Peringatan Maulid Nabi Tumbuhkan Rasa Cinta

BANDARLAMPUNG–Rasa cinta atau mahabah terhadap Nabi Muhammad SAW harus terus ditumbuhkan. Cinta melahirkan sikap ingin meniru seseorang yang dicintai. Peringatan Maulid Nabi merupakan salah satu upaya mencintai Rosulullah.
Meski demikian, sebagian kecil ulama masih berpendapat perayaan maulid nabi adalah bidah. Namun di Indonesia, peringatan maulid nabi sudah menjadi tradisi sejak era Wali Songo. Selain menumbuhkan rasa cinta terhadap nabi, juga untuk meneladani perilaku nabi.
“Salah seorang ulama dari Arab Saudi pernah berkunjung ke Indonesia. Melihat praktik peringatan maulid nabi, dia menilai justru positif. Selain meningkatkan rasa syukur, juga meningkatkan ukhuwah Islamiah,” ujar Ustaz Herman Edi Abdullah saat berceramah perayaan maulid nabi di Masjid Baiturrahmah, Rajabasa, Bandarlampung, Minggu (7-9-2025).
Ustaz Herman mengajak jamaah selalu bersyukur dan mencontoh perilaku nabi. Melalui ajarannya, umat Islam bisa melewati era jahiliah.
Peringatan maulid nabi berlangsung sederhana di Masjid Baiturrahmah dengan dihadiri puluhan jemaah.
Usai acara, Ketua DKM Masjid Baiturrahmah Askuri menjelaskan, tradisi muludan merupakan hasil dari akulturasi antara ajaran Islam dengan budaya lokal. “Tradisi ini berkembang sejak era Walisongo di Nusantara dan terus dilestarikan hingga sekarang,” jelas Askuri.
Merayakan Maulid Nabi tidak memerlukan hadits yang shohih tapi cukup dengan hati yang shohih dan hati yang lembut. Maka siapa yang menghidupkan hatinya dengan cinta dan kelembutan kepada al-Muṣṭafā (Nabi Muhammad ﷺ), sungguh ia telah meraih hakikat maulid.
Tradisi muludan mempunyai makna religius sebagai perwujudan keimanan dan kecintaan kepada Rasulullah. Sebab, Rasulullah merupakan figur teladan yang senantiasa membawa kasih sayang bagi alam semesta. Selain itu, muludan juga mengandung nilai filosofis yang mencerminkan solidaritas sosial, gotong royong, sekaligus media dakwah melalui simbol-simbol budaya.