanggulangan stunting yaitu pembangunan
nasional dalam pelaksanaan tidak terlepas dari Sumber Daya Manusia (SDM),
dimana manusia adalah motor penggerak dalam pembangunan dan merupakan sasaran
dari pembangunan itu sendiri dan mengelola sumber daya yang lain.
"Dalam mencapai tujuan nasional seperti yang tercantum
dalam pembukaan Undang-Undang (UU) Dasar 1945 diselenggarakan upaya pembangunan
yang berkesinambungan dalam rangkaian program pembangunan, diharapkan dapat
mewujudkan suatu tingkat kehidupan masyarakat secara optimal. Termasuk
peningkatan kesehatan. Tujuan pembangunan kesehatan sebagai komitmen nasional
dapat dilihat pada pasal 3 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam UU
Nomor 36 Tahun 2009 menjelaskan Pasal 1 Ayat 1 bahwa kesehatan adalah keadaan
sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup pruduktif secera sosial ekonomis. Dan juga telah
ditetapkan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan kemudian
Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang
percepatan penurunan stunting sebagai payung hukum bagi stranas percepatan
penurunan stunting, sekaligus memperkuat kerangka intervensi dan kelembagaan
dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting," jelas Kade.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di
bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang
terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). Periode 1000 HPK
merupakan periode pertumbuhan dari janin hingga anak berusia 24 bulan. Anak dikategorikan
mengalami stunting apabila tinggi badannya berada di bawah minus dua standar
deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya.
Penyebab stunting bersifat multidimensional, tidak hanya
kemiskinan dan akses pangan tetapi juga pola asuh dan pemberian makan pada
balita. Stunting disebabkan oleh kekurangan gizi kronis, infeksi berulang dalam
jangka waktu lama dan kurangnya stimulasi psikososial sejak di dalam kandungan
dan setelah dilahirkan. Tidak hanya faktor spesifik gizi, tetapi juga faktor
sensitif gizi yang berinteraksi satu dengan lainnya.
"Stunting berdampak pada kualitas SDM, yang pada
akhirnya akan menurunkan produktivitas SDM dan bonus demografi tidak
termanfaatkan dengan baik. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2021
menunjukkan sebanyak 30,8 persen balita mengalami stunting. Walaupun pada tahun
2022 prevalensi stunting menjadi 27,7 persen, angka tersebut masih jauh dari
target nasional sebesar 14 persen pada tahun 2024. Kasus stunting terjadi
hampir diseluruh wilayah di Indonesia dan kelompok sosial ekonomi. Oleh karena
itu, pencegahan dan penanganan stunting menjadi salah satu prioritas
pembangunan Nasional," kata Kade.
Strategi Nasional percepatan pencegahan stunting dilakukan
melalui pendekatan multi-sektor yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan
(stakeholder) secara terintegrasi dari pusat, daerah, hingga tingkat pekon.
Pendekatan multi-sektor tidak terbatas pada sektor kesehatan semata, tetapi
juga pada sektor gizi, air minum dan sanitasi, pengasuhan dan PAUD,
perlindungan sosial dan ketahanan pangan. Percepatan penurunan stunting juga
dilakukan secara konvergensi, untuk memastikan seluruh intervensi penurunan
stunting sampai pada target sasaran. "Salah satu bentuk upaya pemerintah
daerah dalam mendukung pencegahan dan penanggulangan stunting adalah pembuatan
kebijakan dalam bentuk pembuatan peraturan daerah sebagai payung hukum bagi
pemerintah daerah, khususnya Pesisir Barat dalam pencegahan dan penanggulangan
stunting, adanya perkembangan hukum atas perubahan substansi pengaturan pencegahan
dan penanggulangan stunting. Pemkab Pesisir Barat dalam merespon kebijakan
hukum yang telah berkembang tersebut perlu membentuk perda tentang pencegahan
dan penanggulangan stunting yang baru sesuai dengan perkembangan peraturan
perundang-undangan," tandas Kade.
Sementara Bupati Pesisir Barat Agus Istiqlal melalui Wakil
Bupati Zulqoini menyampaikan nota pengantar terhadap empat ranperda Tahun 2023
usul eksekutif. Pertama, ranperda tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
Kedua, ranperda tentang penyelenggaraan perhubungan. Ketiga, ranperda tentang
riset dan inovasi daerah. Keempat, ranperda tentang bangunan gedung.
Wakil Bupati menjelaskan terkait ranperda tentang pajak
daerah dan retribusi daerah, Pemkab Pesisir Barat sebagai salah satu entitas
konsep otonomi daerah di Indonesia memiliki tugas dan tujuan yaitu mewujudkan
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat.
