LBH dan LPA Kutuk Perbuatan Cabul Oknum P2TP2A Lampung Timur ke Korban Kekerasan Anak

BANDARLAMPUNG - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung dan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Lampung, mengutuk keras dugaan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang diduga dilakukan oleh oknum petugas pendamping dari Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lampung Timur.
LBH Bandarlampung mendampingi korban melaporkan kasus tersebut ke Polda Lampung pada Jumat (03/07) lalu.
Direktur LBH Bandarlampung Chandra Muliawan menjelaskan bahwa kasus ini mencuat pascakorban bercerita langsung kepada salah satu kerabatnya yang kemudian disampaikan kepada orang tua korban, kemudian dikonfrontir langsung kepada korban.
“Bahwa sebelumnya korban pernah mengeluh sakit dan kerap histeris sehingga keluarga korban merasa curiga dengan si anak. Berdasarkan penuturan korban kepada kerabatnya tersebutlah baru terungkap bahwa telah terjadi dugaan kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh petugas pendamping dari P2TP2A Lampung Timur yang mendampingi korban pascakekerasan seksual yang menimpanya,” jelas Chandra melalui keterangan tertulis yang diterima monologis.id, Minggu (05/07).
Chandra melanjutkan, bahawa korban didampingi oleh UPTD P2TP2A bermula saat kasus kekerasan seksual yang pertama kali dialami oleh korban di proses di kepolisian.
“Kejadian serupa pernah dialami oleh korban yang pelakunya ialah paman korban sendiri yang saat ini telah di vonis penjara selama 14 tahun di Pengadilan Negeri Sukadana Lampung Timur,”ujar Chandra.
Ia menyayangkan tindakan oknum UPTD P2TP2A Kabupaten Lampung Timur yang memiliki tugas untuk menyelenggarakan layanan perlindungan bagi perempuan dan anak yang mengalami masalah kekerasan, diskriminasi, perlindungan khusus, dan masalah lainnya justru sebaliknya akibat perbuatan yang diduga dilakukan oleh oknumnya tersebut.
“Hal ini menjadi preseden buruk terhadap penyelenggaraan jaminan atas perlindungan bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan. Apalagi mengingat, Lampung Timur telah dinobatkan sebagai kabupaten Ramah Anak dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2019 lalu,” ungkapnya.
LBH Bandarlampung berharap peristiwa ini harus menjadi sinyal bagi lembaga terkait seperti Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan UPTD P2TP2A baik provinsi maupun kabupaten/kota khususnya pemerintah daerah Lampung dan Lampung Timur untuk mengevaluasi kinerja dari UPTD P2TP2A di lapangan.
Menurut Chandra penderitaan karena trauma yang diterima oleh korban tidak akan pernah sebanding dengan apapun, namun rasa keadilan dan pengembalian hak-hak korban serta pemulihan kondisi korban adalah hal utama yang harus menjadi prioritas penegak hukum dan pemerintah.
Sebab itu pihak kepolisian dalam hal ini Kepolisian Daerah Lampung harus bisa bekerja secara maksimal dengan membongkar kejahatan seksual terhadap anak yang terjadi serta menyisir seluruh pihak yang diduga terlibat dalam peristiwa hukum ini.
“Karena Bukan tidak mungkin jika kasus ini akan membuka potensi korban-korban lain yang juga pernah mengalami tindakan kekerasan yang sama. Selain adanyadugaan perbuatan kekerasan seksual terhadap anak, kami juga melihat kasus ini juga berpotensi mengarah pada tindak pidana perdagangan orang, sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang,” terangnya.
Selain mendorong Polda Lampung untuk mengusut tuntas kasus ini, LBH Bandarlampung juga akan melakukan upaya-upaya lain seperti berkordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk meminta turut terlibat dalam hal pemulihan kondisi korban yang hari ini telah mengalami traumatis yang cukup dalam.
“Selain itu kami juga mendesak kepada pemerintah daerah khususnya Provinsi lampung dan Kabupaten Lampung Timur untuk mengevaluasi seluruh jajaran satuan kerja dibawah yang menangani isu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak juga fokus terhadap pemulihan korban beserta keluarganya yang notabenenya ialah masyarakat yang kurang mampu daerahnya,” tandasnya.
Terpisah, Sekretaris LPA Provinsi Lampung, Wahyu Widiyatmiko, sangat prihatin dengan kejadian tersebut yang seharusnya melindungi si korban namun sebaliknya dia justru malah merusak masa depan korban.
“Kita meminta kepada pihak kepolisian khususnya Polres Lampung Timur untuk menghukum pelaku dengan UU Perlindungan anak dan LPA Lampung Timur dan Provinsi Lampung akan mengawal perkara ini hingga sampai ke persidangan,” kata Wahyu melalui WhatsApp, Minggu (05/07).
Wahyu juga meminta pemerintah memberikan sanksi pemecatan kepada oknum tersebut karena sudah mencoreng nama baik institusi TP2TPA. “Untuk korban kita berharap pemerintah memberikan rehabilitasi melalui psikolog sehingga anak tersebut agar bisa pulih dari trauma,” pungkasnya.