Membandingkan Rifa Handayani - Airlangga Hartarto dan Feni Ardila - Fauzan Sibron

Ada dua perempuan yang memiliki kasus hampir sama. Dua perempuan yang gagah berani bersuara melawan dominasi pria berkuasa dan berharta
Oleh: Nurcholis Sajadi *)
Ada dua perempuan yang memiliki kasus hampir sama. Pertama kasus yang menimpa Rifa Handayani. Perempuan yang melaporkan Airlangga Hartarto ke Mabes Polri dengan tuduhan ancaman pembunuhan lantaran gosip perselingkuhan. Kedua Feni Ardila, mahasiswi di Lampung yang mengaku dilecehkan Anggota Fraksi Nasdem DPRD Lampung Fauzan Sibron. Ada laporan polisi juga.
Dua perempuan yang gagah berani bersuara melawan dominasi pria berkuasa dan berharta. Awal pangkalnya sama: urusan bawah perut. Cuma yang menjadi pembeda adalah ending ceritanya.
Jika Rifa maju terus pantang mundur. Sementara Feni harus layu sebelum berkembang.
Latar belakang keduanya barangkali yang membedakan kenapa Rifa begitu kuat dan tegar menghadapi Airlangga yang punya segalanya. Menteri Koordinator Perekonomian, Ketua DPP Partai Golkar dan uang triliunan. Rifa merupakan pengusaha kaya yang tinggal di Jepang. Suaminya juga seorang doktor dengan penghasilan besar.
Meski beberapa kali, berdasarkan pengakuan Rifa di podcast Jppn tv, orangnya Airlangga mencoba memberikan uang miliaran. Tapi Rifa tak bergeming. Baginya, harga diri atau "Piil" di atas segalanya. Rifa telah melampaui materi. Post materialism.
Itu sebabnya, Rifa hingga detik ini tak mundur sejengkal pun untuk mencari keadilan. Meski media mainstream nasional tak ada satu pun yang memberitakan. Airlangga bungkam. Walaupun polisi lambat merespon. Rifa tak peduli. Perjuangan terus dia lanjutkan.
Ini berbeda jauh dengan apa yang dilakukan Feni Ardila. Mahasiswi yang mungkin baru kenal dunia malam. Baru tumbuh dan hidup di kota. Dengan latar belakang keluarga tidak sekaya Rifa. Feni begitu mudahnya mencabut pernyataannya selang dua hari dari jumpa pers. Feni seperti tak kuat dengan tekanan. Feni memilih menjadi lilin: membakar dirinya asalkan bisa menyelamatkan seseorang.
Aksi cucuk cabut Feni ini tentu bikin malu dan murka para wartawan. Mereka merasa dibohongi dan cuma jadi alat permainan Feni. Wartawan berencana melaporkan Feni ke Polisi. Tuduhannya menyebarkan berita bohong dengan ancaman 10 tahun penjara. Sejumlah pengacara pun dengan sukacita menawarkan diri untuk mengadvokasi.
Publik tentu sangat kecewa dengan apa yang dilakukan Feni. Bagaimana mungkin dia bisa berani mengarang cerita itu? Atau sesungguhnya itu bukan drama karya Feni, tetapi memang Feni benar-benar tak sanggup menghadapi keadaan.
Andai Feni dan Rifa bertetangga. Mereka tentu bisa saling menguatkan. Berkolaborasi menghadapi ketidak-adilan kaum adam yang berkuasa. Kini, publik masih menunggu ending kisah keduanya. Apakah sang pejabat akan selamat atau menerima karmanya?
*) Redaktur Pelaksana Monologis.id