"Guna mencapai tujuan dimaksud pemkab diberikan sumber
daya keuangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
melalui mekanisme transfer ke daerah maupun yang bersumber dari Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang merupakan sumber keuangan yang mendukung konsep kemandirian
dalam makna otonomi daerah. Optimalisasi peran PAD dalam struktur pembiayaan
APBD dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan pemerintah daerah dalam memenuhi
makna kemandirian dibidang pembiayaan kebutuhan daerah, karenanya pemerintah
daerah dituntut untuk dapat kreatif dalam menggali secara maksimal potensi pendapatan
asli daerah yang ada guna menekan sebesar mungkin ketergantungan kepada
pembiayaan yang berasal dari pusat," jelas Wakil Bupati
Menurutnya, salah satu upaya yang bisa dilakukan dalam
menggali potensi PAD tersebut adalah dengan membuat perda tentang pajak daerah
dan retribusi daerah yang menjadi dasar dalam melakukan pemungutan pajak daerah
dan retribusi daerah sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah juga secara teoritik adalah konsekuensi dari konsep
negara hukum yang dianut Indonesia.
Diterangkannya, terkait ranperda tentang penyelenggaraan
perhubungan, berdasarkan Pasal 12 Ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
pemerintahan daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU
Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan Peraturan Pemerintah (PP) pengganti UU
Nomor 2 Tahun 2022 tentang cipta kerja, perhubungan merupakan salah satu urusan
pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar, dimana yang
menjadi kewenangan Pemkab Pesisir Barat yaitu penetapan rencana induk jaringan
Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) kabupaten, penyediaan perlengkapan jalan di
jalan kabupaten, pengelolaan terminal penumpang Tipe C, penerbitan izin
penyelenggaraan dan pembangunan fasilitas parkir, pengujian berkala kendaraan
bermotor, pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas untuk jaringan jalan
kabupaten, persetujuan hasil analisis dampak lalu lintas untuk jalan kabupaten,
audit dan inspeksi keselamatan LLAJ dijalan kabupaten, penyediaan angkutan
umum, penetapan kawasan perkotaan, penetapan rencana umum jaringan trayek
pedesaan, penetapan wilayah operasi angkutan orang, penerbitan izin
penyelenggaraan angkutan orang, penerbitan izin penyelenggaraan taksi dan
angkutan kawasan tertentu, penetapan tarif kelas ekonomi untuk angkutan orang
yang melayani trayek antarkota dalam daerah kabupaten serta angkutan perkotaan
dan perdesaan yang wilayah pelayanannya dalam daerah kabupaten. Menyikapi
permasalahan tersebut maka perlu untuk membentuk perda tentang penyelenggaraan
perhubungan di Pesisir Barat.
Sedangkan terkait ranperda tentang riset dan inovasi daerah.
Menurut Kade, dalam perkembangannya inovasi daerah saat ini telah menjadi
perhatian, baik bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Berbagai upaya
telah dilakukan agar pemerintah daerah dapat mengembangkan inovasi baik
dibidang tata kelola pemerintah daerah, pelayanan publik, maupun inovasi dalam
bentuk lainnya. "Pesisir Barat sebagai entitas pemerintah daerah yang
memiliki kewenangan terhadap hal ini, juga perlu mendorong percepatan inovasi
daerah. berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 002.6-5948
Tahun 2021 tentang indeks inovasi daerah provinsi, kabupaten, dan kota Tahun
2021, Pesisir Barat memperoleh skor indeks 50,66 dengan kategori
inovatif," paparnya.
"Kondisi tersebut masih jauh dari skor daerah kategori
kabupaten yang memperoleh predikat sangat inovatif dengan total skor 84,19.
Sebuah regulasi daerah mengenai riset dan inovasi daerah di Pesisir Barat
dikonstruksi untuk memberikan pijakan hukum yang kokoh bagi daerah dalam
mengupayakan peningkatan riset dan inovasi daerah yang mampu mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Perda tentang riset dan inovasi daerah ini disusun,
untuk memberikan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum bagi pemerintah dan
masyarakat Pesisir Barat yang menjadi tumpuan penyelenggaraan pemerintahan yang
baik dengan memberikan kemanfaatan yang besar bagi kemakmuran rakyat,"
lanjutnya.
Terakhir ranperda tentang bangunan gedung. Dikatakan Kade,
menurut Pasal 3 UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang bangunan gedung, pengaturan
tentang bangunan gedung bertujuan untuk mewujudkan bangunan gedung yang
fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan selaras
dengan lingkungannya, mewujudkan tertib bangunan gedung yang menjamin keandalan
teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan
kemudahan, serta mewujudkan kepastian hukum dalam bangunan gedung.
"Agar tujuan tersebut dapat tercapai serta sejalan
dengan situasi, kondisi, dan aspirasi lokal maka bangunan gedung yang dilakukan
oleh pemerintah daerah harus merujuk pada peraturan perundang-undangan tingkat
pusat, dengan demikian keberadaan perda yang mengatur tentang bangunan gedung
menjadi penting untuk diupayakan. Karena melalui perda dimaksud bangunan gedung
di Pesisir Barat akan mempunyai dasar hukum yang tidak saja sejalan dengan
peraturan perundang-undangan pusat, tetapi juga sejalan dengan situasi,
kondisi, dan aspirasi masyarakat Pesisir Barat," pungkasnya.
NOVAN ERSON








